Sembilan Seruan Menteri Agama Untuk Ceramah di Rumah Ibadah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyerukan ceramah agama hendaknya menenteramkan, meneduhkan, serta mendamaikan saat diberikan di rumah-rumah ibadah.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin prihatin terhadap situasi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia belakangan ini yang semakin kehilangan nilai luhur bangsa yang beragama. Terkait hal ini, Menteri Lukman Hakim pun mengeluarkan seruan agar setiap ceramah agama yang dilakukan di rumah-rumah ibadah memiliki batasannya sendiri. (Foto: Ist.)

Jakarta, (Tagar 13/9/2017) – Sejak awal reformasi, nyaris dua puluh tahun lalu, perubahan sosiologis bangsa Indonesia terlihat semakin nyata. Dari bangsa yang penuh ketakutan dan selalu berhati-hati serta menjaga sikap karena sistem politik masa itu, kini berubah bebas dan teledor menjaga sikap. Kadang kala, bahkan melanggar batas kesantunan.

Awalnya, eforia reformasi yang dijadikan alasan atas perubahan sikap yang bebas itu. Lalu kemudian, semakin ke sini, eforia reformasi tak lagi patut jadi kambing hitam kebebasan yang melanggar batas itu. Nilai-nilai luhur bangsa yang tepa selira pun kini jadi tersudut, usang dan tak dipandang lagi dalam berinteraksi sosial.

Kini, sikap menghormati dan menjaga perasaan dengan orang lain yang berbeda terkikis nyaris musnah oleh sikap egosentris berdasarkan ikatan primordial semata. Jika satu golongan, satu agama, satu suku, satu tujuan, maka ia akan jadi kawan. Sebaliknya, jika perbedaan yang ada, maka kerap mereka yang berbeda itu bisa dan mudah sekali dijadikan lawan. Mayoritas dan minoritas kini jadi diksi ampuh untuk sekat pembeda antara satu dan lain kelompok.

Sesungguhnya, di sini perlu kehadiran sosok yang bisa menetralisir atau menghilangkan sama sekali sekat pembeda itu. Sosok itu semestinya bisa dijumpai dalam wujud seorang ulama.

Ya, ulama adalah sosok yang ghalibnya bisa membuat dan memberi ketenangan bagi masyarakat (baca: umat) yang majemuk dari berbagai sisi. Ironinya, kini justru ulama sering jadi penyebab timbulnya perbedaan yang mempertegas siapa golongan siapa, mereka bukan kita, dan mempertentangkan satu dengan lain golongan.

Seruan Menteri Lukman

Mengingat keberagaman di Indonesia adalah berkah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut disukuri, maka menjaga dan merawat persatuan bangsa Indonesia yang beragam ini merupakan keniscayaan.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tentunya memahami hal ini. Karenanya ia menyerukan agar siapa pun, terutama ulama tentunya, bisa memberikan ceramah agama yang menenteramkan, meneduhkan, serta mendamaikan saat memberikan ceramah agama di rumah-rumah ibadah.

Menteri menyerukan hendaknya setiap penceramah memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni meliundungi harkat dan martabat kemanusiaan serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia.

Ceramah yang disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

Ceramah hendaknya disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

Ceramah seyogyanya bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah pada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesahteraan dan keadilan sosial.

Menteri agama juga menyerukan hendaknya materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.

Materi ceramah  tidak mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan atau pun merusak ikatan bangsa.

Menteri Lukman juga menyerukan, materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan atau pelecehan terhadap pandangan atau keyakinan dan praktek ibadah antar umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis dan destruktif.

Kedelapan, Materi yang disampaikan hendaknya tidak bermuatan kampanye politik praktis dan atau promosi bisnis.

Terakhir, Menteri Agama meminta ceramah tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah. (rif)

Berita terkait
0
Langkah Emma Raducanu Terhenti di Babak Kedua Wimbledon 2022
Petenis Inggris, Emma Raducanu, unggulan No 10, dikalahan petenis Prancis, Caroline Garcia, di babak kedua grand slam Wimbledon 2022