TAGAR.id – Menteri Luar Negeri (Menlu) Taiwan, Joseph Wu, berharap ada "lebih banyak suara dari Eropa" yang memperingatkan China akan ancaman stabilitas regional jika melakukan agresi terhadap pulau itu. Rosie Birchard melaporkannya untuk DW.
Menlu Joseph Wu, mengatakan bahwa perjalanannya baru-baru ini ke Eropa bertujuan menggalang dukungan. "Kami terus melakukan upaya agar ada lebih banyak suara (dari) Eropa untuk memperingatkan China: Bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan sangat penting," kata Wu dalam wawancara dengan DW dan media lain.
Saat ditanya apa yang dapat Uni Eropa (UE) lakukan untuk mencegah potensi agresi China, Wu mengatakan pernyataan UE baru-baru ini yang mengacu pada perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan peringatan terhadap perubahan status quo sepihak adalah "isyarat yang kuat".
"Jika diulangi dengan tingkat intensitas yang sama, saya pikir itu akan mengingatkan China bahwa agresi terhadap Taiwan tidak akan disambut baik oleh negara-negara Eropa," kata Wu.
China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan telah memperingatkan para pejabat dan politisi UE agar tidak mengadakan pertemuan dengan Wu selama perjalanannya baru-baru ini. UE tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan. Meski demikian, EU menjalin apa yang disebut "hubungan persahabatan" dengan pemerintah Taiwan.
Ketika ditanya tentang kunjungan Wu, juru bicara Komisi Eropa pada hari Jumat (16/06) mengatakan kepada wartawan bahwa mereka "tidak dalam posisi untuk mengonfirmasi pertemuan resmi antara perwakilan lembaga UE dan pengunjung dari Taiwan."
Masihkah UE netral jika AS-China berkonflik soal Taiwan?
Pemerintah Presiden China Xi Jinping mengatakan ingin mencapai "penyatuan kembali secara damai" dengan Taiwan. Namun, Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, baru-baru ini memperingatkan bahwa China "akan mencadangkan opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan." Ia beralasan bahwa tidak ada negara lain yang berhak "ikut campur" dalam "masalah Taiwan", demikian menurut media pemerintah.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengatakan bahwa Taiwan dapat mengandalkan dukungan pasukan AS jika terjadi "serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya" dari China. Bagaimana dengan sikap Eropa?
Sebuah survei yang diterbitkan awal bulan ini oleh Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri mengungkap bahwa mayoritas responden di 11 negara UE lebih memilih negara mereka tetap netral jika terjadi konflik antara Washington dan Beijing tentang Taiwan. Sekitar 60% orang Jerman memilih bersikap netral, dibandingkan dengan 23% yang memilih Berlin untuk mendukung Washington.
Ditanya tentang temuan survei tersebut, Wu mengatakan: "Negara-negara Eropa, untuk waktu yang lama, memikirkan tentang netralitas strategis dalam urusan internasional. Tapi itu mungkin berubah ketika realitas bergulir."
Taiwan inginkan kesepakatan investasi, Brussel menolak
Taipei juga mendorong kemungkinan disepakatinya perjanjian investasi bilateral dengan Uni Eropa. Brussel dan Taipei memiliki hubungan perdagangan yang tidak terkait dengan Beijing karena Taiwan sendiri adalah anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Wu mengatakan dia "sangat prihatin" bahwa kemungkinan kesepakatan investasi UE-Taiwan "tersandera", karena Brussel mempertimbangkan jalan ke depan pada perjanjian perdagangan dan investasi dengan China, yang dijuluki CAI, yang telah terhenti sejak 2021.
"Jika Anda melihat hubungan - keterkaitan erat - antara Taiwan dan UE secara ekonomi, saya pikir UE perlu mencari alternatif untuk memperkuat hubungan bilateral, ekonomi atau perdagangan, alih-alih terjebak oleh CAI, "kata Wu.
Seorang pejabat Uni Eropa mengatakan kepada DW bahwa tidak ada hubungan antara kedua masalah tersebut.
Juru bicara Komisi Perdagangan Eropa Miriam Garcia Ferrer mengatakan kepada DW bahwa Taiwan adalah "mitra ekonomi penting di kawasan ini." Ia menambahkan bahwa Taipei dan Brussel mengadakan dialog ekonomi secara rutin. Namun, belum ada kemajuan formal menuju kesepakatan sejak 2015, ketika blok tersebut memasukkan Taiwan dalam daftar mitra yang akan dijajaki untuk meluncurkan negosiasi. "Menegosiasikan Perjanjian Investasi Bilateral dengan Taiwan saat ini tidak direncanakan," katanya.
Investasi pembuatan chip di Jerman berlanjut
Menurut Uni Eropa, Taiwan memproduksi 90% semikonduktor tercanggih di dunia. Teknologi ini sangat penting untuk segala hal, mulai dari pembuatan mobil hingga perangkat medis. Brussel ingin meningkatkan produksi chip di Uni Eropa dan pada tahun 2022 meluncurkan rencana untuk membebaskan subsidi bagi produsen.
Saat blok tersebut mencoba menarik pembuat chip, Taiwanese Semiconductor Manufacturing Corp. (TSMC) sedang mempertimbangkan untuk mendirikan pabrik Eropa pertamanya di Jerman.
Ditanya apakah Taipei akan mencari keuntungan politik sebelum memberi lampu hijau pada rencana itu, Wu mengatakan: "Saya kira kami tidak memiliki persyaratan apa pun, baik dalam kasus investasi di Amerika Serikat atau di Jepang atau di Eropa."
"Jika Eropa telah memberikan insentif yang sangat positif dan berbicara dengan TSMC dengan cara yang membuat TSMC merasa nyaman bahwa investasi mereka di Eropa akan memberikan hasil yang sangat positif, investasi mereka di Eropa tentu tidak akan dihentikan oleh pemerintah," kata Wu.
UE mempertahankan apa yang disebut sebagai "kebijakan satu China". Blok itu "mengakui pemerintah Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintahan resmi China," kata juru bicara Komisi Eropa kepada DW. "Kami terlibat dengan Taiwan - mitra ekonomi dan teknologi tinggi yang memiliki pemikiran sama di kawasan - tetapi selalu tanpa pengakuan kenegaraan," kata dia. (ae/hp)/dw.com/id. []