TAGAR.id, Washington DC, AS - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, berencana mendesak reformasi Dewan Keamanan PBB ketika ia menghadiri sidang Majelis Umum PBB, kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan hari Selasa (20/9).
Menurut Sullivan, dengan frustrasinya pejabat AS setelah Rusia memveto langkah dan deklarasi Dewan Keamanan atas invasi Rusia ke Ukraina, Biden dapat mendesak reformasi itu secara pribadi kepada Sekjen PBB dan pejabat lainnya, atau justru mengumumkannya secara terbuka.
“Saya berharap presiden akan berbicara secara substantif mengenai wacana reformasi Dewan Keamanan PBB saat ia berada di New York,” kata Sullivan, menjawab pertanyaan VOA.
Wacana reformasi DK PBB selalu muncul setiap terjadi krisis internasional, ketika salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan (AS, Rusia, China, Inggris dan Prancsi) menggunakan hak vetonya untuk menjegal resolusi yang didukung oleh pihak-pihak lain.
Cara Moskow menggunakan hak vetonya semenjak menginvasi Ukraina telah mendorong Washington untuk menghidupkan kembali wacana tersebut dan mendorong perluasan keanggotaan Dewan Keamanan.
“Saya rasa hal ini akan menjadi agenda dan Anda akan melihatnya membuat pernyataan terbuka” dengan tindakan-tindakan tertentu," kata Sullivan.
“Dunia akan melihat bahwa ketika salah satu anggota tetap [Dewan Keamanan] bertindak seperti ini, hal itu amat bertentangan dengan prinsip dasar DK PBB, dan hal itu seharusnya membuat semua orang secara bersama-sama memberikan tekanan kepada Moskow agar merubah sikapnya,” ujar Sullivan.
“Dalam paparannya di Majelis Umum, Biden akan fokus menggambarkan invasi Rusia ke Ukraina sebagai sebuah pelanggaran Piagam PBB,” katanya.
Pesan piagam itu adalah “negara-negara tidak boleh menaklukkan tetangga mereka secara paksa,” ungkapnya.
Biden “akan berbicara kepada setiap negara, mereka yang telah bergabung dengan koalisi kami yang luas untuk mendukung Ukraina, dan mereka yang sejauh ini hanya menyaksikan dari pinggir,” katanya.
“Biden juga akan membuat pengumuman tentang investasi pemerintah AS untuk mengatasi kerawanan pangan dunia, yang diperparah oleh invasi ke Ukraina,” ujar Sullivan. (rd/jm)/AFP/voaindonesia.com. []