Tetap Sehat di Tahun Politik, Denny Siregar: Di Medsos Jangan Baperan

Tetap sehat di tahun politik, Denny Siregar: Di medsos jangan baperan, itu saja kuncinya.
Denny Siregar (kedua dari kiri) bersama kawan-kawan sesama pegiat media sosial dalam sebuah kesempatan. (Foto: Facebook/Denny Siregar)

Jakarta, (Tagar 19/10/2018) - Pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) berlangsung bersamaan pada tahun 2019. Menemukan postingan-postingan berkonten politik di media sosial adalah sesuatu yang nyaris tak bisa dihindari. Atau barangkali Anda termasuk yang senang membuat konten politik di media sosial?

Pemilihan umum di Indonesia masih menganut asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia). Namun pada poin terakhir, Rahasia, tampaknya sudah usang. Di era digital ini merupakan hal yang lazim, netizen menyampaikan dukungan pada tokoh politik tertentu di akun media sosialnya. 

Sudah menjadi hal biasa, netizan menunjukkan secara terbuka, mendukung Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. Namun demikian, bukan berarti tak ada yang memilih menyimpan sendiri dalam hati pilihan politiknya. 

Pendukung capres bisa dibilang terbagi dalam tiga kelas, silent, biasa-biasa saja, dan pendukung garis keras.

Penganut silent merasa tidak harus menunjukkan pilihan politiknya secara terbuka di media sosial, namun bukan berarti mereka tidak peduli dengan politik. Sementara tipikal yang biasa-biasa saja, sekali waktu ikut nimbrung ngomongin politik di media sosial, bikin status politik atau komen di status politik teman, tidak melakukan itu pun tidak apa-apa. 

Sedangkan pendukung garis keras bisa dikatakan tiada hari tanpa membahas politik di media sosial, terutama berkaitan dengan jagoannya di pilpres. Masing-masing kubu memiliki pendukung garis keras. Tak jarang terjadi benturan pemikiran di antara mereka. 

Ketika sang jagoan diserang kubu lawan, sementara serangannya dinilai tidak sesuai data dan fakta, para pendukung garis keras siap melancarkan serangan balasan dengan argumen dan data-data pendukung. 

Tidak semua orang bisa menikmati hiruk-pikuk perbincangan politik di media sosial. Apalagi ketika melihat netizen menyebar hoaks atau berita palsu, bisa membuat emosi naik, "jantungan", bawaannya ingin marah. Tentu hal semacam ini menjadi kontraproduktif. Umumnya orang memakai media sosial untuk bersenang-senang, tapi bukan kesenangan yang didapat, malah mental yang tidak sehat, stres, karena dipicu hal-hal tersebut di atas. 

Agar tetap nyaman bermedia sosial di tahun politik, tetap sehat raga dan jiwa, kuncinya adalah tidak emosional atau tidak baperan, kata penulis dan pegiat media sosial Denny Siregar.

"Kalau saya menggunakan media sosial itu sebagai permainan saja. Tidak harus emosional di dalamnya, tidak ingin cepat-cepat menyebarkan berita," kata Denny dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (18/10) mengutip kantor berita Antara.

"Pokoknya di medsos jangan baperan. Itu saja kuncinya," tambahnya.

Denny lebih lanjut menjelaskan bahwa orang-orang yang ingin cepat-cepat menyebarkan berita agar mereka lebih diakui oleh orang lain. Sedangkan dirinya lebih cenderung tak terburu-buru menyebarkan berita dan melihat atau mengkroscek kepada berita yang lain terlebih dahulu.

"Makanya saya lebih suka menggunakan Facebook karena (platform ini) bisa menjelaskan, bukan kepingan-kepingan informasi yang saya lemparkan begitu saja," katanya.

Menurutnya tidak banyak orang mampu seperti itu mengingat pengguna sosial media bukan untuk memberikan penjelasan kepada orang lain, melainkan untuk menonjolkan dirinya.

"Ini yang susah. Makanya ketika mereka tidak bisa menonjolkan dirinya di Facebook karena sudah banyak tulisan, Instagram mulai menjadi pilihan mereka. Poinnya cuma di sana," ujar Denny.

Media sosial, kata Denny, lebih kepada media sosial dan yang terjadi sekarang ini adalah orang-orang itu lebih menonjolkan kepribadian dan emosinya.

Saat ini, menurut dia, sejak adanya undang-undang ITE dan tindakan tegas dari aparat hukum membuat para pengguna media sosial yang cenderung ingin menonjolkan diri maupun emosinya lebih menahan diri. []

Berita terkait
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.