Setop Beasiswa Mualaf, Pemkab Simalungun Dianggap Tak Pancasilais

Setop beasiswa mualaf, Pemkab Simalungan dianggap tak pancasilais. Lantaran mendiskriminasikan seseorang berdasarkan agamanya.
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). (Foto: ipb.ac.id)

Jakarta, (Tagar 31/7/2018) – Arnita Rodelina Turnip, seorang mahasiswi di Insitut Pertanian Bogor (IPB) harus bersedih hati. Pasalnya, beasiswa yang selama ini ia terima harus berhenti ditengah jalan.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, Sumatera Utara, menghentikan program Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada Arnita diduga lantaran Arnita telah menjadi mualaf (pindah agama).

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan menyesalkan atas kejadian tersebut. Menurutnya, berdasarkan isi Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak memilih agama yang diyakininya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

“Pertama menyesalkan hal itu terjadi, karena beragama merupakan hak asasi yang dilindungi konstitusi Pasal 29 bahwa negara menjamin kebebasan beragama,” pungkas Amirsyah saat dihubungi Tagar, Selasa (31/7).

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah TambunanWakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan. (Foto: Fakta.news)

Atas hal itu, lanjut Amirsyah, keputusan Arnita berpindah agama pun dinilai patut disyukuri lantaran dirinya telah memilih agama sesuai dengan kesadarannya tanpa paksaan.

“Beliau sadar pindah agama dari Nasrani ke Islam, patut disyukuri karena telah memilih agama yang sesuai dengan kedasarannya tanpa paksaan,” tandas Amirsyah.

Menurut Amirsyah, ini kali pertama kasus pendidikan yang terhambat karena alasan agama yang pernah ia dengar. Hal tersebut dinilai tak patut terjadi, mengingat Indonesia merupakan negara yang religius berlandaskan sila pertama Pancasila.

“Belum ada (kasus seperti ini sebelumnya),  karena itu mengejutkan kita bangsa yang religius berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sila pertama Pancasila,” tukasnya.

Amirsyah mengimbau kepada Dinas Pendidikan Simalungun dan Pemkab setempat untuk tidak menghentikan beasiswa untuk Arnita, apalagi dia termasuk mahasiswi berprestasi.

“Pemkab kita desak agar hak beasiswanya (Arnita) dikembalikan,” ucapnya mengakhiri pembicaraan dengan Tagar.

Pemkab Tak Pancasilais

Sementara itu, Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai Pemkab Simalungun, Sumatera Utara, tidak Pancasilais. Lantaran telah mendiskriminasikan seseorang berdasarkan agamanya.

“Kalau benar demikian, berarti Pemkabnya tidak Pancasilais. Harusnya tidak ada diskriminasi apapun dalam Pancasila, apalagi yang berhubungan dengan agama,” jelas Indra kepada Tagar, Selasa (31/7).

Atas kejadian ini, Indra menegaskan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera bertindak. Karena kata dia, sistem pemerintahan Indonesia harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Nggak boleh gitu. Kemendagri harus bertindak. Pemerintah Indonesia harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,” ucapnya.

Sekadar informasi, Arnita Rodelina Turnip adalah mahasiswa penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemkab Simalungun, Sumatera Utara bersama keluarganya dikabarkan pindah agama yang semula Nasrani menjadi Islam.

Akibat hal itu, Arnita terpaksa berhenti kuliah lantaran kehilangan beasiswanya. Bahkan, sampai saat ini sudah lima semester uang kuliah dan biaya hidup Arnita tertunggak karena tidak dibayarkan Pemkab Simalungun. Totalnya sekitar Rp 55 juta.

Lisnawati, ibunda Arnita, kemudian melaporkan pemberhentian beasiswa yang dialami putrinya kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut pada awal Juli 2018.

Ombudsman sudah menginvestigasi sementara laporan Lisnawati meski belum memeriksa langsung otoritas di Pemkab Simalungun, yaitu kepala Dinas Pendidikan.

Ombudsman menduga Dinas Pendidikan telah menciptakan aturan yang bermotif suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). [o]




Berita terkait