Perusahaan Fesyen Ralph Lauren Diselidiki di Kanada Atas Tuduhan Pakai Tenaga Kerja Paksa Uyghur

Koalisi berisi 28 organisasi masyarakat sipil pada tahun lalu mengajukan keluhan kepada lembaga pemantau tersebut
Seorang warga tampak berjalan melewati toko Ralph Lauren di Fifth Avenue, New York City, AS, 4 April 2017. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Brendan McDermid)

TAGAR.id - Lembaga pemantau perusahaan Kanada, pada Selasa, 15 Agustus 2023, meluncurkan sebuah penyelidikan terhadap unit perusahaan fesyen Ralph Lauren di negara itu terkait dugaan bahwa perusahaan itu menggunakan tenaga kerja paksa dari kelompok minoritas Muslim Uyghur di China.

Pengumuman itu disampaikan setelah Ombudsman Kanada untuk Praktik Usaha yang Bertanggung Jawab memulai penyelidikan serupa terhadap Nike Canada dan perusahaan pertambangan Kanada Dynasty Gold pada bulan Juli 2023 lalu.

Koalisi berisi 28 organisasi masyarakat sipil pada tahun lalu mengajukan keluhan kepada lembaga pemantau tersebut mengenai tuduhan bahwa “Ralph Lauren Kanada menjalin hubungan pasokan dengan perusahaan-perusahaan China yang menggunakan atau memanfaatkan penggunaan tenaga kerja paksa Uyghur.”

pekerja d xinjiangIlustrasi - Para pekerja terlihat di lini produksi di sebuah pabrik tekstil kapas di Korla, Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, 1 April 2021 (Foto: voaindonesia.com - cnsphoto via REUTERS)

“Saya telah memutuskan bahwa keluhan tentang Ralph Lauren itu memerlukan penyelidikan,” kata anggota ombudsman, Sheri Meyerhoffer, dalam pernyataan tertulis.

Induk perusahaan merek tersebut di Amerika Serikat, tulisnya, telah mempermasalahkan yurisdiksi Kanada atas masalah itu, dengan alasan bahwa anak perusahaannya “tidak bertanggung jawab atas pengambilan keputusan” dan bahwa semua kegiatan operasionalnya diawasi oleh kantor pusat perusahaan di AS.

Proyek Advokasi Hak Uyghur yang berbasis di Ottawa menyambut baik penyelidikan tersebut melalui sebuah pernyataan.

“Terdapat bukti yang meyakinkan bahwa Ralph Lauren terkait dengan sejumlah perusahaan China yang menggunakan tenaga kerja paksa Uyghur dalam rantai pasok mereka,” katanya.

Warga etnis minoritas UighurIlustrasi - Warga etnis minoritas Uighur menjalani pelatihan kerja di kamp "reedukasi" di Hotan, Xinjiang (Foto: Dok/voaindonesia.com/AP)

Kelompok-kelompok HAM mengatakan, lebih dari satu juta warga Uyghur dan sebagian besar minoritas muslim lain ditahan di kamp-kamp pendidikan ulang di wilayah Xinjiang, China barat, dengan serangkaian pelanggaran HAM, termasuk kerja paksa.

Para pembuat kebijakan di negara-negara Barat, termasuk Kanada, telah menyebut penindasan yang terjadi di Xinjiang sebagai sebuah genosida. Komisioner Tinggi HAM PBB menyebut perlakuan terhadap warga Uyghur sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Beijing membantah semua tuduhan itu, dengan alasan bahwa semua fasilitas itu merupakan pusat vokasi yang dirancang untuk mengekang ekstremisme. (rd/jm)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
AS Perluas Daftar Hitam Perusahaan yang Bantu China Rekrut Warga Uighur untuk Kerja Paksa
Perusahaan-perusahaan itu jadi sasaran karena terdapat tuduhan bahwa mereka bekerja sama dengan China rekrut warga Uyghur kerja paksa