Tanda-tanda Kubu Prabowo-Sandi Panik Hadapi Kubu Jokowi-Ma'ruf

Berikut ini tanda-tanda kepanikan kubu Prabowo-Sandi hadapi kubu Jokowi-Ma'ruf.
Pasangan calon presiden-wapres Joko Widodo (kedua kanan)-Ma'ruf Amin (kanan) dan Prabowo Subianto (kedua kiri)-Sandiaga Uno (kiri) menunjukkan nomor urut Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (21/9/2018). Pasangan calon presiden dan wapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan nomor urut 01, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 02. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Jakarta, (Tagar 11/10/2018) - Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai Koalisi Prabowo-Sandi terlihat panik dan tidak percaya diri dalam menghadapi kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Hal itu menurut dia terlihat dari pernyataan beberapa elit koalisi tersebut yang menyebut mereka dikepung karena kekuatan logistik seperti media, pengambil kebijakan politik, dan aktor bisnis berpihak pada Jokowi-Ma'ruf.

"Pernyataan beberapa elit koalisi Prabowo-Sandiaga seperti Hidayat Nur Wahid itu merepresentasikan kepanikan dan juga ekspresi ketidakpercayaan diri di internal tim Prabowo-Sandi," kata Khoirul Umam di Jakarta, Kamis mengutip Antara.

Dia menjelaskan kuatnya pengkutuban kekuatan logistik ke salah satu kubu, dipengaruhi dua hal, pertama, para "stakeholders" itu bersikap rasional dengan mempertimbangkan potensi untung-rugi dan peluang kemenangan masing-masing kubu.

Kedua menurut dia, pengkutuban itu terjadi karena penantang belum mampu menemukan formula narasi dan argumen politik yang solid dan memadai untuk mendeligitimasi kredibilitas petahana.

"Hal itu ditunjukkan dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah," ujarnya.

Untuk itu menurut dia, dalam rentang waktu tujuh bulan ke depan, kubu Prabowo-Sandi masih berpeluang mempengaruhi pilihan politik publik, termasuk mempengaruhi arah politik para "stakeholders" demokrasi.

Dia menjelaskan caranya adalah membangun rasionalisasi di tingkat elit dan akar rumput untuk menjelaskan titik lemah kebijakan pemerintah sekarang dan memberikan alternatif kebijakan publik yang solutif bagi terbentuknya tata kelola pemerintah yang efektif, responsif, transparan serta akuntabel.

"Jika rasionalitas itu terbangun, dukungan elit dan masyarakat di akar rumput akan bergeser secara otomatis mengikuti arah logika dan nalar politik publik yang logis dan terukur," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Koalisi Prabowo-Sandi, Hidayat Nur Wahid (HNW) mengakui Prabowo Subianto dikepung dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, misalnya bagaimana mungkin birokrasi seolah-olah diarahkan mendukung Joko Widodo.

Hidayat juga mengakui pemberitaan beberapa media massa condong ke koalisi Jokowi-Ma'ruf karena para pemilik media-media tersebut berafiliasi ke koalisi tersebut.

Karena itu menurut dia, independensi pemberitaan media menjadi hal yang dipertaruhkan dalam Pilpres 2019.

"Lalu belum lagi terkait masalah para konglomerat, kalau dulu dalam konteks Pilkada DKI Jakarta ada istilah sembilan naga dan ini semacam itu juga terjadi," ujarnya.

Hidayat juga menilai Prabowo juga dikepung lembaga survei yang mengeluarkan hasil surveinya namun pihaknya meyakini kedaulatan memilih ada di tangan rakyat bukan pada lembaga survei.

Menurut dia, Prabowo sangat memahami bahwa lembaga survei bukan segala-galanya yang bisa mengepung dan kemudian mengambil hati nurani dan kedaulatan rakyat. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.