Sengkarut Proyek Meikarta di Mata DPRD Jabar

DPRD Jabar mengaku sudah melihat permasalahan perizinan proyek Meikarta sejak awal.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Abdul Haria Bobihoe mengatakan proyek Meikarta sedari awal bermasalah. Dia mengaku peringatan DPRD Jabar terkait proyek Meikarta bermasalah diabaikan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan atau pun pihak pengembang Lippo. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung (Tagar 20/12/2018) - Setelah Wakil Gubernur Dedy Mizwar dan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa dipanggil KPK sebagai saksi kasus suap proyek Meikarta. Kini mantan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan ikut dalam barisan diperiksa penyidik antirasuah.

Ahmad diperiksa KPK lantaran namanya muncul dalam dakwaan terdakwa kasus dugaan suap Meikarta, Billy Sindoro dan rekannya.

Dalam dakwaan tersebut, Ahmad yang merupakan kader PKS telah mengeluarkan keputusan nomor 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Sejak awal proyek Meikarta dicanangkan, tak semulus yang dibayangkan. Wakil Ketua DPRD Jabar Fraksi Partai Gerindra, Abdul Haris Bobihoe mengungkapkan DPRD Jabar sudah memberi peringatan kepada Gubernur Jabar agar tidak memberikan rekomendasi terhadap proyek Meikarta. Musababnya proyek itu dinilai bermasalah  

"Dewan sudah melihat permasalahan ini dari awal, tetapi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan tidak mendengarkan peringatan. Bahkan kita sudah meminta distop tetapi tetap saja berjalan (pembangunan proyek Meikarta)," ungkap Bobihoe di Bandung, Kamis (20/12).

Menurut Bobihoe, DPRD Jabar sudah melihat permasalahan perizinan proyek Meikarta ini sejak awal. Kemudian memberikan informasi tersebut kepada Gubernur Jabar dan Lippo Group selaku pembangun agar menghentikan proyek.

"Mereka (Lippo) meminta izin setelah sudah banyak membangun tiang pancang," jelasnya.

MeikartaFoto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/10/2018). KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro menjadi tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Data itu terungkap saat DPRD Jabar melakukan kunjungan setahun yang lalu, saat Meikarta mulai membangun tiang pancang dan gencar mempromosikan dengan jumlah yang fantastis.

Banyak masyarakat yang melaporkan bahwa pembangunan dengan apa yang dipromosikan sangat berbeda. Kemudian, DPRD Jabar mengecek ke proyek Meikarta tersebut.

"Kita mengecek dan ternyata belum ada ijin dari Pemda setempat dan rekomendasi dari Gubernur Jabar. Kita pun langsung meminta stop untuk tidak melakukan pembangunan lagi sebelum ada rekomendasi gubernur," katanya.

Namun akhirnya Ahmad memberikan rekomendasi tersebut dengan dasar pengajuan dari Pemerintah Kabupaten Bekasi. Adapun mengenai adanya komisi atau kepentingan pejabat di Pemkab Bekasi, termasuk Provinsi Jabar setelah terbitnya rekomendasi tersebut dirinya mengaku tidak mengetahui.

"Rekomendasi itu langsung ditandatangani Gubernur Jabar. DPRD Jabar sebatas membuat Perda untuk perijinan atau harus ada rekomendasi gubernur," tegas nya.

Rekomendasi yang diberikan Gubernur Jabar, terang Bobihoe, sebatas 84,6 ha bukan 500 ha sebagaiman dipromosikan Lippo. Namun nyatanya, dalam kasus ini ternyata yang dipersoalkan pada ijin 84,6 ha.

"Gubernur itu memberikan rekomendasi 84,6 ha sedangkan mereka jualan 500 ha, waktu itu kita tidak mau seperti itu. Kita meminta mereka (Lippo) mempromosikan 84,6 ha karena ternyata masih banyak tanah milik warga setempat," jelasnya.

Bobohoe menambahkan, rekomendasi DPRD Jabar menghentikan proyek Meikarta tidak digubris. Pengembang Meikarta tetap melanjutkan pembangunan dengan alasan izin akan diproses kemudian. Penilaian daerah pembangunan bukan wilayah Pemprov Jabar juga menjadi alasan pembangun untuk melanjutkan proyek.

MeikartaPekerja beraktivitas di kawasan proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10/2018). Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan menjaring pejabat Dinas PUPR Kabupaten Bekasi dan rekanan mitra kerja dalam operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan suap perizinan proyek properti Meikarta, dengan total barang bukti sekitar Rp 1 miliar dalam bentuk Dolar Singapura dan Rp 500 juta. (Foto: Antara/Risky Andrianto)

Bobihoe mengaku proyek berjalan atas izin Pemerintah Pusat yang dinilai Meikarta masuk dalam KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). "Kita pun bingung (setelah Lippo bersikap mengabaikan). Kita (DPRD Jabar) sudah melarang tetapi nyatanya Pemerintah Pusat memberikan izin," tambahnya.

Inilah yang memotivasi DPRD Jabar ke Bapennas untuk menanyakan soal kewenangan Pemerintah Pusat dan Provinsi Jabar di kawasan yang digunakan untuk proyek Meikarta itu, khususnya soal KEK. Tetapi, kata Bobihoe, jawaban dari Bapenas mengecewakan.

"Oleh karena itu, kita inginkan Pemerintah Pusat dengan daerah (Pemprov atau Pemda) harus sinergi. Sebab, kita (Jabar) diminta swadaya pangan dan menjaga beberapa kawasan di Jabar agar tidak dijadikan kawasan perumahan dan sebagainya," katanya.

Bobihoe menganggap berjalannya proyek Meikarta lantaran kurang bersinerginya pusat dengan daerah. Ke depannya, DPRD Jabar berharap Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI/Bappenas bisa melibatkan Pemprov Jabar dalam merencanakan KEK.

"Jangan tiba-tiba ada wilayah di Jabar yang dijadikan KEK, akhirnya kita lagi yang kelabakan," keluhnya.

Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil angkat suara terkait kasus Meikarta menyeret sejumlah jajaran petinggi Pemprov Jabar. Kang Emil menyebut akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Bekasi, pengembang Meikarta, serta Pemprov Jabar selaku pemberi rekomendasi dan Pemerintah Pusat.

"Kita nanti akan memetakan permasalahan dititik mana ini permasalahannya, apa di tataruang atau perijinan IMB, Amdal dan sebagainya," ujarnya.

Menurut Kang Emil, data yang ditarik dari mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengungkapkan rekomendasi 84,6 ha. Terkait detilnya masih dipelajari Emil. Setelah data sudah terkumpul, kata Emil, baru nanti pihaknya akan mengambil sikap.

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.