Polisi Sita 16 Kilogram Emas Batangan dari Penambang Ilegal Timika

D (49) diamankan di Bandara Sultan Hasanuddin karena kedapatan membawa 15 emas batangan 24 karat seberat 16 kilo lebih.
J (50) baju orange berdiri paling kiri tersangka penadah, D (49) pengepul, dan A (45) pengepul baju putih. (Foto: Tagar/Rio Antony)

Makassar, (Tagar 13/9/2018) – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Mabes Polri bekerja sama dengan Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sulsel, berhasil menangkap tiga pelaku penambang emas ilegal dari Timika, Papua.

Menurut Kasubid 5 Kepala Bidang direktorat tindak pidana tertentu Bareskrim Polri, Kombes Pol S Putut Wicaksono, pengungkapan dilakukan pada tanggal 24 dan 25 Mei, saat tanggal 24 pihaknya mengamankan tersangka D (49) di Bandara Sultan Hasanuddin.

“Kita amankan tersangka berinisial D (49) di Bandara Sultan Hasanuddin karena yang bersangkutan kedapatan membawa 15 emas batangan 24 karat seberat 16 kilo lebih,” ujar Putut Wicaksono di Polda Sulsel, Kamis (13/9/2018).

Disebutkan, penangkapan tersangka terkait pelanggaran Pasal 161 tindak pidana UU 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

“Tindak pidananya adalah menampung, memaanfaatkan dan melakukan pengolahan dan pemurnian pengangkutan penjualan mineral dan batubara yaitu berupa emas yang bukan dari pedagang resmi, berarti mereka ini adalah penambang ilegal,” tambah Kombes Wicaksono.

Barang bukti yang disita dari tersangka D, kata Wicaksono, ada 15 batang emas lantakan 24 karat. Setelah ditimbang di pegadaian total beratnya 16 kilo lebih. “Selain itu kita juga sita tiga HP, satu buku rekening bank BCA,” ujarnya.

Setelah itu pihaknya melakukan pengembangan terkait tersangka D ini dengan pelaku berinisial J (50) yang ada di Makassar. Di Makassar tim melakukan penggeledahan dan penyitaan di toko emas di Jalan Sompa OPU.

Kedua tersangka yakni D dan J, menurut Wicaksono, saling bekerjasama. D adalah pengepul, sedangkan J penadah. Emas yang dibawa D dari Timika adalah hasil tambang ilegal.

“Ulah mereka ini sangat merugikan negara, bayangin saja per dua minggu mereka menghasilkan 16 kilogram emas, dapat dibayangkan berapa kerugian negara akibat ulah mereka. Karena para tersangka ini telah menjalankan aksinya selama dua tahun,” beber Wicaksono.

Sementara itu, ternyata dari hasil pengembangan lebih lanjut oleh Polda Sulsel dan Mabes Polri, terdapat tersangka lainnya yakni berinisial A (45).

Bareskrim Mabes Polri bersama dengan personel Ditres Krimsus Polda Sulsel, berhasil membongkar praktik perdagangan ilegal emas yang ditambang di wilayah konsesi PT Freeport.

Praktik ilegal tersebut terbongkar setelah berlangsung kurang lebih dua tahun. Itu setelah seorang tersangka yang diketahui bernama A (45) terciduk. A ditangkap tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan personel Ditres Krimsus Polda Sulsel, di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

"Setidaknya tersangka A telah melakukan bisnis kotornya sejak 2015," kata Kasubdit IV Ditres Krimsus Polda Sulsel, Kompol Trihanto Nugroho, di Mapolda Sulsel, Kamis.

Disebutkan, tersangka A membeli emas dari pengumpul pendulang emas ilegal di wilayah konsesi PT Freeport. Setelah dikumpulkan, emas tersebut selanjutnya dicetak jadi emas batangan dengan berat berkisar 800 gram sampai 1.000 gram.

Sebelum ditangkap pada Senin 16 Juli 2018, emas batangan tersebut dibawa ke Makassar menggunakan penerbangan dari Timika. Tujuannya untuk diolah di salah satu toko emas "R" di Jalan Somba Opu Makassar, guna dijadikan perhiasan kalung dan sebagainya.

"Emas yang dikumpulkan dan dibentuk menjadi batangan sebanyak 10 batang, dengan berat 10,6 kilo gram," tambah Trihanto Nugroho.

Upaya pengolahan emas menjadi perhiasan tersebut berhasil digagalkan, setelah diperoleh laporan informasi adanya pengangkutan emas ilegal yang kerap masuk ke Makassar.

"Personel Ditreskrimsus dan Tim Satgas Komando Bareskrim Mabes Polri, menangkap tersangka di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, bersama dengan barang bukti," tambahnya. []

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.