Sandi Terlahir Kaya vs Jokowi Terlahir Miskin

Masa kecil yang kontras antara Jokowi dan Sandiaga Uno.
Sandiaga Uno dan Jokowi dalam kesempatan berbeda, sama-sama mengunjungi pasar dan bersentuhan dengan petai. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo dan Facebook/Sandiaga Uno)

Jakarta, (Tagar 13/2/2019) - Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi saat ini tengah berjuang untuk mempertahankan  kepemimpinannya sebagai pemimpin terdepan di NKRI. Untuk melanjutkan itu, tidaklah semudah membalik telapak tangan. 

Jokowi kerap didera hujatan, bahkan difitnah oleh publik dengan bermacam-macam tudingan, mulai dari isu keturunan PKI, isu ras China, isu bukan pemeluk Islam dan masih banyak disinformasi lainnya.

Merintis karier menjadi orang nomor satu di Indonesia tentu saja sangat tidak gampang. Semasa kecilnya, putra sulung pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi mengisahkan, ia sempat menjadi korban kesewenang-wenangan 'orang besar'. Maka itu, Jokowi bersama keluarga sampai-sampai harus tinggal menumpang di rumah tantenya selama 1,5 tahun.

Sekira tahun 1970-an Jokowi menjadi saksi bisu, pernah menjadi korban ketiadakadilan sosial. Rumahnya digusur oleh Pemerintah tanpa diberi kompensasi sepeser pun.

"Tahun 1970-an, saya ingat betul, masih SD, entah kelas II atau kelas III, rumah saya dipinggir kali digusur. Ya digusur dan tidak diberi ganti rugi, tidak diberi solusi, sehingga kami sekeluarga tinggal di tempat kakak ibu saya mungkin selama 1,5 tahun di situ," ungkapnya dalam acara peluncuran buku Jokowi Menuju Cahaya, Desember 2018 silam.

"Saya hidup di pinggir kali, namanya Kali Anyar. Namanya hidup di kali ya, ya semua orang tahu. Yang jelas kesulitan, kesusahan, dan perjuangan hidup menjadi keseharian kita. Hidup susah terus nggak mungkin. Pasti ada susahnya, naik. Ada senangnya, naik. Ada susahnya, turun lagi. Buat saya ya biasa saja. Saya jalani biasa-biasa saja," sambungnya.

Dengan kesulitan hidup yang dihadapi, ia membuka jadi diri dengan berdagang, mengojek payung sampai menjadi kuli panggul, untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari. 

Saat anak-anak lain ke sekolah menggunakan sepeda, Mulyono, nama kecil Jokowi, memilih untuk tetap berjalan kaki ke sekolah atau kadang menumpang sepeda ontel yang di gowes oleh Sutarti, untuk diantarkan pulang ke tempat ia tinggal.

Sutarti masih ingat betul dengan bocah lelaki dengan postur tubuh kurus yang tiap pulang sekolah merengek seorang diri, menangis untuk diantar ke rumah pamannya. Dia tak menyangka bila bocah yang menjadi tetangganya dan kerap numpang di sepeda ontel miliknya karirnya akan moncer di pemerintahan. Jokowi sempat menjadi Wali Kota Solo, lalu tak lama berselang naik menjadi orang nomor satu DKI, dan selanjutnya menjadi Presiden RI.

"Saya heran waktu Pak Jokowi jadi Wali Kota Solo apakah nanti dia bisa bicara. Karena waktu kecil anaknya pendiam dan suka menangis kalau nggak diantar ke rumah pamannya dengan naik sepeda onthel," ucap wanita berusia 65 tahun itu, seperti diberitakan Kompas.

Meski pendiam, Sutarti mengisahkan, Jokowi kecil memiliki perhatian kepada orang tua dan temannya. Sutarti acap kali mendapatkan kiriman makanan dari Jokowi saat orang tuanya memiliki hajatan.

Meski Jokowi saat ini telah menjadi pejabat publik tak lantas melupakan jasa dan kisah diantara mereka berdua. Saat menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, Jokowi masih mau menemuinya.

Suatu saat Jokowi diwawancara oleh salah satu televisi swasta, hati Tarti cemas ketar-ketir tak karuan. Ia khawatir bila Jokowi yang saat itu tengah mengemban tugas sebagai Gubernur DKI membuat statement jika tak pernah mengenalnya. "Ternyata dia jawab kenal," ujar Tarti tahun 2018 kemarin.

Mewarisi keahlian sebagai tukang kayu terjun langsung mengerjakan bisnis ayahnya, Jokowi sejatinya mulai bekerja sebagai penggergaji sejak umur 12 tahun. Untuk diketahui, keluarganya sempat mengalami penggusuran rumah selama tiga kali pada masa kecil. Namun, hal itu pula yang membentuk pola pikirnya bila suatu saat nanti menjadi orang besar harus pro rakyat.

Sebagai pejabat publik Jokowi mulai merintis karir dari Wali Kota Solo. Di sana ia dikenal memiliki komunikasi politik yang khas, dikenal akan pendekatannya dengan masyarakat saat melakukan blusukan. Diingat oleh penduduk di sana, dalam merelokasi pedagang kaki lima, Jokowi memanusiakan manusia.

Sandi yang Terlahir Kaya

Masa kecil calon wakil presiden Sandiaga Uno banyak dihabiskan di kota kelahirannya Pekanbaru, Riau. Ayahnya Razif Halik Uno bekerja di perusahaan Caltex di Riau, sementara ibunya Mien Rachman Uno sudah terkenal sebagai pakar pendidikan kepribadian di kota penghasil minyak itu.

Lahir di Riau membuat Sandiaga kecil bergaul dengan anak-anak di kompleks Caltex (sekarang Chevron) maupun di luar kompleks. Hingga ayahnya tak lagi bekerja di sana, keluarga Sandi Uno hengkang ke Ibu Kota Jakarta sekiranya pada tahun 1970-an.

Di kota metropolitan ini dia bersekolah di SD PSKD Bulungan, SMPN 12 dan melanjutkan pendidikan di SMA Pangudi Luhur.

Dalam acara Good Friend yang dipandu oleh Alvin Adam, Sandiaga menceritakan, saat masih kecil mulutnya pernah dilumuri cabai oleh ibundanya. Sebab, hal itu Sandi akui merupakan cara sang bunda untuk mendidik Sandiaga agar menjadi orang yang baik.

"Oh yang nggak akan pernah lupa sih itu, dicabein mulutnya," kata Sandiaga.

Ibunya lalu buru-buru mengklarifikasi ucapan Sandiaga mengapa melakukan hal tersebut. "Iya, habis kalau ngomong kotor, dicabein kalau ngomongi (gosip) orang dicabein," dalihnya.

Sandi berkelakar atas kelakuan ibundanya yang dulu terkesan galak, dan jika dilakukan saat ini bisa dilaporkan ke Komnas Anak.

"Gak jelas, gosip kali, umur tiga tahun gosip. Gara-gara itu (dikasih cabai) nggak berani lagi ngomong macam-macam," urai Sandi.

Mien mengisahkan saat Sandi kecil ia berucap bercita-cita ingin menjadi pilot, namun mimpi itu harus ia kubur dalam-dalam karena Sandi pakai kacamata. Mien menjelaskan dengan ketampanan yang dimiliki oleh putranya, sejak kecil bahkan Sandiaga sudah dimintai untuk menjadi model.

Saat itu Sandiaga tidak diberi lampu hijau menjadi seorang model oleh orangtuanya, dengan alasan agar konsentrasinya sebagai pelajar lebih fokus, agar suatu saat kelak menjadi orang sukses.

Namun, nyatanya Sandiaga tetap bersikukuh menjadi seorang model hingga suatu saat tercapailah mimpinya itu dimana ia sempat menjadi cover boy di Majalah Hai. Wajahnya nampak masih sangat muda, belum beruban seperti sekarang.

Dalam foto cover tersebut, terlihat Sandiaga muda yang tanpa mengenakan kaos, tengah mengangkat ketiak bagian kiri, badannya tertutup rompi berwarna biru muda.

"Iya pernah (model), tapi nggak tahu dibayar apa enggak," ucap bundanya.

Sejak kecil Sandiaga memang dikenal sebagai sosok yang cerdas. Kecerdasan yang dimiliki Sandi tidak terlepas dari dorongan yang diberikan oleh ibu kandungnya dalam mendidik kepribadian Sandi. "Dia kutu buku, nggak banyak berkeliaran," ucap Mien Uno.

"Weekend itu biasa ke perpustakaan, karena dari orang tua keras banget, kalau nilai tidak sampai target dihukumnya tidak manusiawi," ujar Sandiaga.

Setelah lulus SMA di Jakarta, Sandiaga melanjutkan pendidikannya ke Wichita State University di Amerika Serikat dan lulus dengan predikat summa cum laude. Setahun kemudian, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan kembali pendidikannya ke Negeri Paman Sam di Univeritas George Washington dan lulus dengan indeks kumulatif 4,00. []

Baca juga:

Berita terkait