‘Pengabdi Setan’ Hidupkan Kembali Kengerian Film Indonesia

Secara keseluruhan film "Pengabdi Setan" sedikit banyak dapat memuaskan dahaga penikmat film Tanah Air untuk mendapatkan horor yang berkualitas
Film Pengabdi Setan. (Gambar: Ist)

Jakarta, (Tagar 4/10/2017) – Film ‘Pengabdi Setan’ baik yang versi tahun 1980 maupun 2017 memiliki kesamaan sebagai satu keluarga yang tidak rajin beribadah dan mendapatkan gangguan alam gaib. Pada versi 2017 ini, kisahnya berawal dari Rini yang meminta hasil uang royalti kepada sebuah perusahaan rekaman.

Genre film horor di tingkat global kembali merebak sejak beberapa dekade terakhir, dengan kemunculan berbagai film seperti "28 Days Later" (2002) dari Inggris, "Let The Right One In" (2008) dari Swedia, dan "The Conjuring" (2013) dari Amerika Serikat.

Sedangkan di kawasan Asia dan Oceania dapat disebutkan sejumlah film horor yang melegendaris seperti beberapa film dari Jepang yaitu "The Ring" (1998), "Audition" (1999), "Ju-On: The Grudge" (2002), hingga "The Babadook" (2014) dari Australia.

Di Indonesia, film "Pengabdi Setan" dapat disebut sebagai karya yang barangkali dapat merevitalisasi kembalinya film horor nusantara yang mengerikan juga sekaligus berkualitas, terutama dalam aspek skenario atau penceritaan.

Telah disebutkan di sejumlah media bahwa film tersebut merupakan "remake" atau upaya membuat kembali film "Pengabdi Setan" yang pernah muncul pada tahun 1980, yang digarap Sisworo Gautama Putra.

Sedangkan Joko Anwar, yang menyutradari film "Pengabdi Setan" versi tahun 2017 ini, mengaku sebagai penggemar film versi 1980, sehingga berupaya untuk merevitalisasi karya tersebut.

Secara garis besar, "Pengabdi Setan" baik yang versi tahun 1980 maupun 2017 memiliki kesamaan sebagai satu keluarga yang tidak rajin beribadah dan mendapatkan gangguan alam gaib.

Pada film versi 2017 ini, kisahnya berawal dari Rini (diperankan oleh Tara Basro), yang meminta hasil uang royalti kepada sebuah perusahaan rekaman.

Permintaan itu diajukan karena perusahaan rekaman tersebut dahulu pernah mengeluarkan album musik dari ibunda Rini (Ayu Laksmi). Namun, permintaan tersebut ditolak secara halus.

Uang tersebut sangat dibutuhkan oleh Rini dan keluarganya untuk biaya pengobatan sang ibunda yang terus-menerus sakit dan karena kekurangan biaya, terpaksa dirawat di rumah mereka sendiri.

Rini sendiri tinggal di rumah neneknya (Elly D. Luthan), bersama-sama dengan ayahanda (Bront Palarae), dan ketiga adiknya, yaitu Toni (Endy Arfian), Bondi (Nasar Annuz), dan Ian (Muhammad Adhiyat).

Sejak beberapa adegan pertama, penonton juga telah dibawa untuk melihat sosok sang ibunda yang sakit-sakitan sehingga hanya bisa terbaring dengan lemah di tempat tidur.

Adegan mengerikan Jika ingin memanggil anggota keluarganya untuk mendapatkan perhatian, maka sang ibunda menggunakan lonceng (yang di sepanjang film ke depannya menjadi kerap diasosiasikan sebagai penanda munculnya adegan yang mengerikan).

Namun, sang ibunda akhirnya meninggal dunia, yang membuat sang ayah juga terpaksa pergi untuk sementara guna mendapatkan uang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari mereka.

Semenjak meninggalnya ibu, Rini dan ketiga adiknya kerap mendapat gangguan dari sejumlah hal-hal gaib, seperti Toni yang didatangi arwah ibunya di kamarnya malam hari.

Selain itu, Bondi dan Ian (yang menempati satu kamar secara bersama-sama) juga dikejar oleh sosok halus berselimut yang muncul di hadapan pigura foto dari sang ibu.

Keluarga Rini dekat dengan keluarga pak Ustaz, yang sesuai profesinya merupakan alim ulama yang berada di kawasan tempat tinggal mereka yang digambarkan agak terpencil dan berada di daerah pinggiran.

Pak Ustaz (Arswendi Nasution) memiliki seorang anak, Hendra (Dimas Aditya), yang memiliki ketertarikan dengan Rini.

Hendra juga beberapa kali membantu Rini dalam mencari tahu terkait dengan berbagai gangguan mistis yang menerpa para anggota keluarganya.

Upaya yang dilakukan Hendra dan Rini membuahkan hasil ketika mereka menemui Budiman (Egy Fedly), yang merupakan sahabat lama dari ibu Rini.

Dari informasi yang diucapkan Budiman, lambat laun terkuaklah mengenai berbagai hal yang memunculkan kengerian secara terus-menerus di rumah keluarga Rini.

Dalam aspek penceritaan, film berdurasi 107 menit itu layak mendapat pujian karena berhasil mengokohkan plot yang mengalir dan memiliki ketersambungan yang baik antara satu adegan dengan adegan lainnya.

Selain itu, sejumlah dialog yang dilontarkan antara para pemain juga tidak "kering" antara lain kerap diwarnai oleh sejumlah kalimat atau celetukan yang mengundang tawa.

Begitu pula dengan akhir film yang juga bisa menimbulkan semacam plot "twist" atau akhiran yang tak terduga. Skenario dari "Pengabdi Setan" juga ditulis oleh Joko Anwar.

Dalam film versi 2017 ini juga dimunculkan seorang wanita bernama Darminah. Ini mungkin sebagai bentuk penghormatan kepada film versi 1980, di mana terdapat pengurus rumah tangga dengan nama yang sama.

Untuk film yang berlatar belakang tahun 1981, berbagai pernak-pernik seperti bus kota era itu hingga gaya pakaian serta rambut ala dekade tahun 1980-an juga muncul dengan elok di beberapa adegan.

Sedangkan akting yang dimainkan oleh para pemain cilik dan remaja dalam film itu juga tidak mengecewakan, terutama akting Muhammad Adhiyat sebagai anak bungsu yang menggemaskan.

Namun, memang dalam hal teknis pengambilan gambar, masih terlihat kurangnya variasi dalam sudut pengambilan gambar, sehingga dalam sejumlah adegan tampak terkesan monoton karena kamera hanya mengambil dari sisi itu-itu saja.

Meski demikian, secara keseluruhan film "Pengabdi Setan" sedikit banyak dapat memuaskan dahaga penikmat film Tanah Air untuk mendapatkan horor yang berkualitas. (Muhammad Razi Rahman/ant/yps)

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.