Sejenak Menghirup Keheningan Negeri Laos

Sejenak menghirup keheningan negeri Laos. Atmosfer yang jauh dari hiruk-pikuk membuat suasana menjadi sangat rileks.
Alam yang anggun mempesona di sudut Vang Vieng, Provinsi Vientiene, Laos. (Foto: Istimewa)

Laos, (Tagar 14/5/2018) - Meski relatif belum terlalu dikenal seperti negara tetangganya, yaitu Thailand dan Vietnam, Laos ternyata menyimpan beragam objek wisata yang sangat indah dan memukau pelancong ke jantung kawasan Indochina tersebut.

Saat tiba di Bandara Internasional Wattay pada awal Mei 2018, sejumlah wartawan Indonesia memang merasakan bahwa bandara tersebut tidak semegah sejumlah bandara internasional yang berada di ibu kota negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Untuk rute penerbangan, belum ada maskapai dari Indonesia yang membuka jalur penerbangan langsung antara RI dan Laos.

Biasanya pendatang dari Indonesia tiba di Laos setelah melakukan transit, baik di Bangkok (Thailand) maupun Kuala Lumpur (Malaysia).

Namun, setelah keluar dari bandara, tampak ada aura yang berbeda yang biasanya kerap ditemui di sejumlah kota besar, yaitu nyaris tidak ada suara bising.

Bahkan, ketika melakukan perjalanan menggunakan kendaraan di berbagai jalan raya Vientiane, Ibu Kota Laos, tidak terdengar satu klakson pun dari kendaraan. Padahal, ketika itu tidak dalam kondisi sepi.

Toro, seorang warga negara Indonesia yang sudah tinggal belasan tahun di Laos, menyatakan bahwa warga Laos memang hampir tidak pernah membunyikan klakson kendaraannya.

"Kalau klakson dibunyikan maka kita akan dipandang orang, mungkin orang itu menyangka kita keluarganya atau orang yang kita kenal," seloroh Toro.

Atmosfer yang jauh dari hiruk-pikuk tersebut membuat suasana juga menjadi sangat rileks. Suasana hiruk-pikuk itu sangat kontras dengan kemacetan parah yang kerap ditemui di Jakarta.

Sebagaimana sebuah negara yang sedang berkembang pesat, terlihat pula sejumlah pembangunan bangunan tinggi di sejumlah titik di Vientiane, di antaranya bangunan bertajuk World Trade Center yang bakal dibangun oleh China di sebelah Vientiane Center, mal terbesar di Laos.

Kekayaan Budaya 

Di tengah pembangunan tersebut, Laos tidak meninggalkan tradisi dan kekayaan budayanya. Banyak terlihat stupa dan kuil Buddha yang sangat indah yang bertebaran di sisi jalan raya di berbagai sisi Vientiane.

Dari sisi sejarahnya, Vientiane yang menurut legenda diciptakan oleh sosok Naga Souvannanak, pada perkembangannya menjadi bagian penting dari Kerajaan Lan Xang, yang berarti ribuan gajah, pada abad ke-16.

Pada masa kolonial, Vientiane menjadi ibu kota protektorat Perancis. Setelah kemerdekaan pada 1953, kota berpenduduk sekitar 700.000 orang itu menjadi ibu kota negara tersebut.

Pada abad ke-21 ini Vientiane juga sempat sukses menggelar SEA Games ke-25, tepatnya pada 2009.

Simbol nasional dari Laos adalah That Luang (stupa besar) yang merupakan monumen paling sakral di Vientiane.

Bangunan Buddhis yang didirikan pada 1556 oleh Raja Saysentthathrath itu memiliki stupa keemasan setinggi 45 meter.

Sepanjang catatan sejarah, That Luang beberapa kali dirusak oleh pasukan yang datang dari Burma, China, dan Siam selama abad ke-18 dan ke-19, sebelum Laos dijajah Perancis.

Di sekitar That Luang juga terdapat beberapa kuil Buddha dan ruang terbuka hijau yang kerap digunakan warga Laos dan turis untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.

Menurut pemandu lokal, Chanmani, pada perayaan Festival Boun That Luang setiap November, monumen dan taman di sekitarnya akan dipenuhi oleh masyarakat dan wisatawan dari sejumlah negara tetangga.

Ribuan orang akan datang dan berdoa serta menikmati serangkaian acara keagamaan dan parade yang diwarnai pertunjukan musik.

Patuxay Salah satu bangunan menakjubkan yang kerap menjadi magnet turis di Vientiane adalah Patuxay atau monumen yang konstruksi bangunannnya terinspirasi dari Arc de Triomphe di Paris, Perancis.

Patuxay yang berarti gerbang kemenangan merupakan monumen untuk mengenang perang dan jasa-jasa para pahlawan yang berjuang memperoleh kemerdekaan, yang dibangun antara 1957 hingga 1968.

Wisatawan yang juga dapat menaiki monumen setinggi tujuh lantai tersebut dengan membayar tiket masuk 3.000 kip (satu kip setara Rp1,67).

Di setiap lantai, para pengunjung dapat menemui sejumlah pedagang yang menjajakan sejumlah barang, seperti kain khas Laos hingga pernak-pernik lainnya.

Namun, tidak seperti di sejumlah tempat wisata yang ditemui di negara lain, para pedagang di Patuxay tidak menawarkan barang dagangannya secara agresif.

Mungkin hal tersebut juga terbantu dengan aura kedamaian yang dengan mudah ditemui di berbagai suasana di ibu kota Laos tersebut.

Di lantai paling atas, orang-orang dapat menyaksikan panorama atau bentangan Vientiane keempat penjuru kota.Tidak hanya That Luang dan Patuxay, Vientiane juga memiliki That Dam (stupa hitam) yang merupakan salah satu stupa tersisa setelah penyerangan Kerajaan Siam pada abad ke-17. Stupa tersebut kini telah ditumbuhi lumut di sekelilingnya yang menambah eksotis bangunan.

Selain itu, bagi mereka yang ingin menikmati romantisme pemandangan alam juga dapat menikmati suasana matahari terbenam d Sungai Mekong. Sungai Mekong membelah negeri Laos dan Thailand.

Pemerintah Laos juga telah membangun tempat yang nyaman bagi warga untuk dapat duduk-duduk atau melakukan aktivitas, seperti aerobik bersama setiap sore hari dan juga ada beragam restoran.

Warisan Dunia 

Laos juga memiliki Luang Prabang, kota warisan dunia di Laos bagian utara, yang merupakan bagian dari 'UNESCO Town Of Luang Prabang World Heritage Site'.

Kota tersebut terdaftar sebagai warisan dunia di UNESCO sejak 1995 karena keunikan dan bentuk arsitektur serta warisan keagamaan dan budaya yang dilestarikan dengan baik.

Di Luang Prabang yang memiliki beragam kuil dan biara Buddha itu, setiap pagi dapat disaksikan ratusan biksu dari banyak biara berjalan kaki di jalanan kota.

Dengan banyaknya mutiara keindahan, tidak mengherankan bila turisme menjadi sektor yang berkembang pesat di Laos yang tidak memiliki garis pantai tersebut.

Meski demikian, pada 2017, berdasarkan data resmi pemerintahan Laos, jumlah pelancong asing yang berkunjung 3,86 juta orang atau menurun 8,73 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Menurut data tersebut, jumlah turis dari Eropa berkurang 27 persen, jumlah turis dari Amerika berkurang 26 persen, dan jumlah turis dari negara-negara ASEAN berkurang 11 persen.

Data Kementerian Informasi, Budaya, dan Turisme Laos menyatakan hanya jumlah pengunjung China yang mengalami peningkatan pada 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sebagaimana dikutip dari situs berita laotiantimes.com, Deputi Direktur Divisi Riset dan Administrasi Turisme Bounthavy Sisava mengatakan pihaknya sedang mengkaji fenomena turunnya jumlah wisatawan untuk berupaya memahami situasinya.

Untuk mengatasinya, sejumlah solusi yang ditawarkan oleh pemerintah Laos untuk meningkatkan jumlah turis kembali, antara lain meluncurkan inisiatif 'Visit Laos Year 2018' yang menekankan beragam festival lokal. (ant/af)

Berita terkait