Untuk Indonesia

Tidak Ada Karma Ahok

'Bagi saya korupsi dan kebejatan seseorang gak ada hubungannya dengan membenci Ahok.' - Eko Kuntadhi
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah). (Foto: Instagram/basukibtp)

Oleh: Eko Kuntadhi

Bagi saya korupsi dan kebejatan seseorang gak ada hubungannya dengan membenci Ahok.

Jika dulu orang secara politik berseberangan dengan Ahok. Atau mereka ikut secara aktif mengecam Ahok pada kasus Al Maidah 51, kini beberapa orang tersebut terseret kasus, itu bukan karena karma Ahok sedang bekerja. Bagi saya keduanya terpisah.

Pertama, kasus Ahok memang kasus politik dan bukan kasus agama. Dia bicara biasa saja di Pulau Seribu di hadapan nelayan. Tapi dalam sebuah momen politik, agama yang sakral ditarik-tarik untuk urusan Pilkada. Orang-orang politik yang waktu itu berseberangan dengan Ahok sebetulnya tahu, statemen tersebut tidak benar-benar menyangkut perasaan beragama mereka.

Tapi mumpung Ahok salah dan itulah satu-satunya cara mengalahkannya di Pilgub DKI, maka mereka mengeksploitasi seolah statemen Ahok menyinggung perasaan beragamanya. Dengan demikian rakyat bisa dimobilisir untuk mengalahkan Ahok.

Politisi yang dengan gampang memainkan isu agama yang sakral, sejatinya dia akan menggunakan cara apa pun untuk menang atau untuk menikmati kekuasaan. Wong soal Tuhan saja mereka berani mengeksploitasi apalagi persoalan lain. Artinya ada tabiat dasar mereka yang menghalalkan segala cara untuk menang.

Ahok dihancurkan bukan karena dia kepleset mulutnya. Tapi yang jauh lebih penting adalah sikap keras pada korupsi bisa membangunkan rakyat dalam menilai sebuah kepemimpinan. Di sinilah para politisi itu merasa keberadaan orang seperti Ahok bisa menjadi duri bagi mereka.

Jadi jika belakangan banyak politisi yang dulu gemar menista Ahok terkena kasus hukum kasus korupsi, bukan karena karma sedang bekerja. Tapi lebih karena mereka memang punya cara pandang yang berbeda dalam menjalankan amanah.

Kedua, Ahok bukan manusia suci. Ketika dia diperlakukan tidak adil oleh orang lain, tidak lantas orang terkena karma akibat ulahnya. Perlakuan mereka terhadap Ahok dengan terjeratnya beberapa mereka dalam kasus hukum bisa sama sekali tidak berhubungan. Itu adalah tindakan yang masing-masing berdiri sendiri.

Di Jambi ada Zumi Zola. Gubernur ganteng yang tampil bak pahlawan menyerang Ahok. Dia mahir membakar rakyat Jambi dengan slogan-slogan agama waktu itu. Seperti mau memimpin perang. Ahok diposisikan musuh umat Islam.

Ahok, seorang Gubernur double minority, pasti tidak bisa melawan. Apalagi posisinya sedang terjepit. Zumi terus menancapkan tombaknya menyerang Gubernur dari Provinsi lain.

Kini Zumi mewek di depan pengadilan. Dia ditangkap KPK karena korupsi. Brankas berisi duit di rumahnya disita KPK. Mantan Gubernur Jambi ini menghadapi tuntutan hukum serius. Dia menangis memohon kepada jaksa agar meringankan tuntutannya. Dia mengiba menuntut belas kasihan. Padahal ketika mencuri duit negara, boro-boro mikirin bahwa uang itu sebetulnya milik rakyat. Apa dia gak kasihan dengan rakyat miskin yang barangkali saja punya hak atas uang di dalam brankas itu.

Ketika Ahok minta maaf hanya karena omongan yang disalahiartikan, apakah orang seperti Zumi berpikir untuk memaafkannya? Gak!

Tapiii kini dia minta dikasihani pengadilan karena sudah korupsi. Dia juga minta uang yang disita KPK dikembalikan. Dia berharap sistem hukum kasihan padanya.

Di Lampung ada seorang Bupati yang sikapnya mirip Zumi Zola. Ia adalah pembenci Ahok. Adik Zulkifli Hasan ini sekarang nasibnya mirip Zumi Zola, ditangkap KPK karena korupsi.

Ada juga Dahnil Anzar Simanjuntak. Dari statemen dan tuitnya Dahnil menunjukkan sebagai pembenci Ahok juga. Kalau kini ia sedang berurusan dengan polisi karena kasus korupsi - baru sebatas saksi - bukan berarti itu terjadi karena karma Ahok. Kasus itu juga berdiri sendiri.

Begitupun ketika First Travel dan Abu Tour terbongkar kasus penipuannya. Bukan karena pemilik kedua biro umrah itu sangat membenci Ahok. Toh, penipuan yang mereka lakukan sudah berlangsung lama.

Sebab banyak juga pejabat  yang sama sekali tidak menunjukkan kebenciannya pada kasus Ahok, Karena dia korupsi, toh berurusan juga dengan hukum.

Jika sebagian pengikut Rizieq gemar bicara soal efek mubahalah yang sering digembar-gemborkan itu, yang langsung dituduhkan pada mereka yang berseberangan pandangan dengan Rizieq ketika terkena musibah. Saya rasa sebagian pengikut Ahok juga terkena virus serupa. Mereka sering menempel-nempelkan kasus yang menyeret pembenci Ahok bahwa karma Ahok sedang bekerja.

Cara berpikir keduanya sama saja.

Kita harus memulai cara berpikir yang lebih rasional. Sikap-sikap seperti itu hanya menunjukkan irasionalitas kita.

*Penulis adalah Pegiat Media Sosial

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.