Taiwan Merupakan Pertaruhan Besar dalam Konflik Antara Amerika Serikat dan China

"Tidak seorangpun menginginkan perang,” imbuhnya. "Tapi perdamaian tidak datang dari langit.”
Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, bersama petinggi AL Taiwan. (Foto: dw.com/id - Taiwan Presidential Office/AP/picture alliance)

TAGAR.id - China bersikeras memaksakan “reunifikasi” dengan Taiwan. Sebaliknya Taipei dan Amerika Serikat (AS) semakin giat mempersiapkan perang. Ketegangan antara ketiga pihak berpotensi mencapai klimaks di tahun 2023. Richard Walker melaporkannya untuk DW.

Menjelang akhir tahun 2022, nada bicara Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, semakin gamblang. "Kita hanya bisa mencegah perang dengan mempersiapkan diri terhadap perang,” kata dia dalam sebuah pidato penutup tahun 2022.

"Tidak seorangpun menginginkan perang,” imbuhnya. "Tapi perdamaian tidak datang dari langit.”

Genderang perang saat ini sedang lantang dibunyikan oleh Beijing. "Kami di China meyakini bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan kita harus menyatukan kembali Taiwan,” kata Zhou Bo, bekas perwira tinggi militer China yang kini mengajar di Universitas Tsinghua, Beijing.

"Pertanyaannya adalah dengan cara apa? Apakah melalui cara damai atau dengan menggunakan kekerasan,” imbuhnya.

Reunifikasi damai adalah narasi yang giat didengungkan Presiden Xi Jinping. Dalam Kongres Partai Komunis, Oktober silam, dia berjanji "akan mengupayakan reunifikasi damai melalui kejujuran dan upaya terbesar.”

letak taiwanLetak geografis Taiwan (Sumber: worldmap1.com)

Ilusi penyatuan damai

Perkaranya, cuma 6,4 persen penduduk Taiwan yang menginginkan reunfikasi dengan China, menurut survei teranyar Universitas Nasional Chengchi. Jadi jika Beijing bersikeras memaksakan penyatuan kembali, perang adalah satu-satunya opsi.

Dalam skenario ini, warga Taiwan mencari tauladan dari perang Ukraina melawan invasi Rusia. "Bagi masyarakat Taiwan, perjuangan warga Ukraina adalah inspirasi,” kata Joseph Wu, Menteri Luar Negeri Taiwan belum lama ini.

"Kami ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kami memiliki level keberanian yang sama untuk membela tanah air sendiri.”

Pernyataannya itu sekaligus membiaskan pesan lain, bahwa serupa Ukraina, Taiwan hanya berpeluang melawan China jika mendapat dukungan militer, terutama dari Amerika Serikat.

nancy pelosi di taiwanKunjungan Ketua Parlemen AS, Nancy Pelosi, ke Taipei awal Agustus 2022 sempat menyulut kemarahan China. (Foto: dw.com/id - ASSOCIATED PRESS/picture alliance)

AS melawan China

Washington tidak bergeming. Presiden Joe Biden menutup tahun 2022 dengan mengucurkan bantuan militer senilai USD 10 miliar kepada Taiwan.

Belakangan Biden kian terang-terangan mengaku siap menanggalkan doktrin ‘ambiguitas strategis' jika China menginvasi Taiwan.

Namun berbeda dengan di masa lalu, sikap AS kini dilandasi konsensus umum di panggung politik yang tergolong langka. "Ada konsensus lintas partai yang kuat dalam melihat China sebagai ancaman nyata, secara ekonomi, teknologi, diplomasi dan militer,”kata Michele Flournoy, Direktur CNAS, sebuah wadah pemikir di Washington.

Taiwan ‘terjebak' di antara dua raksasa

Bagi Shelley Rigger, Guru Besar Studi Asia Timur di Davidson College, AS, demonstrasi politik di Washington justru semain membuat perang sulit dihindari.

"Banyak peristiwa yang kita lihat, termasuk kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan, malah memperkuat eskalasi bahaya terhadap Taiwan tanpa menghasilkan keuntungan apapun bagi Taiwan,” kata dia.

"Ketika AS dan China saling ancam, Taiwan terjebak di tengah,” imbuhnya.

November silam, Presiden Biden dan Xi Jinping melakukan pertemuan pertama di sela-sela KTT G20 di Bali, Indonesia. Perjumpaan itu diharapkan bisa memulihkan stabilitas keamanan di kawasan.

"Saya tidak sedang mencari konflik. Saya hanya ingin mengelola persaingan ini secara bertanggungjawab,” kata Biden kepada media saat itu. Sebagai bagian dari kesepakatan, Menlu AS Antony Blinken diundang berkunjung ke China awal 2023 nanti.

bendera nasional taiwanBendera nasional Taiwan pada upacara peringatan Pembantaian Tiananmen, 4 Juni 2022 di Taipei. (Foto: dw.com/id - Sam Yeh/AFP/Getty Images)

Memulihkan status quo

Bagi Flournoy, prioritas AS adalah "menggertak” China untuk tidak menyerang Taiwan. "Saya kira yang penting adalah bahwa Beijing memahami, jika mereka menginvasi dan menduduki Taiwan, mereka yang akan kalah.”

Menurut Kevin Rudd, bekas perdana menteri Australia, pertaruhan dalam konflik Taiwan bisa lebih besar ketimbang dalam perang melawan invasi Rusia di Ukraina.

"Risikonya adalah perang yang melibatkan tiga atau empat negara, termasuk tiga perekonomian terbesar di dunia, yakni AS, China dan Jepang. Yang kedua adalah korban jiwa sebanyak ratusan ribu warga sipil Taiwan. Ketiga adalah jumlah serdadu yang tewas dan terakhir, ambruknya perekonomian global.” (rzn/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Presiden Tsai Ing-wen Sebut Taiwan adalah Milik Rakyat Taiwan
Hal tersebut merupakan sebuah penolakan yang dilakukan secara berapi-api sebelum pemilu wilayah Taiwan
0
Taiwan Merupakan Pertaruhan Besar dalam Konflik Antara Amerika Serikat dan China
"Tidak seorangpun menginginkan perang,” imbuhnya. "Tapi perdamaian tidak datang dari langit.”