Sekelompok Lelaki India Lakukan Mogok Menikah, Ada Apa?

Para pria penentang UU Anti Kekerasan Seksual Dalam RumahTangga (KDRT) di India menyebut UU itu ancaman bagi pernikahan
Aksi protes di India setelah kasus-kasus kematian istri yang dibunuh suaminya karena menolak hubungan seksual (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Para pria penentang UU Anti Kekerasan Seksual Dalam RumahTangga (KDRT) di India menyebut UU itu ancaman bagi pernikahan, dan menggalang protes dengan hashtag #marriagestrike, alias mogok menikah. Seerat Chabba melaporkannya untuk DW.

Sekelompok pria India menggalang kampanye di platform media sosial untuk "menentang kriminalisasi" pemerkosaan dalam perkawinan. Aksi digalang karena saat ini di ibu kota negara New Delhi sedang berlangsung dengar pendapat soal UU itu.

India telah memberlakukan undang-undang anti-pemerkosaan yang ketat selama dekade terakhir, setelah serangkaian aksi pemerkosaan massal menjadi sorotan dunia. Belakangan, India lagi-lagi disorot sebagai salah satu dari lebih 30 negara di dunia, di mana seorang suami tidak dapat dituntut karena memperkosa istrinya.

Dalam perundangan yang berlaku saat ini, pemerkosaan didefinisikan sebagai hubungan seksual dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya, bertentangan dengan keinginannya, atau jika perempuan itu masih di bawah umur. Ada beberapa pengecualian dalam UU ini, yaitu jika "tidak ada perlawanan fisik", dan jika hubungan seksual itu terjadi antara seorang pria dan istrinya yang berusia di atas 18 tahun.

UU Anti Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga akan memungkinkan seorang istri menggugat suaminya kalau diperkosa, yaitu dipaksa dengan kekerasan untuk berhubungan seksual dengan suaminya. Itulah yang digugat para lelaki dengan hashtag "marriage strike".

Namun pengacara Karuna Nundy dari All India Democratic Women's Association (AIDWA) mengatakan, pemerkosaan adalah pemerkosaan. "Seorang pemerkosa tetaplah pemerkosa, dan pernikahan dengan korban tidak mengubahnya menjadi bukan pemerkosa," tegasnya.

twis save family indiaTwit Save Indian Family Foundation @realsiff (Foto: dw.com/id)

1. Para pria khawatir "kriminalisasi" pernikahan

Saat ini pengadilan sedang mendengar petisi yang diajukan oleh AIDWA untuk UU Anti Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga. Di Twitter, beberapa pria mengancam akan memboikot lembaga pernikahan jika pemerkosaan dalam pernikahan "dikriminalisasi".

Para pendukung protes #marriagestrike mengatakan bahwa laki-laki akan menghadapi beban tuntutan pidana dan kriminalisasi, jika tidak ada lagi pengecualian dalam UU Anti Pemerkosaan. Mereka berpendapat, UU itu justru akan mengancam insitusi pernikahan.

Namun aktivis hak-hak perempuan Kavita Krishnan percaya bahwa penggalangan protes itu telah diatur oleh kelompok-kelompok kecil yang ingin mendapat sorotan di media dan ingin mempertahankan patriarki dan hak-hak istimewa mereka.

"Argumen mereka didasarkan pada premis bahwa laki-laki berhak atas seks dalam pernikahan," ujarnya, juga kalau itu harus dipaksakan. "Gagasan ini sangat bermasalah", kata Kavita Krishnan kepada DW.

pemberdayaan perempuan indiaIlustrasi: Pemberdayaan perempuan melalui pertanian (Foto: dw.com/id)

2. Sejarah UU terkait kekerasan dalam rumah tangga

KUHP India yang secara resmi disebut sebagai The Indian Penal Code (IPC), diberlakukan pada tahun 1860 di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Pada saat itu Inggris menerapkan doktrin bahwa hak dan kewajiban hukum seorang perempuan akan menjadi bagian dari hak dan kewajiban suaminya setelah menikah.

Artinya, perempuan tidak boleh melakukan aktivitas seperti membeli properti atau membuat kontrak yang bertentangan dengan keinginan suaminya. Selain itu, perempuan punya "kewajiban hukum" kepada suaminya, termasuk pelayanan hubungan seksual, sebagai bagian dari "transaksi pernikahan".

Menurut para ahli hukum, pandangan pemerintahan kolonial dalam UU pernikahan sudah harus diubah. Pengacara senior, Rebecca John, yang merupakan penasehat pengadilan tentang masalah ini, mengatakan kepada hakim bahwa harapan mendapat hubungan seksual dalam pernikahan tidak memberi hak kepada seorang suami untuk memaksa istrinya dengan kekerasan agar melakukan hubungan seks.

Orang-orang yang memrotes UU Anti Kekerasan Seksual ini tidak khawatir tentang keselamatan keluarga, melainkan lebih tertarik untuk menyelamatkan norma-norma patriarki dalam masyarakat, kata Kavita Krishnan. "Kekerasan, terhadap perempuan dan anak-anak, adalah ancaman nyata bagi institusi keluarga," ujarnya (hp/yf)/dw.com/id. []

Gadis India Dibunuh Keluarganya Hanya Karena Pakai Jeans

Perempuan di India Jadikan Kamala Harris Sebagai Inspirasi

Bintang Sinetron Jin dan Jun, Yuyun Sukawati Jadi Korban KDRT

India Mengerahkan Tentara Perempuan ke Kashmir

Berita terkait
Gadis India Dibunuh Keluarganya Hanya Karena Pakai Jeans
Kisah gadis yang dibunuh oleh keluarganya sendiri hanya karena memakai jeans, kejahatan berbasis patriarki jadi masalah besar di India
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.