Presiden Taiwan Lai Ching-te Desak Negara-negara Demokratis Kekang Otoritarianisme China

Berbicara di Forum Ketagalan tahunan mengenai keamanan Indo-Pasifik di Taipei, Lai ingatkan bahwa Taiwan bukanlah “satu-satunya target” Beijing
Presiden Taiwan Lai Ching-te menyampaikan pidato di Forum Ketagalan tahunan di Taipei, Taiwan, 21/8/2024. (Foto: voaindonesia.com/Ann Wang/REUTERS)

TAGAR.id, Taipei, Taiwan – Presiden Taiwan, Lai Ching-te, Rabu (21/8/2024), memperingatkan bahwa “otoritarianisme China yang kian berkembang tidak akan berhenti di pulau itu” dan mendesak negara-negara demokratis untuk bersatu guna mengekang perluasannya.

China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, dan seorang pejabat senior Partai Komunis China mengatakan pada hari Selasa (20/8/2024), bahwa Beijing yakin akan “penyatuan kembali sepenuhnya” dengan pulau tersebut.

Berbicara di Forum Ketagalan tahunan mengenai keamanan Indo-Pasifik di Taipei, Lai memperingatkan bahwa Taiwan bukanlah “satu-satunya target” Beijing.

“Kita semua menyadari sepenuhnya bahwa otoritarianisme yang China yang kian berkembang tidak akan berhenti di Taiwan, dan Taiwan juga bukan satu-satunya sasaran tekanan ekonomi China,” katanya kepada para politisi dan cendekiawan dari 11 negara yang menghadiri forum tersebut.

"China bermaksud mengubah tatanan internasional berdasar aturan. Itulah sebabnya negara-negara demokratis harus bersatu dan mengambil tindakan nyata. Hanya dengan bekerja sama kita dapat menghambat perluasan otoritarianisme negara itu."

Lai, yang dilantik pada 20 Mei, telah dicap sebagai “separatis berbahaya” oleh China karena gigihnya membela kedaulatan Taiwan.

Beijing telah meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap Taiwan dalam beberapa tahun terakhir, dan meluncurkan latihan perang beberapa hari setelah pelantikan Lai, dengan mengepung pulau itu dengan jet-jet tempur dan kapal-kapal angkatan laut.

Militer Taiwan hampir setiap hari melaporkan penampakan kapal-kapal perang China di sekitar perairannya, serta jet-jet tempur dan drone-drone di sekitar pulau itu.

Lai mengatakan “ekspansionisme militer” China terjadi di tempat lain, merujuk pada latihan gabungan Beijing dengan Rusia di Laut China Selatan, Pasifik Barat, dan Laut Jepang.

“Tindakan seperti itu dimaksudkan untuk mengintimidasi negara-negara tetangga China dan merusak perdamaian dan stabilitas regional,” katanya.

“Taiwan tidak akan terintimidasi. Kami akan memikul tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.”

Lai telah berulang kali mengajukan tawaran untuk berdialog dengan Beijing tetapi perundingan terhenti sejak pendahulunya, Tsai Ing-wen, terpilih pada 2016, yang telah lama mengatakan Taiwan bukan bagian dari China.

“Taiwan tidak akan menyerah atau memprovokasi… Dengan syarat kesetaraan dan martabat, kami bersedia melakukan dialog dan bekerja sama dengan China,” tegas Lai, Rabu.

Kementerian Luar Negeri China membalas pada Rabu (21/8/2024) sore, dengan juru bicara Mao Ning menegaskan bahwa Taiwan adalah “bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah China” dan menuduh Partai Progresif Demokratik (DPP) yang dipimpin Lai menyesatkan masyarakat.

“Tidak peduli apa yang mereka katakan atau lakukan, mereka tidak dapat mengubah fakta bahwa kedua sisi Selat Taiwan adalah milik China, dan mereka juga tidak dapat menghentikan tren historis dari reunifikasi China pada akhirnya,” katanya pada konferensi pers rutin. (ab/ns)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
AS dan Taiwan serta China Berlomba Kembangkan Teknologi Drone Militer
Drone seperti yang terbang di sekitar Taiwan, bertugas melakukan dua misi yaitu pengintaian dan intimidasi
0
Presiden Taiwan Lai Ching-te Desak Negara-negara Demokratis Kekang Otoritarianisme China
Berbicara di Forum Ketagalan tahunan mengenai keamanan Indo-Pasifik di Taipei, Lai ingatkan bahwa Taiwan bukanlah “satu-satunya target” Beijing