Poro Duka Gugur, GMKI: Cabut Izin Investor, Ganti Kepala Kantor ATR/BPN Sumba Barat

Poro Duka gugur, GMKI: cabut izin investor, ganti Kepala Kantor ATR/BPN Sumba Barat. “Presiden seharusnya tidak membiarkan adanya oknum pemerintahan baik pusat dan daerah, investor, dan aparat melakukan ketidakadilan, tindak kekerasan, dan penyelewengan tugas demi menguntungkan kelompok tertentu.”
Ketua Umum PP GMKI Sahat Sinurat bersalaman dengan Presiden Joko Widodo usai PP GMKI diterima Presiden di Istana Negara, Senin (31/7). (Foto: Ist)

Jakarta, (Tagar 10/5/2018) – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) peristiwa antara warga dan aparat keamanan yang menewaskan Poro Duka (40) di Sumba Barat.

Disebutkan, konflik antara warga dan aparat keamanan terjadi di pesisir Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Sumba Barat pada Rabu (25/4/2018).

Peristiwa itu bermula dari proses pengukuran tanah oleh PT Sutera Marosi Kharisma dan Kantor ATR/BPN Sumba Barat yang dibantu oleh 131 personel aparat keamanan gabungan dari Polres Sumba Barat, Brimob Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Raimas Polda NTT, dan Kodim 1613 Sumba Barat.

GMKI dalam pernyataan sikapnya mengungkapkan, bentrok antara masyarakat dan aparat keamanan terjadi pada pengukuran tanah bidang lima.

“Seorang warga bernama Poro Duka meninggal ditembak oleh oknum aparat kepolisian, dan Markus M Duka mengalami luka tembak di kedua kakinya. Tindak kekerasan dari aparat keamanan juga dialami oleh 10 orang masyarakat, termasuk seorang anak berusia SMP,” sebut Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat kepada Tagar, Jakarta, Kamis (10/5/2018).

Dia menjelaskan, meskipun Kapolres Sumba Barat sudah diganti oleh Mabes Polri, namun sampai saat ini keluarga dan masyarakat pemilik tanah masih saja mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik dari pemerintah daerah, kepolisian, dan lainnya.

“Janji Nawacita Presiden Jokowi untuk menghadirkan rasa aman bagi warga negara dan membangun Indonesia dari pinggiran ternyata berbeda dengan kenyataan,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, masyarakat yang ingin memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya malah mendapatkan ketidakadilan dan diskriminasi ekonomi.

“Kementerian ATR/BPN yang ditugaskan Presiden untuk  membantu rakyat membuat sertifikat tanahnya, malahan membantu para investor untuk merebut tanah rakyat dengan pendekatan kekerasan, terlebih menggunakan aparat kepolisian/TNI dalam setiap konflik agraria di lapangan,” ujar dia lagi.

“Peristiwa ini bukan hanya menambah jumlah konflik agraria, namun juga bertentangan dengan komitmen Presiden untuk menjalankan reforma agraria yang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil di daerah,” imbuhnya.

“Presiden seharusnya tidak membiarkan adanya oknum pemerintahan baik pusat dan daerah, investor, dan aparat kepolisian/TNI yang melakukan ketidakadilan, tindak kekerasan, dan penyelewengan tugas demi menguntungkan kelompok tertentu,” timpal Sekretaris Umum PP GMKI Alan Christian Singkali.

Menurut GMKI, jika hal itu dibiarkan dan terjadi di daerah-daerah lainnya, maka akan semakin banyak rakyat di daerah yang menjerit karena hak kehidupannya telah dirampas secara paksa.

Menyikap peristiwa tersebut, GMKI mengeluarkan pernyataan sikap berisi tujuh butir seruan yang ditandatangani Sahat Martin Philip dan Alan Christian Singkali.

1. Merasakan penyesalan dan dukacita yang mendalam atas meninggalnya Poro Duka, warga Sumba Barat yang gugur saat memperjuangkan tanah leluhur yang adalah tanah sumber kehidupan dirinya dan keluarganya.

2. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk menugaskan jajaran menteri terkait untuk mengaudit perjanjian kontrak sewa/jual beli dan perizinan lahan dari setiap investasi yang saat ini sedang dilakukan di seluruh Indonesia, baik investasi pariwisata, perkebunan, pertanian, industri, dan lainnya. Kami menduga hal yang sama seperti yang terjadi di Sumba Barat, yakni kongkalikong antara investor, pemerintah daerah, dan kementerian terkait untuk mengambil lahan masyarakat secara paksa juga terjadi di daerah lainnya di Indonesia.

3. Meminta Pemerintah untuk memberikan prioritas terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa sehingga masyarakat desa dapat bekerja mandiri dan tidak harus bergantung kepada investor serta hanya menjadi buruh/pekerja di atas tanah leluhurnya.

4. Mendesak Pemerintah untuk mencabut izin investor PT Sutera Marosi Kharisma dan mengganti Kepala Kantor ATR/BPN Sumba Barat yang dicurigai terlibat dalam konflik agraria di Marosi.

5. Mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk memeriksa mekanisme dan prosedur pengerahan aparat kepolisian/TNI dalam persoalan konflik lahan agar aparat kepolisian/TNI yang seharusnya menjadi pelindung rakyat tidak digunakan oleh kepentingan tertentu untuk menekan dan mengintimidasi rakyat.

6. Meminta pelaku penembakan dengan penuh kesadaran untuk menyerahkan diri sehingga proses hukum dapat berjalan dan keadilan dapat ditegakkan.

7. Menugaskan Badan Pengurus Cabang dan Anggota GMKI se-Tanah Air untuk selalu berada bersama rakyat dan membela rakyat dalam persoalan konflik agraria yang sedang maupun akan terjadi di setiap daerah di Indonesia. (yps)

Berita terkait
0
Kesengsaraan dalam Kehidupan Pekerja Migran di Arab Saudi
Puluhan ribu migran Ethiopia proses dideportasi dari Arab Saudi, mereka cerita tentang penahanan berbulan-bulan dalam kondisi menyedihkan