Alasan DPR Sebut Tidak Mungkin Tunda Pilkada 2020

DPR menilai penundaan pilkada 2020 merupakan hal yang mustahil dilakukan karena tidak diketahui kapan pandemi akan berakhir.
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan tidak mungkin jika tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 ditunda kembali. Hal itu menyikapi desakan untuk menunda pilkada karena khawatir akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Menurutnya, hal yang paling penting dilakukan adalah dengan melaksanakan pilkada dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

“Saya memahami dan mengerti kekhawatiran publik bahwa Pilkada 2020 mendatang berpotensi menjadi kluster baru persebaran Covid-19 di Indonesia. Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan,” kata Zulfikar dalam keterangan yang diterima wartawan, Rabu, 16 September 2020.

Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan.

Baca juga: Darurat Covid-19, Publik Minta Pilkada 2020 Ditunda

Zulfikar menyebut hingga saat ini tidak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi akan berakhir. Sehingga, opsi penundaan pilkada menjadi mustahil jika menunggu Indonesia benar-benar dinyatakan bebas C-19.

Baginya, penyelenggaraan pilkada merupakan satu bagian untuk menjamin penyaluran hak pilih warga negara dalam pemerintahan. Sebab undang-undang mengatur hak pilih setiap warga negara dalam memberikan mandat pemerintahan.

“Semangatnya adalah memastikan perlindungan nyawa dan kedaulatan rakyat Indonesia,” ujar politikus Partai Golkar ini.

Proses pilkada, lanjut Zulfikar dirasa mendesak sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan secara jelas masa jabatan kepala/wakil kepala daerah hanya 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pergantian jabatan kepala/wakil kepala daerah pasca selesai masa jabatan.

Juga UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah juga menegaskan bahwa pemilihan kepala/wakil kepala daerah musti berlangsung 5 (lima) tahun sekali.

Lebih lanjut, Zulfikar memberikan lima opsi jalan keluar dalam kasus pilkada di tengah pandemi ini agar meminimalisir kekhawatiran masyarakat. Pertama, adalah penyadaran. 

"Semua pihak, terutama Pemerintah dan Penyelenggara perlu secara masif dan maksimal menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya Covid-19," tuturnya.

Kedua, kata dia, ketersediaan anggaran untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja penyelenggara. Ia berharap anggaran pilkada 2020 harus segera terpenuhi semua. 

Ketiga, peralatan untuk memenuhi kebutuhan Alat Perlindungan Diri selama pilkada 2020 yang bersentuhan langsung dengan pertemuan antar warga di TPS. 

Baca juga: Tanggapan Benyamin Davnie Bila Pilkada Tangsel Ditunda

Keempat, penegakan hukum. Menurutnya, semua pihak perlu bersikap tegas tanpa kompromi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Pasal 11 PKPU Nomor 6 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap pelanggar protokol pencegahan dan pengendalian Covid-19 dapat ditegur ataupun dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Indonesia memiliki UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan,” ucapnya.

Kelima, adalah Force Majeure. Konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016 memberi ruang adanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan. 

"Jadi, jika di suatu daerah benar-benar berstatus Zona Hitam atau terjadi transmisi Covid-19 secara cepat dan meluas, maka opsi penundaan lokal patut untuk dipertimbangkan," kata dia. []

Berita terkait
Polda Klaim Pilkada di Jatim Aman Gangguan Kamtibmas
Polda Jawa Timur mengerahkan 250 ribu personel yang akan disebar di 48.464 TPS untuk pengamanan pelaksanaan Pilkada serentak.
Pilkada Siantar Tanpa Petahana, Ini Kata Akademisi
Akademisi dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Medan mengatakan, Pilkada Siantar tanpa petahana, berbeda dari Pilkada lainnya di Indonesia.
Daftar Daerah Rawan Pilkada di Sumbar Versi Polisi
Polda Sumatera Barat telah memetakan sejumlah daerah yang dinilai rawan saat Pilkada 2020.