Perempuan Pekerja Usia Produktif, Dilema Antara Kinerja dan Menyusui Bayi

Potensi konflik perempuan pekerja usia produktif di antaranya terkait kinerja dan kebutuhan laktasi atau menyusui.
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 1/5/2018) - Perempuan sudah sejak lama menjalani peran ganda, sebagai ibu yang merawat suami dan anak-anak juga sebagai pekerja di luar rumah.

Perempuan yang bekerja di luar rumah dewasa ini juga merambah ke berbagai profesi, bahkan hampir setara dengan laki-laki, mulai dari yang bekerja kasar sampai di balik meja.

Namun sesuai kodratnya, perempuan diberi kelebihan untuk hamil dan melahirkan. Sejatinya sebagai ibu, perempuan yang dikatakan makhluk lemah, bahkan lebih kuat dibandingkan laki-laki karena ia mampu bekerja di profesi apa pun sembari mengurus keluarga.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka pekerja perempuan sebanyak 80 juta atau mencapai 55 persen juga berada pada masa produktif, artinya perempuan bekerja juga berada pada masa reproduksi.

Pakar laktasi Ray W Basrowi dari Departemen kedokteran komunitas Universitas Indonesia mengatakan, dengan peran ganda tersebut para perempuan harus menghadapi beberapa potensi konflik.

Konflik tersebut yaitu peran konflik perempuan pekerja, tanggung jawab sosial, konflik terkait kinerja dan produktivitas serta peran laktasi atau menyusui.

Menurut Ray, dampak yang paling besar adalah peran laktasi karena ada dua potensi konflik yang terjadi, pertama perempuan harus menghabiskan energi tiga kali lipat di rumah dan kedua harus berhadapan dengan perannya sebagai perempuan pekerja.

"Enam bulan setelah melahirkan merupakan masa paling stres bagi ibu, pertama harus meninggalkan bayinya untuk kembali bekerja, kedua memastikan bayinya mendapatkan ASI eksklusif," kata Ray.

Kekhawatiran ibu setelah kembali bekerja tentunya sangat wajar mengingat ia harus meninggalkan bayi di bawah pengasuhan orang lain di samping itu memastikan agar bayi tetap mendapatkan makanan pokoknya yaitu air susu ibu (ASI).

Namun disebutkan Ray, tingkat pengetahuan terutama kalangan perempuan pekerja disektor industri masih rendah terkait dengan praktik laktasi, serta dukungan dan sikap pekerja juga masih rendah.

Hanya 21 persen pekerja yang punya akses fasilitas laktasi di tempat kerja dan hanya 19 persen pekerja sektor formal (buruh) yang mampu memberikan ASI eksklusif hingga enam bulan.

Manfaat Laktasi 

Menyusui secara eksklusif bukan hanya baik bagi bayi tapi juga memberikan banyak dampak positif bagi ibu.

Manfaat positif dari menyusui eksklusif bagi ibu antara lain memberikan dampak kesehatan jangka panjang karena memberikan perlindungan dari efek penyakit kardiovaskular dan tekanan darah akan lebih stabil.

Dari sisi onkologi, dengan menyusui risiko mendapatkan penyakit kanker lebih rendah bahkan zero terutama penyakit terkait reproduksi sebab saat menyusui hormon-hormon memberikan umpan balik dan menekan hormon kortisol yang menyebabkan stres.

Menyusui juga memiliki efek metabolik dan endokrin yang baik karena ASI diproduksi dengan bantuan hormon.

Dilihat dari sisi psikologis, menyusui menekan stres sampai 80 persen, ibu memberi ASI eksklusif lebih bahagia dan kelangsungan rumah tangga lebih baik.

Berdasarkan penelitian, menyusui eksklusif juga dapat menjadi kontrasepsi alami karena memperpanjang waktu tidak haid.

Ibu yang menyusui secara eksklusif juga lebih bahagia karena menyusui meningkatkan hormon endorfin. Menyusui juga meningkatkan hormon serotin yang dapat meningkatkan mood atau suasana hati yang positif.

Selain itu, menyusui dapat menurunkan berat badan lebih cepat dalam periode delapan bulan setelah melahirkan.

Karena hormon yang diproduksi selama menyusui memberikan umpan balik dan efek laktasi bayi menghabiskan energi lebih besar.

Sebaliknya, stres pascamelahirkan akan terjadi jika ibu berhenti menyusui, Ibu gampang marah karena perubahan suasana hati yang begitu cepat.

Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga enam bulan tumbuh kembangannya akan lebih baik dan memiliki daya tahan tubuh yang baik.

Setelah enam bulan pertama, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan tetap mendapatkan ASI hingga usia dua tahun.

Produktivitas Kerja 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ray, pemberian ASI eksklusif juga berdampak positif bagi produktivitas kerja perempuan yang ditandai dengan tingkat kehadiran lebih tinggi, karena ibu tidak khawatir anaknya kekurangan ASI.

Dengan mengetahui ibu bisa memerah ASI secara nyaman di tempat kerja, memastikan bahwa kebutuhan makanan bayinya juga terpenuhi.

Dampak positif lainnya yaitu indeks KPI lebih tinggi, potensi mencapai target lebih tinggi dan pada buruh, potensi produksi barang yang rusak lebih rendah dibandingkan yang tidak memberikan ASI eksklusif.

"Dengan berhasil memberikan ASI eksklusif, kepuasan kerja bisa mencapai 50 persen. Tentunya pemilik usaha juga senang karena lebih sedikit barang yang 'reject'," kata Ray.

Tentunya agar bekerja nyaman dan menyusui tetap lancar, ibu membutuhkan gizi seimbang terutama dalam enam bulan pertama kehidupan bayi.

"Gizi seimbang sangat penting bagi ibu karena ibu akan memproduksi ASI sebagai makanan satu-satunya bayi hingga usia enam bulan," kata pakar gizi Rita Ramayulis.

Bayi sampai usia enam bulan hanya membutuhkan ASI sebagai makanan terbaik atau disebut ASI eksklusif yang sangat baik untuk tumbuh kembangnya dan daya tahan tubuh.

Rita mengatakan, kebutuhan makanan bayi dari ASI terutama asam lemak esensial sangat penting, yang akan dipengaruhi asupan gizi ibu.

Komposisi ASI berubah tergantung apa yang ibu makan terutama asam lemak esensial yang sangat penting bagi bayi.

Selain itu, gizi yang seimbang juga dibutuhkan ibu dalam penyembuhan setelah persalinan.

Menurut Rita yang juga pengurus Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), bahkan gizi seimbang harus terpenuhi sejak ibu hamil.

Kendala 

Melaksanakan kodrat sebagai perempuan yang ingin memenuhi kebutuhan makanan bayinya bagi ibu pekerja tidaklah mudah karena masih ada beberapa kendala yang dihadapi.

Kendala tersebut di antaranya peraturan di tempat kerja yang masih kurang. Meski sudah ada peraturan bahwa setiap tempat kerja harus menyediakan ruang laktasi, pemilik tempat kerja cenderung menghalangi ibu menyusui karena khawatir akan pengaruhi produktivitas kerja.

Selain itu, tempat kerja juga kerap tidak menyediakan konselor laktasi. Saat ini sudah ada lebih 4.000 konselor laktasi di Indonesia tapi di tempat kerja masih minim.

Karena itu pentingnya membuat komite laktasi di tempat kerja, sebagai tempat untuk berdiskusi mengenai berbagai permasalahan terkait laktasi.

Juga sebagai bentuk dukungan bagi ibu menyusui bahwa mereka tidak sendiri dan permasalahannya bisa dicarikan solusi.

Dokter perusahaan juga harus berperan mempromosi kesehatan salah satunya laktasi.

Untuk itu, perempuan jangan pernah takut untuk menyusui eksklusif karena selain merupakan hak asasi bagi bayi untuk mendapatkan makanan terbaik, juga banyak dampak positif yang bisa diperoleh ibu. (ant/af)

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.