Untuk Indonesia

Proposal Hoax Ratna Sarumpaet, Tes Gelombang dari Sandiaga

Saya duga proposal hoax ini sudah ada, dan bukan seketika atas prakarsa Ratna semata.
Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno didampingi Dewan Penasehat BPN Amien Rais memberikan keterangan pers mengenai berita bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet, di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta, Rabu (3/10). (Foto: Ant/Galih Pradipta)

Oleh: Jainal Pangaribuan XVI*

Sebuah lakon penuh aksi, penganiayaan dengan kekerasan membuat wajah hancur dan lebam. Korbannya seorang perempuan berusia tua, 70 tahun, seorang aktivis perempuan, bernama Ratna Sarumpaet. Korban dianiaya di Bandung.  Para rekannya di Koalisi Adil Makmur pun bagai sebuah koor terlatih menyuarakan kekerasan tersebut. Ratna memang masuk di Badan Pemenangan Nasional Koalisi Adil Makmur, yang mengusung Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019.

Suasana politikpun bagai bergoyang seirama gempa dan tsunami yang terjadi di Palu, Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah. Saat Presiden sedang fokus menangani bencana Pasidong, saat yang sama kasus pemukulan Ratna ini meluas di media nasional. Klimaksnya adalah konferensi pers Koalisi Adil Makmur yang dilakukan oleh Prabowo, Selasa 2 Oktober 2018 malam. Prabowo terkesan menyerang pemerintah dan menekan agar kepolisian segera mengungkap kasus pemukulan pada Ratna. Prabowo juga menyatakan bahwa tindakan yang dialami Ratna adalah tindakan pelanggaran HAM, tindakan para preman dan pecundang. Malam itu juga, beberapa tokoh berkumpul di sekitar bundaran HI untuk mendukung pergerakan melawan zolimnya penguasa, katanya.

Anehnya, Rabu 3 Oktober 2018 sore hari, Ratna Sarumpaet melakukan konferensi pers, menyatakan bahwa dia tidak benar dianiaya, foto-fotonya yang beredar adalah foto pasca operasi sedot lemak di sebuah rumah sakit kecantikan di Menteng, Jakarta Pusat. Sejak pagi, di medsos sudah viral tentang data dan fakta, juga kronologi operasi sedot lemak Ratna, tempat dan transaksi pembayaran. Pernyataan Ratna membuat geger dunia politik, Ratna mengakui bahwa dia adalah produsen hoax terbaik di Indonesia. Ratna pun ditangkap dan ditahan saat ini oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya. Ratna mengundurkan diri dari BPN Koalisi Adil Makmur.

Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa Koalisi Adil Makmur serentak bersuara menekan pemerintah mengacu pada kabar hoax yang diendorse oleh Ratna? Ratna pasti paham bahwa Polri akan cepat memeriksa kebenaran isu hoax pemukulan itu. Koalisi Adil Makmur dipimpin seorang jenderal dan beranggotakan banyak pakar, kok mereka memviralkan berita derita seorang Ratna tanpa chek dan ricek kebenaran pemukulan Ratna? Apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah sesederhana itu atau ada hal-hal lain yang masih tersembunyi?

#Klarifikasi Koalisi Adil Makmur
Kamis, 4 Oktober 2018, Prabowo meminta maaf pada publik atas grasa-grusunya. Prabowo minta maaf, para anggota koalisipun meminta maaf seperti Hanum Rais, Fadli Zon, dan lainnya. Disimpulkan, bahwa mereka telah dibohongi oleh Ratna Sarumpaet. Mereka percaya karena ketokohan Ratna selama ini sebagai aktivis pejuang.

Tim Prabowo, seperti adiknya Hasjim melakukan siaran pers Jumat, 5 Oktober 2018, mem-branding Prabowo sebagai seorang tokoh yang sangat peka atas penderitaan orang lain, makanya pada saat Ratna dilihat sebagai korban langsung disuarakan. Tanggal 5 Oktober malam, Prabowo di Kompas TV membuat serangan baru, bahwa Ratna adalah sosok yang disusupkan pada BPN Koalisi Adil Makmur untuk merusak dan melemahkan Prabowo. Sebuah fakta disajikan adalah kedekatan Jokowi dengan Ratna saat Pilkada DKI, karena Ratna pakai baju kotak kotak.

#Langkah Kepolisian
Tanggal 3 Oktober malam, Dirkrimum Polda Metro membuat konferensi pers dan membeber sejumlah data dan fakta tentang berita hoax yang disebarkan oleh Ratna dan para pihak. Selanjutnya, Ratna ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, setelah ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta sebelum Ratna terbang ke Chile. Sesuai pemberitaan, Ratna akan menghadiri sebuah konferensi di Chile, dan biaya perjalanannya dibantu oleh Pemda DKI sebesar Rp 70 Juta. Kepolisian telah memanggil beberapa saksi yang diduga ikut memviralkan berita hoax penganiayaan Ratna.

#Sikap Koalisi Kerja Indonesia
Koalisi kerja mendukung langkah kepolisian untuk memproses secara hukum berita hoax yang mengganggu stabilitas politik. Farhat Abbas secara pribadi melaporkan 17 orang, termasuk Prabowo, untuk diperiksa polisi atas pemberitaan kebohongan yang dilakukan. Langkah ini didukung oleh koalisi seperti yang disampaikan Sekretaris TPN Koalisi Kerja, Hasto Kristiyanto. Dapat disimpulkan bahwa Koalisi Kerja merasa disudutkan dengan pemberitaan hoax tersebut apalagi dilakukan saat Presiden Jokowi sedang fokus menangani bencana di Palu.

#Analisis Praduga Kasus Hoax
Saat ini sedang berlangsung tarung Pilpres antara Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi. Masa kampanye ini menghiasi semua dinamika politik nasional, menggunakan semua kemampuan dan kelihaian agar bisa menang pada 17 April 2019. Penggunaan hoax seolah telah lazim digunakan dalam tarung politik, apalagi Donald Trump dianggap mampu memenangkan Pemilihan Presiden USA yang terbantukan oleh hoax atas bantuan Rusia.

Presiden Jokowi yang sekaligus Capres 2019, adalah petahana yang mempunyai popularitas dan elektabilitas tinggi jauh di atas elektabilitas Prabowo. Kinerja dan kesederhanaan Jokowi adalah fakta yang membuat petahana akan sulit dikalahkan pada pilpres 2019. Skema penaklukan Ahok menjadi inspirasi pada berbagai pihak untuk mengalahkan Jokowi. Oleh karena itu proposal-proposal yang berbau skema Ahok akan gampang ditelan bagai orang haus di gurun pasir.

Beberapa operator skema penaklukan Ahok di DKI ada di kubu Koalisi Adil Makmur termasuk Sandiaga Uno yang menjadi cawagub saat itu. Di sana juga ada Buni Yani yang mem-framing pidato Ahok di Pulau Seribu sehingga gampang diviralkan dalam kemasan SARA yang ditindak lanjuti dengan demo berjilid-jilid. Saya duga proposal hoax ini sudah ada, dan bukan seketika atas prakarsa Ratna semata. Ratna sudah menjalani bentangan panjang sebagai aktivis dan tentu tidak mau konyol dengan provokasi murahan seperti itu. Proposal ini ada di bawah supervisi seseorang dan bukan oleh Prabowo namun sangat dipercayai oleh Prabowo.

Inilah yang disebut sebagai tes gelombang, uji coba penggunaan hoax dengan mengorbankan Ratna Sarumpaet. Tujuan tes gelombang adalah utk mengetahui gelombang yang terjadi jika dilakukan produksi hoax, bagaimana reaksi publik dan kecepatan aparat hukum untuk merespon. Korban yang diberikan apakah sesuai dengan manfaat yang diterima. Saya duga Prabowo tidak terlibat dalam perencanaan ini tapi diperdaya melalui pendekatan psikologis spontanitas. Prabowo tidak bohong, dia spontan dan memang sering bereaksi spontan atas sebuah kasus, dan kelemahan ini dimanfaatkan seseorang dalam koalisi mereka.

Siapakah seseorang itu? Itulah Sandi, yang juga cawapresnya Prabowo. Dia sama sekali tidak bersuara soal kasus hoax yang dilakukan Ratna, dia tidak ada saat konferensi pers Prabowo tanggal 2 Oktober malam. Dia bagaikan grand master yang memimpin sebuah skenario di belakang layar, karena dia sudah merasakan manfaat skema ini dengan duduknya sebagai Cawagub DKI mengalahkan Ahok. Sandi juga yang telah melakukan kunjungan ke Amerika dan Rusia, mempunyai jejaring global karena dia adalah investor global. Patut diduga rencana hoax ini sudah atas sepengetahuan Sandi dan Sandilah pertama yang bereaksi untuk mempolisikan Ratna Sarumpaet.

Sandi terkenal kelincahannya memperdayai siapapun yang ada di sekitarnya. Dia licin bagai belut, dia juga di-branding santri millenial oleh PKS. Dia mampu memutar situasi dan membelokkan pada kepentingannya. Prabowo dengan segala reputasinya dimanfaatkan Sandi untuk kepentingannya dan memang begitulah barang itu. Tes gelombang mereka relatif berhasil.

Kelincahan dan kepakaran Polri diuji saat ini untuk membuka kasus ini dalam sebuah rekonstruksi terukur dan terpahami secara waras logis. Semoga kasus ini dapat terselesaikan cepat dan sempurna karena serangan hoax berikut mungkin ada. Ratna yang disayang dan Ratna yang malang, dia terjerembab atas kilauan kilauan sesat bukan oleh setan.
 
*Jainal Pangaribuan XVI, Penulis Independen

Berita terkait