Sejarah Asal Usul Cakung yang Merupakan Akses Jalur Perairan

Cakung sendiri sudah berdiri pada abad ke 14 – 15 Masehi. Pada awalnya kampung ini bernama Pulo Aren.
Cakung (Foto: Tagar/Triddytristan87)

Jakarta - Cakung merupakan salah satu wilayah di daerah Jakarta Timur, yang merupakan salah satu basis industri di Ibu Kota Jakarta.

Cakung sendiri sudah berdiri pada abad ke 14 – 15 Masehi. Pada awalnya kampung ini bernama Pulo Aren.

Pulo Aren, merupakan Daerah kawasan Hutan Aren. Pada bagian Utara,Timur dan Barat Pulo Aren dikelilingi oleh beberapa rawa rawa yg sangat dalam.

kawasan rawa rawa ini merupakan jalur utama lalu lintas air, yg dilalui oleh perahu perahu dan kapal kapal kecil yg berniaga dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

Perahu dan kapal kapal kecil ini, baik dari masyarakat setempat maupun dari masyarakat pendatang selalu ramai melintasi jalur air yg melintasi Pulo Aren ini.

Ketika kapal dan perahu perahu tersebut melintasi dari arah utara pelabuhan muara sunda atau marunda. Menuju kewilayah Karawang, mereka selalu melintasi Pulo Aren.

Ujung Karawang merupakan daerah pelabuhan kecil tempat para pedagang untuk transit penyebarangan dari wilayah Bagasasi (Bekasi) yang melalui daratan dan mereka akan menuju pelabuhan muara sunda. Para penduduk menyebrang melalui pelabuhan ujung karawang.

Kapal atau perahu yg mereka tumpangi akan melewati daerah BUWERAN (putaran air sekarang Buaran) dan wilayah Pulo Aren.

Perahu perahu itu terus melaju melewati Rawa-rawa, mulai dari Rawa Ujung karawang, terus melewati Rawa Kura, lalu ke rawa Daon, terus kerawa Bugis, terus ke rawa Rotan (rorotan) lalu kerawa malang. kemudian masuk kesungai Tiram, lalu ke kali Blencong, dan sampailah dipelabuhan muara Sunda (marunda)

Jika dari Muara Sunda ingin menuju ke daerah Saka Pura. Melalui kali blencong terus kesungai tiram, lalu kerawa malang. sampailah didermaga SAMPER. Yang sekarang menjadi Semper.

Perjalanan selanjutnya ditempuh dgn jalan kaki atau naik kuda yg sudah mangkal di Pekandangan

(Sekarang disebut kampung kandang)

Bila dari sakapura ingin menuju ke Daerah Pulo Gadung lintasan perahu mereka melalui Rawa Malang dan Rawa Gatel, lalu perahu perahu akan bersandar didermaga Pengasohan atau sekarang disebut Pegangsaan.

Kemudian mereka melanjutkan dgn berjalan kaki dan banyak dari para peniaga yg beristirahat untuk makan disebuah warung makan dan tempat itu disebut Warung Jengkol.


Bila dari Pengasohan (Pegangsaan) ingin menuju ke Bagasasi (Bekasi)

Maka perahu perahu mereka akan melalui Rawa Gatel, kearah timur menuju Pulo Aren..

Dan bila yang singgah didaerah tempat pembuatan perabotan alat rumah tangga mereka turun dan berlabuh didaerah tersebut, daerah itu disebut kampung PETUKANGAN Yang sekarang menjadi Pupar.

Jika ingin terus melanjutkan perjalanan menuju Bekasi, mereka melintasi daerah Pulo Aren.

Daerah Buweran, daerah Rawa kura, melintasi daerah Pulo Gebang

Melintasi Rawa kuning,terus kerawa Bebek, terus ke Rawa Pasung, kerawa tembaga, membelah sungai Candrabaga dan singgah ke Rawa Panjang.

itulah merupakan kondisi daerah Pulo Aren dimasa itu. Daerah tersebut memang daerah ramai yg penuh hiruk pikuk dgn lalu lalang kapal kapal kecil dan perahu perahu penduduk.


Diabad 14-15 Masehi datanglah sebuah kapal Asing yg datang dari Cina Mongolia.

Kapal tersebut sangat besar, memasuki perairan rawa rawa daerah pulo Aren. kapal tersebut membawa sekitar 1000 orang penumpang campuran dari beberapa suku.

Diantaranya: Tiongkok, Mongolia, Kamboja, dan orang orang Makassar.

Mereka dipimpin oleh dua orang Laksamana kaka beradik yaitu:

Laksamana Sampo Lo Khoei Kian (Kakak) dan wakilnya bernama Laksamana muda Sampo Lo Kian Zhee (Adik)

Mereka berdua mempunyai beberapa orang kepercayaan yang konon katanya ada 20 orang yg diangkat menjadi wakil mereka. Adalah orang tangguh yang pilih tanding.

Dari 20 orang yg masih dingat dgn baik oleh para nara sumber adalah.

Daimin, Bai Lin, Ibung, Lo Ih, Khu Sin, Luwek, Daeng Birah dan yanglainnya. Mereka merupakan Cina Muslim, yg datang ketanah Jawa atas perintah Kaisar Ming.

Mereka di utus untuk bertugas ke Nusantara, Panglima Cheng Ho ditugaskan untuk mengunjungi negara negara kesultanan di Nusantarara untuk menjalin hubungan Persaudaraan antara Negara Muslim Tionghoa dan Negara Muslim di Indonesia

Mereka berangkat dengan 25.000 orang pasukan yang menaiki 50 buah kapal besar untuk mengawal laksamana Sampo Kong menjalankan tugasnya.

Setelah 20 Tahun Kaisar Ming merasa resah, karena sudah 20 tahun lamanya panglima Ceng Ho atau laksamana Sampo Kong beserta 25 ribu orang pasukannya tidak ada kabar dan beritanya.

Kemudian kaisar Ming memanggil Laksamana Sampo Bo, untuk berangkat ke Nusantara.

Laksamana Sampo Bo membawa 50,000, orang pasukan dengan menggunakan 50 kapal besar, berangkatlah Laksamana Sampo Bo ,beserta 50,000 orang pasukannya mencari jejak dimana Keberadaan Laksamana sampo kong. Atau panglima Cheng Ho.

Laksamana Sampo Bo dan pasukannya menelusuri ke negara negara kesultanan yang berada di Nusantara maupun yang berada diluar Nusantara, Singkat cerita laksamana sampo Bo mendarat di Campa Kamboja.

Dinegri tersebut beliau bertemu dengan Laksamana Sampo Io, Khoei kian. Beliau adalah salah seorang laksamana laut yg sangat tangguh, dan beliau adalah seorang kepercayaan dan juga orang andalan dari Panglima Chen Ho.

Setelah mendapat penjelasan dari laksamana sampo lo khoei kian tentang keberadaan panglima Cheng Ho, Kemudian Laksamana Sampo Bo dan beserta segenap pasukannya meninggalkan negri Campa Kamboja untuk melanjutkan mencari jejak Panglima Cheng Ho dengan para pasukannya.

Dalam perjalanan dari negri campa kamboja menuju kenusantara. Laksamana sampo bo, dan pasukannya ditemani oleh seorang pemuda yg bernama hasanudin bin yusuf.

Hasanudin bin Yusuf adalah putra seorang ulama besar dinegri campa yg bernama Yusuf atau dengan sebutan Syeikh Yusuf.

Hasanudin adalah adik ipar dari laksamana Sampo Lo khoei Kian, dari istrinya yg bernama Hayati binti Yusuf. Hasanudin yang

Dikemudian hari lebih di kenal dengan sebutan syeikh

Qurotul 'ain atau syeikh Quro pulo Bata. Atau Pulo Kelapa.

Singkat Cerita saja dan berkat petunjuk Hasanudin bin Yusuf.

Akhirnya laksamana Sampo Bo, dapat menemukan Panglima Cheng Ho, yang tinggal di daerah Semarang.

Yang sudah menjadi ulama ditanah jawa dan nama gelarnya yaitu dengan sebutan SUNAN KUNING.

Laksamana Sampo Bo mengutarakan maksud dan tujuan atas kedatangannya kebumi nusantara ini, bahwa kedatangannya untuk mencari berita tentang panglima Chen HO dan Para bala tentarannya. Yg sdh 20 tahun tidak ada kabar beritanya bahkan tidak ada yg kembali ke negri Tiongkok dan Panglima Cheng Ho menjelaskan kepada laksamana sampo Bo,.Bahwa dirinya tidak mau kembali kesana. Beliau akan belajar dan memperdalam ilmu ma'rifat di tanah Jawa.

Setelah 20 tahun kemudian sekembalinya Laksamana Sampo Bo pulang ke negrinya datanglah satu kapal besar kepelabuhan muara Sunda (marunda)

rombongan pendatang dari negri Campa Kamboja yg terdiri dari suku etnis Cina dan etnis Makassar. Yg banyaknya sekitar 1000 orang lebih

Dengan menggunakan perahu kecil lalu Mereka mendatangi tempat syeikh Quro di Pulo Bata.

Syeikh Quro, yg telah membuka padepokan atau pondok pengajian alqur'an dan sudah memiliki murid yg sangat banyak, Syeikh Quro dan para Santrinya menyambut kedatangan rombongan Laksamana Sampo Lo Khoei Kian dengan baik santun dan ramah, disamping itu laksamana sampo Lo Khoei kian adalah kaka iparnya Syeikh Quro. Karena ibu Hayati istri sang laksamana adalah kaka kandungnya sendiri.

Tiga bulan sudah rombongan laksamana Sampo Lo Kohei Kian yang berjumlah 1000, orang lebih tinggal ditempat syeikh Quro.

Syeikh Quro merasa kewalahan, disamping lokasi tempatnya juga sangat sempit dan tidak memadai untuk menampung orang sebanyak itu.

Kemudian syeikh Quro mendatangi seorang raja yg menjadi menantunya, karena telah menikahi anak muridnya yang menjadi anak angkatnya syeikh Quro. Yang tak lain adalah Nyai Sobang larang. Nyai Sobang larang menjadi Seorang permaisuri dikerajaan Galuh Pakuan Pajajaran bersanding bersama Sri Baduga maha raja Siliwangi

Prabu siliwangi menerima kedatangan syeikh Quro dan laksamana Sampo Lo Khoei Kian serta beberapa orang lainnya,

Atas saran dari syeikh Quro kemudian Laksamana Sampo Lo khoei kian diangkat menjadi Rakeyan Jaya Laksana oleh Prabu Siliwangi yang bertugas mengawasi jalur pantai utara mulai dari pelabuhan Tanjung Pakis sampai pelabuhan Muara Sunda. Rakeyan jaya laksana atau sampo lo Khoei Kian dan rombongan nya ditempatkan di daerah Pulo Aren.


Laksamana muda Sampo Lo Kian Zhee di angkat menjadi wakil laksamana Sampo Lo Khoei Kian. Beliau bertugas menjadi pengawas pelabuhan pelabuhan sungai, mulai dari sungai Citarum sampai pada sungai Ciliwung, beliau diberi gelar Rakeyan Jaga Baya. Beliau ditempatkan di daerah pesisir marunda, kampung tersebut sekarang lebih dikenal Kampung Lobang Buaya.


Lo Ban Cong Diberi tugas menjadi pengawas kehutanan diberi gelar Rakeyan Jaya Wana . Beliau ditempatkan didaerah Cikarang. Kampung bekas beliau tinggal sekarang disebut kampung Bancong.

Dan bekas beliau bertugas daerah tersebut sampai sekarang masih disebut Jaga wana.


Lo Bun Tong. Diangkat menjadi pengawas perkebunan kelapa, dan beliau tinggal bersama syeikh Quro, dihari tuanya beliau menjadi achli tasawuf, dan masyarakat menyebutnya Syeikh Bentong.

Di akhir hayat jenazah beliau dimakamkan dekat pemakaman Syeikh Quro.


Singkat cerita, setelah diangkat menjadi pengawas kelautan Laksamana Sampo Lo Khoei Kian atau dengan nama gelar yg baru yaitu Rakeyan Jaya Laksana, bersama pasukannya Mendirikan perkampungan. Perkampungan tersebut berada diujung selatan kampung saka pura.

Dan kampung tersebut dinamakan Kampung Baru yang kita tahu sampai sekarang.

Kemudian laksamana Sampo Lo Khoe Kian Atau Rakeyan Jaya Laksana dan laksamana muda Sampo Lo Kian zhee atau Rakeyan Jaga Baya beserta segenap pasukannya, membongkar hutan yang berada di Pulo Aren.

Kemudian didalam Hutan Aren itu dibangun bentengan yg terbuat dari kayu kayu aren dan kayu lainnya, bentengan tersebut digunakan untuk latihan bala tentara dari kelompok laksamana Sampo Lo Khoei Kian, atau Rakeyan jaya laksana.

Lalu juga pasukan yg dipimpin oleh laksamana muda Sampo Lo Khian Zhee Atau Rakeyan Jaga Baya dan juga para pasukan yang dipimpin oleh Karaeng Ahmad Budiman yang disebut pangeran Ahmad atau pangeran Budiman, turut serta ikut berlatih didalam bentengan tersebut dan bentengan tempat mereka berlatih dinamakan bentengan CHA KUNG.

Yg artinya Cha adalah Daya dan Kung yaitu Upaya jadi CHA KUNG, artinya daya upaya.

Setelah bentengan Cha kung berdiri laksamana sampo Lo Khoei Kian alias Rakeyan Jaya Laksana beserta istri dan anak anaknya berpindah tempat tinggal, dari kampung baru pindah ke bentengan Cha Kung.

Hal ini diikuti oleh adiknya yaitu laksamana muda Sampo Lo Khian Zhee alias rakeyan jaga baya yg pindah dari muara sunda ke bentengan cha kung, wilayah perbatasan bentengan cha kung ini mulai dari pulo aren sampai ke ujung benteng (sekarang di sebut ujung menteng)


Karena didepan bentengan padepokan tertulis kalimat Cha kung, menjadikan banyak orang mengenal wilayah ini dengan nama cha kung, karena banyak orang yg berlalu lalang hilir mudik dengan perahu dan kapal air yg lewat di rawa rawa yg menjadi lalu lintas air yg berada didepan bentengan padepokan Cha kung tersebut.

Setiap melintas mereka melihat dan membaca tulisan tersebut disamping itu juga padepokan cha kung sangat terkenal dengan ilmu bela dirinya dan kehebatan goloknya, jadi masyarakat lebih mengenal nama padepokan Cha kung dari pada Pulo Arennya.

Dan sejak saat itulah Pulo Aren berubah menjadi Cakung.


Kelompok orang orang makasar yg terdiri dari para daeng daeng mereka dipimpin oleh pangeran ahmad. Atau pangeran budiman

mereka membuat per kampungan tersendiri yang terpisah dari bentengan CHA KUNG. Disebelah selatan yang dimana perkampungan mereka disebut kampung Daeng Atau Pedaengan atau juga Pedengan

orang orang dari Makaasar ini oleh laksamana sampo lo khoei kian alias rakeyan jaya laksana dan rakeyan jaga baya dididik cara membuat senjata tajam.

Cara membuat pedang, golok, badik, pisau raut, tombak, dan macam macam jenis senjata tajam lainnya.


Demikian tentang sejarah panjang daerah cakung dan sekitarnya yang banyak orang tidak mengetahui tentang sejarahnya tersebut, yang bagaimana dahulu Cakung merupakan salah satu akses penting sebagai jalur perairan yang ada pada saat itu.[]



(Haykal)

Berita terkait
Inilah 4 Candaan April Mop Terburuk dalam Sejarah, Bahkan Ada yang Sampai Meninggal
Beberapa candaan yang dilakukan saat April Mop dapat membawa kepanikan massal, bahaya, atau berakibat fatal.
Intip Yuk Sejarah Taman Mini Indonesia Indah atau TMII
Di dalam Taman Mini Indonesia Indah ini terdapat danau buatan yang menjadi miniatur kepulauan Indonesia.
Akan Segera Dihancurkan, Begini Sejarah Menara Kapsul Nakagin di Tokyo
Kondidi bangunan terus memburuk seiring berjalannya waktu.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.