Prabowo Bikin Gol Bunuh Diri, Bilang Jateng Lebih Luas dari Malaysia

Prabowo melakukan gol bunuh diri dengan mengatakan Jawa Tengah lebih luas dari Malaysia. 'Ini debat mesti hati-hati soal data.'
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam Debat Capres pertama di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis malam (17/1/2019). (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 18/1/2019) - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno mengatakan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto melakukan gol bunuh diri dengan mengatakan Jawa Tengah lebih luas dari Malaysia.

"Blunder. Ini debat mesti hati-hati soal data," tutur Adi menanggapi debat capres di Jakarta, Kamis malam (17/1) dilansir kantor berita Antara.

Baca juga: Prabowo Salah Data Lagi, Sebut Jateng Lebih Luas dari Malaysia

Secara umum, kata Adi, debat pertama capres-cawapres membosankan karena kedua pasangan calon, baik calon presiden-wakil presiden nomor urut 02 Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak bisa mengelaborasi proposal kebijakan yang akan mereka lakukan lima tahun ke depan jika mereka terpilih.

"Kedua Paslon di babak awal terlihat kaku dan 'jaim'. Ini sangat terkait peraturan KPU yang rigit hingga mempersempit ruang manuver paslon," kata Adi.

Dilihat dari gaya debat, lanjut dia, Jokowi nisbi banyak menyerang dengan intonasi dan mimik yang tak biasanya. Sementara Prabowo nisbi kalem dan bisa menahan diri.

"Efek kehati-hatian itu membuat pernyataan Prabowo kurang 'nendang'. Malah Jokowi yang banyak nyerang balik," ujarnya.

Ia mengatakan, secara substansi ada tiga isu yang berbeda cara menyikapinya yang kurang diekspolitasi, yakni isu deradikalisasi, tumpang tindih aturan, dan reformasi birokrasi.

"Jokowi-Ma'ruf menyikapi deradikalisasi dengan pendekatan holistik seperti agama, sosial, dan ekonomi. Sementara Prabowo perspektifnya lebih pada fokus keamanan," ujar Analis Politik Parameter Politik Indonesia ini.

Menyikapi tumpang tindih aturan Jokowi-Ma'ruf selain revisi dan evaluasi, paslon 01 itu akan membentuk Badan Pusat Legislasi Nasional yang terintegrasi satu pintu di bawah pengawasan presiden. Sementara Prabowo Sandi lebih fokus sinkronisasi dan tak tebang pilih.

Sementara reformasi birokrasi Jokowi-Ma'ruf lebih mengedepankan transparansi, "submit online", rekrutmen berbasis miritokrasi dan profesionalisme. Sedangkan Prabowo-Sandi lebih pada peningkatan kesejahteraan aparatur negara yang dianggap kurang layak.

Keempat, di level cawapres Sandi tampil memukau yang bisa berbagi peran dengan Prabowo. Bahkan dalam banyak sesi, justru pernyataan Sandi lebih fokus dan terukur.

"Sementara Ma'ruf Amin lebih banyak diam dan hanya mengamini Jokowi. Hanya sekali saja statemennya menukik tajam soal solusi deradikalisasi. Debat selanjutnya porsi Ma'ruf mesti lebih banyak karena secara substansi menguasai," tuturnya.

Yang Penting Kompetensi

Sementara itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy sepakat dan menilai jawaban Joko Widodo (Jokowi) dalam debat capres bahwa jabatan merujuk pada kompetensi, bukan dari partai politik atau nonparpol sudah tepat.

"Tidak pada tempatnya mempersoalkan kader parpol atau nonparpol di negara demokrasi, yang penting kompetensinya," kata Romahurmuziy dalam pernyataan tertulis diterima di Jakarta, Kamis (17/1) malam.

Ia pun mengamini contoh yang diberikan Jokowi tentang pejabat dari parpol yang kompeten dan berintegritas, yakni Baharuddin Lopa, kader PPP yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung.

"Almarhum Baharuddin Lopa adalah kader PPP yang dikenal bersih dan profesional sebagai Jaksa Agung pada masanya," ujar Rommy, sapaan akrab Romahurmuziy.

Menurut dia, di negara demokrasi, menteri adalah political appointee, pejabat yang ditunjuk.

"Bisa seorang profesional berbasis parpol maupun nonparpol. Maka jawaban Pak Jokowi sudah tepat, yang penting 'merit system' dan kompensasinya," ucapnya.

Sebelumnya, dalam debat, Prabowo Subianto meminta tanggapan Jokowi tentang jabatan penting yang diserahkan kepada kader yang aktif dari partai politik.

Menanggapi itu, Jokowi mengatakan sebuah jabatan itu harus diberikan kepada orang yang kompeten dengan proses rekrutmen yang mengacu pada kompetensi, integritas dan kapasitas, tidak hanya berlaku kepada orang yang bukan berasal dari partai.

"Banyak kok yang berasal dari partai yang dalam memimpin kita sangat baik dan legendaris," ujar Jokowi yang kemudian memberikan contoh mantan Jaksa Agung Baharudin Lopa yang berasal dari PPP. []

Berita terkait
0
Cristiano Ronaldo Tolak Tawaran Menggiurkan dari Klub Arab Saudi
Cristiano Ronaldo, pemain depan Manchester United, dilaporkan telah menolak tawaran menggiurkan untuk bergabung dengan klub Arab Saudi