Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyebut Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober, bisa dijadikan sebagai cambuk semangat untuk semakin meneguhkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Ia menyatakan, lahirnya momentum Hari Kesaktian Pancasila tak lepas dari tragedi G30S/PKI. Enam jenderal dan satu perwira dibunuh secara keji dan dibuang ke dalam sumur sedalam 12 meter di kawasan Lubang Buaya.
Mereka antara lain Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R Soeprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswodiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean.
Hingga kini TAP MPRS tersebut masih berlaku, dan menjadi pegangan kuat bagi bangsa Indonesia dalam melindungi jati dirinya.
Baca juga: BPIP: Hari Kesaktian Pancasila Momentum Merdeka dan Sejahtera
"Gerakan tersebut pada akhirnya berhasil diredam. Pancasila membuktikan keberadaannnya sebagai ideologi menyatukan, sehingga kemudian setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila," kata Bamsoet usai membacakan Teks Pancasila, dalam upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2020.
Wakil Ketua Unum Pemuda Pancasila ini mengatakan, tragedi G30S/PKI tidak berhasil mengganti Pancasila dengan Marxisme, Leninisme, maupun Maoisme. Menurutnya, Pancasila tetap teguh, tak hanya sebagai ideologi bangsa melainkan juga sebagai sumber kekuatan moril dan spiritual bangsa.
"Sebagai tindak lanjut, MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran dan pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang, serta pelarangan penyebaran paham komunisme/Marxisme-Leninisme. Hingga kini TAP MPRS tersebut masih berlaku, dan menjadi pegangan kuat bagi bangsa Indonesia dalam melindungi jati dirinya," ujar Bamsoet.
Baca juga: Isi Ikrar Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020
Wakil Ketua Umum Depinas SOKSI dan Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan bahwa Pancasila tidak boleh dijadikan komoditas politik bagi sebagian kelompok. Baginya, Pancasila merupakan milik bangsa, bukan milik segelintir orang. Menganggap diri paling Pancasilais, sementara yang lainnya tidak, merupakan tindakan yang tak dibenarkan.
"Jangan menjadi pengkhianat bangsa dengan menjadikan Pancasila sebagai alat provokasi pemecah belah bangsa. Tak perlu merasa paling benar sendiri, paling Pancasila sendiri. Karena nilai-nilai Pancasila bukan untuk dikatakan atau didiskusikan, melainkan untuk diamalkan," tutur Politisi Partai Golkar tersebut. []