Waspada, Jatim KLB Difteri

Maraknya penyakit difteri di Jawa Timur (Jatim) sudah masuk pada Kejadian Luar Bisa (KLB). Hal itu diungkapkan Gubernur Jatim, Soekarwo,
Sekretaris Jenderal Kemenkes RI dr Untung Suseno Sutarjo, M.Kes dan Gubernur Jatim Soekarwo saat Rapat Koordinasi Pemantapan Outbreak Response Immunization Difteri se-Jawa Timur. Menurut Gubernur Soekarwo, wilayahnya sudah masuk kategori KLB Difteri. (Lut)

Surabaya (Tagar 18/1/2018) - Maraknya penyakit difteri di Jawa Timur (Jatim) sudah masuk pada Kejadian Luar Bisa (KLB). Hal itu diungkapkan Gubernur Jatim, Soekarwo, saat Rapat Koordinasi Pemantapan Outbreak Response Immunization Difteri se-Jawa Timur di Kantor Dinas Kesehatan Prov Jatim jalan A Yani Surabaya, Rabu (17/1).

Dia mengungkapkan, bahwa kasus difteri di Jatim yang paling tinggi terjadi di Sampang, Gresik, Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dengan kasus lebih dari 21 penderita. Kemudian disusul Bojonegoro, Sidoarjo, Jombang, Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, Lumajang, Kabupaten Blitar, dan Kota Blitar dengan jumlah kasus antara 10-20 penderita.

Menyikapi merebaknya difteri yang sudah mencapai tahap KLB ini, Soekarwo mengajak pemerintah kabupaten/kota se-Jatim melakukan penanganan serius. “Posisi kita dalam KLB penyakit difteri. Mari kita

bergerak bersama menangani difteri,” ujarnya.

Sementara itu, Prof dr Ismudianto SpaK menjelaskan penyakit difteri disebabkan bakteri Coryn. Munculnya penyakit ini ditandai dengan adanya membran di beberapa bagian tubuh seperti tenggorok, telinga, hidung, dan vagina.

Penyakit ini juga bisa menular dengan mudah, bahkan bisa menular hanya dengan percikan ludah penderita. Sifat bakteri ini tidak sama dengan virus influenza yang ada di udara, tapi melalui percikan ludah penderita. Karenanya, penderita akan diisolasi selama menjalani perawatan di rumah sakit.

“Ketika merasakan tubuh tidak enak, demam, dan tenggorokan terasa sakit disarankan menggunakan masker,” ujarnya. Apabila membran terjadi di tenggorok dan menutupinya, maka akan dilakukan pembukaan lubang ditenggorok penderita agar biasa bernafas. Pada tingkat berat, maka bisa terjadi pendarahan di panca indera.

Dia juga mengungkapkan bahwa obat penyakit ini cukup mahal karena bisa mencapai Rp 20 juta. Karenanya dia menekankan lebih baik melakukan pencegahan melalui imunisasi. Jika sudah terserang bakteri ini, maka toksin atau racun yang dihasilkan bisa mengakibatkan kelumpuhan pada kaki, tangan, ginjal dan jantung.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr Untung Suseno Sutarjo, mengatakan, KLB difteri ini hampir terjadi pada 30 provinsi pada tahun 2017. Sedangkan pada awal tahun 2018, kasus baru mengalami penurunan. Saat ini hanya 5 provinsi yang masih terdapat kasus difteri.

Dijelaskan, setelah dua kali masa inkubasi atau dua minggu tidak ada lagi kasus baru di sebuah daerah, maka KLB dinyatakan berhenti. Penanganan difteri yang sangat krusial adalah pencegahan melalui imunisasi di setiap daerah. (lut)

Berita terkait
0
Langkah Emma Raducanu Terhenti di Babak Kedua Wimbledon 2022
Petenis Inggris, Emma Raducanu, unggulan No 10, dikalahan petenis Prancis, Caroline Garcia, di babak kedua grand slam Wimbledon 2022