Warga Damaskus Tetap Lestarikan Takriza di Tengah Krisis Ekonomi Suriah

Warga Damaskus melestarikan tradisi mereka meskipun banyak perubahan yang mereka hadapi akibat krisis ekonomi yang berkecamuk di Suriah
Seorang anggota band rumah Damaskus menampilkan tarian tradisional selama \'Takriza\', piknik yang berlangsung selama seminggu terakhir sebelum Ramadan di Damaskus, Suriah, 11 Maret 2023. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Firas Makdesi)

TAGAR.id, Damaskus, Suriah - Warga Damaskus, Suriah, masih berupaya mempertahankan Takriza, tradisi piknik terakhir mereka sebelum Ramadan, meskipun krisis ekonomi mengubah banyak hal dalam hidup mereka.

Warga Damaskus melestarikan tradisi mereka meskipun banyak perubahan yang mereka hadapi akibat krisis ekonomi yang berkecamuk di Suriah. Satu di antara tradisi itu adalah Takriza, piknik yang berlangsung pada sepekan terakhir sebelum Ramadan.

Namun Takriza tahun ini berlangsung dengan beban ekstra karena krisis tersebut. Bekal makanan mereka jadi lebih sederhana, dari yang umumnya daging panggang menjadi makanan rumahan biasa.

Hana Fawaz, warga yang menikmati Takriza, mengatakan, "Selama perang, kami kehilangan banyak hal. Kami takut berpiknik dan Takriza karena mortir dan perang. Sewaktu perang berakhir, perang ekonomi baru muncul. Orang tidak memiliki sarana ekonomi untuk piknik dan membeli daging untuk dipanggang. Terlepas dari semua itu, Takriza tetap eksis meskipun menggunakan cara-cara lebih sederhana. Misalnya, orang-orang membawa makanan dan camilan dari rumah. Takriza sekarang lebih mengenai pertemuannya, bukan makanannya.”

Anggota band tradisional DamaskusPara perempuan duduk bersama di sebuah taman selama \'Takriza\', piknik yang berlangsung selama seminggu terakhir sebelum Ramadan di Damaskus, Suriah, 11 Maret 2023. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Firas Makdesi)

Ghassan Moghrabieh adalah pemilik sebuah taman pribadi. Di taman tersebut, orang harus membayar 2.550 lira (sekitar Rp 5.100) untuk tempat duduk saja. Pengunjung bebas membawa makanan mereka sendiri.

Moghrabieh mengatakan,"Mereka yang datang piknik membawa makanan sederhana seperti kacang, hummus dan hidangan masakan sendiri. Hanya lima persen pengunjung yang makan daging panggang tahun ini, benar-benar sangat sedikit. Tahun lalu situasinya lebih baik daripada tahun ini. Tahun ini hanya lima persen yang makan daging panggang. Mereka semua makan masakan rumahan. Dulu makanannya lebih banyak daripada sekarang.”

Keruntuhan ekonomi Suriah, yang dipicu konflik bertahun-tahun, sanksi-sanksi Barat, krisis mata uang dan hilangnya wilayah penghasil minyak di bagian timur laut dari kontrol pemerintah, mendorong jutaan orang semakin dalam terjerumus ke kemiskinan setiap tahun.

Para perempuan duduk bersama di sebuah taman selama TakrizaAnggota band tradisional Damaskus tiba di taman dengan kereta kuda selama \'Takriza\', piknik yang berlangsung selama seminggu terakhir sebelum Ramadan di Damaskus, Suriah, 11 Maret 2023. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Firas Makdesi)

Dengan pendapatan negara yang terus merosot, pihak berwenang terpaksa memangkas subsidi yang membantu warga Suriah dalam menghadapi dampak terburuk krisis. Pemerintah juga bersusah payah membeli bahan bakar impor setelah perang di Ukraina meningkatkan harga energi dunia.

Untuk mendorong warga Damaskus melestarikan Takriza di tengah himpitan ekonomi, band Damascene House menyelenggarakan Takriza di mana mereka menampilkan tari-tarian tradisional serta pembacaan dongeng dan puisi yang menarik banyak pengunjung.

Takriza diselenggarakan di Rabwa, bagian timur Ghouta dan ruang hijau lainnya yang mengelilingi Damaskus. Takriza biasanya diadakan pada penghujung bulan Syaban, bulan kedelapan dalam kalendar Islam, dan tepat sebelum dimulainya bulan suci Ramadan. (uh/ab)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
WFP Sebut Separuh Rakyat Suriah Hadapi Kelaparan
Untuk memastikan bantuan makanan terus mengalir ke para korban gempa yang menghadapi kelaparan setelah belasan tahun perang