Telaah - Masih Taruna Akpol Saja Sudah Jadi Pembunuh

Apakah kasus kekerasan di Akpol benar-benar baru pertama kalinya terjadi? Ataukah sudah kesekian kalinya namun "disembunyikan" hingga detik ini?
Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono (kiri) didampingi Gubernur Akademi Polisi (AKPOL) Irjen Pol Anas Yusuf (kanan) menunjukkan barang bukti terkait kasus meninggalnya taruna tingkat II Akpol Brigadir Dua Taruna Mohammad Adam saat gelar kasus tersebut di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (20/5) malam. Pihak kepolisian menetapkan 14 tersangka dari senior taruna tingkat III Akpol dan berhasil mengamankan 18 barang bukti. (Foto: Ant/Aji Setyawan)

Semarang, (Tagar 22/5/2917) - Seorang taruna Akademi Kepolisian atau Akpol harus mati secara sia-sia karena disiksa oleh sekitar 14 taruna senior, sehingga yang bisa menjadi pertanyaan apakah kasus kekerasan oleh calon-calon aparat keamanan ini benar-benar baru pertama kalinya terjadi di kampus di Semarang ataukah yang sudah kesekian kalinya namun "disembunyikan" hingga detik ini.

Muhammad Adam yang baru berusia sekitar 20 tahun harus kehilangan nyawanya setelah dihajar habis-habisan oleh para seniornya yang ternyata sama sekali tidak menunjukkan keseniorannya karena berulang kali memukuli dadanya sehingga harus meninggal pada hari Kamis, 18 Mei 2017.

Akibat kematian tarunanya itu,, Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Polisi Anas Yusuf cuma bisa meminta maaf kepada orang tua dan anggota keluarga Muhammad Adam..

"Saya selaku Gubernur Akpol dan mewakili civitas sangat menyesalkan kejadian ini. Sudah kami sampaikan berulang kai bahwa tidak boleh ada tindakan kekerasan di Akpol," kata Gubernur Akpol ini.

Anas Yusuf boleh saja meminta maaf sejuta kali atas kasus tindak kekerasan ini. Namun dia perlu mengingat bahwa kematian Muhammad Adam ini merupakan suatu pukulan yang sangat telak bagi keluarganya.

Jutaan orang di Tanah Air pasti sudah melihat tayangan di berbagai televisi yang memperlihatkan tangis dan sedu sedan keluarga almarhum akibat meninggalnya Muhammad Adam tersebut.

Seorang ibu yang dengan susah payah selama sembilan bulan harus mengandung anaknya cuma bisa menangisi putranya itu yang diharapkan bisa menjadi kebanggaan dan tulang punggung keluarga tiba-tiba saja harus sudah "pergi" untuk selamanya akibat kebobrokan sekitar 14 kakak kelasnya yang sama sekali tidak bisa memperlihatkan keseniorannya..

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Condro Kirono menyatakan pihaknya telah menetapkan status tersangka peda belasan calon perwira itu yang melakukan penyiksaan di sebuah gudang berukuran empat kali delapan meter.

Polda Jawa Tengah dan jajaran Akademi Kepolisian pasti kini pontang-panting untuk menyidik kasus kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa yang pasti merupakan tidak termaafkan.

Namun kasus terbunuhnya taruna Akpol tingkat dua oleh taruna tingkat tiga itu telah menimbulkan sejumlah pertanyaan, mulai dari apakah ini benar-benar merupakan kasus kekerasan yang pertama kalinya terjadi di kampus yang didirikan untuk melahirkan para calon perwira menengah atau yang sudah kesekian kalinya terjadi.

Kemudian apakah selama menjadi taruna dilibatkankah para ahli psikologi dan psikiater untuk memeriksa aspek psikologis para taruna yang jumlahnya ratusan atau ribuan itu? Masih ada berbagai pertanyaan yang patut diajukan kepada pimpinan Akpol misalnya apakah setiap malam atau setiap detik dilakukan pemeriksaan terus-menerus terhadap seluruh taruna tanpa kecuali?

Perlu juga dijawab pertanyaan apakah para taruna penyiksa itu berlatar belakang keluarga polisi juga sehingga berani berbuat kurang ajar ataukah mereka cuma dari keluarga yang biasa-biasa saja? Kampus kedinasan selama beberapa bulan terakhir ini, rakyat di Tanah Air telah berulang kali mendengar adanya tindak kekerasan di berbagai kampus milik pemerintah yang biasa disebut kampus kedinasan yang pada umumnya berujung pada kematian.

Contohnya adalah kematian seorang siswa di Sekolah Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah. Kemudian di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di ibu kota Jakarta. Sebelumnya di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.

Masyarakat pasti membayangkan bahwa karena kampus-kampus itu adalah milik pemerintah maka tentu keamanannya pasti 100 persen. Tapi ternyata kok tidak aman? Hampir bisa dipastikan bahwa tindak kekerasan itu baik langsung maupun tidak langsung menyimpulkan bahwa pimpinan kampus atau sekolah berkesimpulan bahwa situasinya aman dan terkendali sehingga tidak diperlukan pengawasan ekstra ketat.

Akan tetapi kenyataanya adalah bahwa kekerasan masih saja tetap terjadi yang dilakukan taruna senior terhadap juniornya.

Jika kembali ke kasus di Akademi Kepolisian, maka masyarakat hampir bisa dipastikan sadar bahwa karena yang didik adalah para calon perwira yang nantinya bisa menjadi kapolres, kapolda bahkan kapolri maka tentu pasti ada jaminan bahwa situasi di sana adalah pasti aman alias kondusif. Namun kenyatan, yang ada adalah berbalikan.

Jadi apa yang bisa diharapkan dari pimpinan Polri? Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian tentu sangat diharapkan masyarakat bisa mengkaji ulang atau mempelajari secara menyeluruh kurikukum di kampus Semarang itu.

Selain berbagai ilmu kepolisian seperti reserse dan kriminal, disaster victim identification atau DVI maka kepada para para taruna harus diajarkan bagaimana bersikap ksatria atau sopan-santun Tindak penyiksaan terhadap Muhammad Adam bisa disimpulkan ke-14 taruna "tak tahu diri" itu sama sekali tidak menguasai atau menghormati bagaimana bersikap santun dan rendah hati terhadap orang yang statusnya di bawahnya.

Bisa diperkirakan jika ke-14 taruna penyiksa ini nantinya lulus dari Akpol dan kemudian bertugas di lapangan Kalau situasi itu dibiarkan terus terjadi maka apa jadinya Kepolisian Republik Indonesia pada masa mendatang? Bisa-bisa terjadi adalah sebagian anggota Polri adalah abdi masyarakat yang tidak tahu diri bagaimana harus berhadapan dengan rakyat yang pada dasarnya merupakan tuannya.

Kejadian tewasnya Muhammad Adam seharusnya dijadikan titik tolak oleh Tito Karnavian untuk mempelajari ulang seluruh kurikukum Akpol serta tata cara kehidupan di kampus Semarang itu sehingga semua lulusannya benar- benar menjadi abdi bangsa dan pengayom masyarakat dan sama sekali tidak menjadi penindas atau penyiksa masyarakat terutama "si kecil".

Kematian taruna ini harus dijadikan dasar untuk memperbaiki diri oleh jajaran Akpol guna menghasilkan perira-perwira muda yang hanya memiliki satu tekad yakni mengabdi tanpa pamrih kepada rakyat.

Contohlah Jenderal Polisi Hugeng Imam Santoso dan juga Jenderal Awaluddin Jamin yang bisa dianggap sebagai polisi yang baik. (Fet/Ant/Arnaz Firman)

Berita terkait
0
Cara Download Lagu-lagu Viral di TikTok
Berikut cara convert YouTube MP3 download lagu TikTok yang bisa dilakukan untuk mengunduh lagu yang diinginkan.