Kulon Progo - Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2020 tetap diselenggarakan di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19 belum berakhir. Acara ini diadakan hanya di tingkat kabupaten masing-masing dan tidak bisa dilakukan secara besar besaran.
Kepala Dinas Kebudayaan Kulon Progo, Niken Probolaras, mengatakan, FKY 2020 di Kabupaten Kulon Progo akan menampilkan kesenian khas dari 12 kapanewon di Kulon Progo, yang mengambil lokasi di Taman Budaya Kulon Progo, mulai tanggal 21-26 September 2020.
Kesenian tersebut yakni Rampak Kendang (Kalibawang), Kesenian Musik Jalanan (Kokap), Musik Keroncong (Nanggulan), Jathilan Reog (Galur), Angguk Putri (Girimulyo), Oglek (Sentolo), Jathilan Pokding Kreasi (Panjatan), Kethoprak (Pengasih), Angguk Putri (Lendah), Jathilan (Wates), Lengger Tapeng (Samigaluh) dan Incling (Temon).
Setiap malam akan ada dua penampilan kesenian. Karena pandemi, pentas diadakan tertutup yang bisa disaksikan di chanel YouTube Dinas Kebudayaan Kulon Progo.
Pada hari terakhir, juga diadakan Pameran seni FKY 2020. Selain itu juga diadakan talk show dengan tema Potensi Teh di Kulon Progo disalah satu TV lokal Yogyakarta, pada 22 September 2020. "Setiap malam akan ada dua penampilan kesenian. Karena pandemi, pentas diadakan tertutup yang bisa disaksikan di chanel YouTube Dinas Kebudayaan Kulon Progo," ucap Niken Probolaras, di Taman Budaya Kulon Progo, Senin, 22 September 2020 malam.
Sementara itu, Bupati Kulon Progo, Sutedjo mengatakan, di Bumi Binangun ini berbagai produk-produk seni budaya tradisional berkembang dengan pesat dan terus lestari. Namun demikian masih banyak produk seni dan budaya tradisional yang masih bisa digali, sehingga seni budaya yang sudah ada bisa pertahankan dan seni budaya yang mulai hilang harus kita bangun kembali.
Oleh karenanya, potensi seni budaya tersebut harus bisa ditangkap demi lestarinya peradaban budaya, baik untuk kepentingan pada masa sekarang ini, maupun warisan kepada generasi penerus. "Saya sangat mendukung kegiatan Festival Kebudayaan Yogyakarta ini. Meskipun dilaksanakan dalam masa pandemi, namun semoga tetap memiliki makna yang cukup mendalam bagi kelestarian kebudayaan kita," ungkap Sutedjo. []