Tak Harus Jadi Birokrat, Ahok Bisa Ikuti Jejak Gus Mus dan Buya Syafii

Dua tokoh kharismatik, Gus Mus dan Buya Syafii, berada di luar pemerintahan dan tetap terhormat. Akankah Ahok mengikuti jejaknya?
Kiai Ahmad Mustofa Bisri akrab disapa Gus Mus (kiri) bersama Buya Syafii Maarif (kanan). (Foto: Instagram/Ahmad Mustofa Bisri)

Jakarta, (Tagar 25/1/2019) - Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok BTP telah bebas dari penjara. Banyak pendukungnya mengharapkan ia kembali ke dunia politik. Mereka berpikir, Ahok dengan segala potensi kepemimpinannya, sangat sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk membangun negara, membangun masyarakat. 

Sering terbaca percakapan di media sosial, para pendukungnya memikirkan peran-peran di birokrasi yang cocok untuk Ahok. Ada yang berpendapat kalaupun tak jadi gubernur misalnya, Ahok bisa diplot sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketegasannya akan menggebuk koruptor-koruptor yang tidak kapok-kapok di negeri ini. 

Ada pula yang mengusulkan Ahok ditempatkan sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Dengan kapasitasnya, Ahok dinilai mampu menggerakkan kepala daerah di seluruh Tanah Air untuk bekerja secara bersih, transparan dan profesional. Ahok juga dinilai akan mampu menyelamatkan dana anggaran yang rawan dikorup.

Ahokers, barisan pendukung Ahok juga menilai Ahok sangat layak menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi, bahkan Ahok juga dinilai cocok menjadi calon presiden untuk Indonesia.

Ketika Ahok harus mendekam di balik jeruji besi, Ahokers sempat dan masih ada yang bersedih, kecewa, emosi campur aduk, memikirkan idolanya tersebut. Sebab, mereka berasumsi Gubernur DKI Jakarta periode 19 November 2014 hingga 9 Mei 2017 itu tak pantas mendapat vonis penjara. Ahok tidak melakukan penistaan agama. Ahok hanya mengkritisi politikus yang suka memanfaatkan Surat Al Maidah 51 untuk kepentingan politik.

Sampai sekarang para Ahokers memiliki keyakinan, BTP sangat layak memegang peran penting lagi di pemerintahan. Apa pun jabatannya, seorang BTP dinilai layak punya peran di pemerintah. 

Sebenarnya, para pendukung Ahok tak perlu berkecil hati walaupun Ahok tidak jadi birokrat. Di manapun Ahok bisa berperan, tak harus di pemerintahan. Ahok bisa mengikuti jejak tokoh kharismatik seperti Gus Mus dan Buya Syafii yang tetap terhormat walaupun berada di luar pemerintahan.

Untuk lebih mengenal tokoh kharismatik Gus Mus dan Buya Syafii yang juga dikagumi oleh Ahok, berikut ini profil Gus Mus dan Buya Syafii.

1. Gus Mus

KH Ahmad Mustofa Bisri atau biasa dikenal dengan panggilan Gus Mus merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang juga dikenal banyak orang sebagai seniman nyentrik. Gus Mus pernah duduk di Senayan sebagai anggota MPR periode tahun 1992-1997. Ia kerap menulis puisi dan melukis. Karya-karyanya yang halus namun tajam, menohok banyak kalangan tak jarang menimbulkan kontroversi.

Selain puisi, Gus Mus merupakan penulis Tafsir Al-Ibris yang masyhur.Kemampuannya menerjemahkan kitab-kitab klasik berbahasa Arab menjadi bacaan indah sekaligus mudah dipahami, telah dikenal luas.

Tulisan Gus Mus sudah banyak dimuat berbagai media masa sejak ia berusia remaja. Bahkan menurut sebuah artikel di Gusmus.Net, Gus Mus pernah menggunakan nama M Ustov Abi Sri sebagai pseudonimnya untuk menghindarkan diri dari 'bayang-bayang' nama besar ayahnya. 

Pentas baca puisinya yang pertama (1980-an) menuai banyak pujian dan Gus Mus segera dikukuhkan kehadirannya sebagai bintang baru dalam dunia kepenyairan Indonesia. Ia menjadi satu-satunya penyair Indonesia yang menguasai sastra Arab, bukan sekadar terjemahannya.

Kini sajak-sajak Gus Mus terpampang hingga ruangan kampus Universitas Hamburg (Jerman). Tulisannya tersebar luas di antaranya bisa kita baca di Intisari, Horison, Kompas, Tempo, Detak, Editor, Forum, Humor, DR, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Wawasan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Jawa Pos, Bali Pos, Duta masyarakat (Baru), Pelita, Panji Masyarakat, Ulumul Qur’an, Ummat, Amanah, Aula, Mayara. Pada majalah Cahaya Sufi (Jakarta), MataAir (Jakarta), MataAir (Yogyakarta), Almihrab (Semarang) Gus Mus duduk sebagai Penasihat.

Karier Politik Gus Mus bermula karena kegemarannya berorganisasi. Sewaktu kuliah di Al Azhar Cairo, bersama KH Syukri Zarkasi ( Pengasuh Ponpes Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur), Gus Mus menjadi pengurus HIPPI (Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia) Divisi Olahraga. Di HIPPI pula Gus Mus pernah mengelola majalah organisasi (HIPPI) berdua saja dengan KH Abdurrahaman Wahid (Gus Dur).

Tidak berbeda dengan para kiai lain yang memberikan waktu dan perhatiannya untuk NU (Nahdlatul Ulama), sepulang dari Cairo Gus Mus berkiprah di PCNU Rembang (awal 1970-an), Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa Tengah (1977), Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, hingga Rais Syuriyah PBNU (1994, 1999). Tetapi mulai tahun 2004, Gus Mus menolak duduk dalam jajaran kepengurusan struktural NU. Pada pemilihan Ketua Umum PBNU 2004-2009, Gus Mus menolak dicalonkan sebagai salah seorang kandidat.

Riwayat Pendidikan Gus Mus:

Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (MHM), Lirboyo, Kediri ( 1958 )

PGI Krapyak, Yogyakarta ( 1961 )

Jurusan Keislaman dan Bahasa Arab, Fakultas Syari'ah & Qonuun, Alqismil'ali, Al Azhar University, Cairo, Mesir ( 1971 )

Pondok Pesantren TPI, Rembang ( 1964 )

Kursus Bahasa Perancis, Mesir ( 1969 )

Riwayat Karier dan Organisasi Gus Mus:

Wakil Direktur Madrasah Tsanawiyah Aliyah Raudltut Tholibin Rembang

Guru Mualimin & Muallimat, Rembang ( 1977 )

Guru kursus Bahasa Arab Pondok Pesantren Al Hidayah, Lasem, Jawa Tengah ( 1972 - 1973 )

Pembantu Bagian Penerangan KBRI di Jeddah dalam Musim Haji

Departemen Luar Negeri (1970-1971)

Anggota MPR (1992-1997)

Organisasi:

Sekretaris Jam'yah Tholabah Islamiyah, Rembang.

Pengurus TPI, Rembang

Ketua Bagian Kesejahteraan PPI, Cairo

Anggota Pengurus & Sekretaris Kaum Muda Nahdlatul Ulama (KMNU) Konsulat Cairo

Pembantu Jam'iyah NU Cabang Rembang

Sekretaris Yayasan Pendidikan Islam, Rembang

Pengurus Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Cabang Rembang (1962-1971)

Pendiri/Sekretaris Umum Majelis Qoro'atul Qur'an PPI, Cairo (1962-1971)

Staf Koordinator Penyambutan Presiden RI, Cairo (1965)

Peserta Kegiatan yang diselenggarakan Kedutaan Besar/Masyarakat Indonesia, Cairo (1966 - 1971)

Pembina/Penasihat Majelis Ta'lim Angkatan Muda NU, Rembang (1972-1974)

Ketua Umum Pondok Pesantren TPI, Rembang (1972-1974)

Anggota Dewan Hakim, MTQ Tingkat Kabupaten dan Karesidenan (1974-1976)

Anggota Dewan Pertimbangan DPP PKB (2000-2005).

Gus Mus dan Buya SyafiiGus Mus dan Buya Syafii berpelukan. 'Melepas kerinduan,' tulis Gus Mus bersama foto ini di akun Instagramnya. (Foto: Instagram/Ahmad Mustofa Bisri)

2. Buya Syafii

Ahmad Syafii Maarif akrab disapa Buya Syafii adalah tokoh toleransi lintas agama. Ia pernah menjadi Ketua Umum Muhamadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute. Ia dikenal publik sebagai sosok yang kritis dan plural.  

Sebagian pihak menilai, Syafii tak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, termasuk pada teman-temannya sendiri.  Dalam Pemilihan Presiden 2014, ia tergolong pendukung Jokowi. 

Jelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Syafii tampak tidak ragu untuk mendukung Ahok yang tidak disukai sebagian orang Islam.

Sebagai pengajar, ia tergolong pengajar yang rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam. Tulisannya, dulu sering dimuat di surat kabar Republika, dalam rubrik resonansi. 

Syafii tak segan-segan memfotokopy tulisannya itu dan dibagikan gratis ke mahasiswa-mahasiswanya. Karirnya dimulai menjadi guru di sekolah Muhamadiyah, sebelum meneruskan belajar di Universitas Cokroaminoto dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta. 

Saat ini dia adalah Profesor Emiritus di beberapa kampus di Yogyakarta, termasuk almamaternya.

Ia baru lulus S-1 menjadi Doktorandus tahun 1968. Ia lalu mengikuti kuliah Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Tengah, Universitas Chicago. 

Bersama Nurcholish Madjid dan Amien Rais, ia termasuk 'Pendekar dari Chicago'. Disertasinya adalah Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia

Setelahnya ia mengajar di almamaternya, IKIP Yogyakarta yang belakangan berubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), sebagai dosen sejarah dan guru besar. Mata kuliahnya yang banyak diminati mahasiswa-mahasiswa adalah Filsafat Sejarah.

Riwayat Pendidikan Buya Syafii:

SR Negeri Sumpur Kudus, Sumatera Barat  (1947)

Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Sumpur Kudus, Sumatera Barat

Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Lintau, Sumatera Barat

Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, Yogyakarta (1956)

BA, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Universitas Cokroaminoto Surakarta (1964)

S1, Jurusan Sejarah, IKIP Yogyakarta (1968)

S2, Jurusan Sejarah, Ohio University, Athens, Ohio, AS, (MA, 1980)

S3, Pemikiran Islam, Universitas Chicago, Amerika Serikat, (Ph.D, 1983)

Riwayat Karier Buya Syafii:

Tenaga Pendidik di Sekolah Muhammadiyah, Lombok Timur, NTB (1957-)

Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMP di Baturetno, Surakarta (1959-1963)

Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMA Islam Surakarta (1963-1964)

Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta  (1964-1969)

Dosen IKIP Yogyakarta (1967-1969)

Asisten dosen paruh waktu Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (1969-1972)

Asisten Dosen Sejarah Asia Tenggara IKIP Yogyakarta (1969-1972)

Dosen paruh waktu Sejarah Asia Barat Daya IKIP Yogyakarta (1973-1976)

Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1983-1990)

Profesor tamu di University of Iowa, AS (1986)

Dosen senior (paruh waktu) Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Kalijaga, Yogyakarta (1983-1990)

Dosen senior (paruh waktu) di UII Yogyakarta (1984-1990)

Dosen senior (paruh waktu) Sejarah Ideologi Politik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (1987-1990)

Dosen senior (pensyarah kanan) di Universitas Kebangsaan Malaysia (1990-1994)

Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1992-1993)

Profesor tamu di McGill University, Kanada (1992-1994)

Profesor Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1996)

Wakil Ketua PP Muhammadiyah (1995-1998)

Ketua PP Muhammadiyah (1998-2000)

Ketua PP Muhammadiyah  (2000- 2005)

Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia

Pemimpin Redaksi majalah Suara Muhammadiyah Yogyakarta (1988-1990)

Anggota Staf Ahli jurnal Ummul Qur'an (1988)

MAARIF Institute for Culture and Humanity (2002)

Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP). []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.