Pembangunan Tol Yogya-Bawen Terkendala Pemprov Jateng

Proyek pembangunan tol Yogyakarta-Bawen pengerjaannya harus menunggu keputusan panlok dari Gubernur DIY dan Gubernur Jateng.
Ketua Tim Pelaksana KPPIP Wahyu Utomo saat media gathering Pencapaian PSN 2018 di Filosofi Kopi, Sleman, Sabtu (19/1) malam. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman, (Tagar 20/1/2019) - Pembangunan tol Yogyakarta-Bawen (Jawa Tengah), kemungkinan besar molor pengerjaannya. Alasan utamanya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo belum menerbitkan penetapan lokasi (panlok) karena terjadi polemik.

Hal ini terjadi, setelah Pansus Revisi Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) DPRD Jateng menolak proyek pembangunan jalan tol sepanjang 71 kilometer (Km) tersebut. Praktis hal ini membuat pembangunan molor dari target awal.

Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) pada Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, seharusnya target akhir tahun ini sudah ada pemenang kontraknya. 

"Kemungkinan mundur karena masalah panlok," katanya saat media gathering Pencapaian Proyek Strategis Nasional (PSN) 2018 di Filosofi Kopi, Sleman, Sabtu (19/1) malam.

Menurut dia, kajian pembangunan tol Yogyakarta - Bawen sebetulnya sudah disiapkan, termasuk mengkajian daerah-daerah terdampak proyek. 

"Targetnya akhir 2019 sudah keluar siapa kontraktor sebagai pemenang tender," imbuhnya.

Wahyu menjelaskan, dalam proyek pembangunan tol Yogyakarta-Bawen ini memang harus disesuaikan dengan RTRW kedua provinsi, DIY dan Jateng. Otomatis pengerjaannya harus menunggu keputusan panlok dari Gubernur DIY dan Gubernur Jateng. 

"Untuk Yogyakarta sudah tidak ada masalah. Saat ini Gubernur Jateng belum bisa menerbitkan panlok tersebut," ungkapnya.

Jadi, kata dia, kendalanya saat ini berada di Jawa Tengah. Jika Jateng sudah tidak masalah, tahapan tol Yogakarta-Bawen dikebut. 

"Kita tunggu putusan politislah. Kalau Jateng oke, tata ruang langsung diproses, Amdal dan lainnya, lalu bisa terbit Panlok," kata dia.

Menurut Wahyu, setelah panlok diterbitkan, langkah selanjutnya penandatangan perjanjian jalan tol (PPJT) dan dilanjutkan tahap konstruksi. 

"Prinsipnya saat ini kita menunggu Jateng,' tegasnya.

Tol Layang Yogyakarta-Solo Sangat Mahal

Jika tol Yogyakarta-Bawen terkendala Jateng, bagaimana dengan tol Yogyakarta-Solo? Sesuai usulan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, jalan tol sepanjang 40,5 Km didesain layaknya tol layang atau elevated di atas sebagian jalan Ring Road Yogyakarta dan Selokan Mataram.

Wahyu mengatakan, untuk proyek jalan tol Yogyakarta-Solo sudah masuk PSN. 

"Usulan Pak Sultan memang elevated karena pertimbangan banyak situs di sekitar Prambanan. Itu betul. Tapi harus dikaji mendalam, karena membangun elevated jauh mahal," papar dia.

Menurut dia, membangun jalan tol perlu dipertimbangkan nilai ekonomisnya. Perlu kajian juga tentang minat masyarakat dalam memanfaatkannya. 

"Jangan sampai dibangun dengan mahal tapi tidak ada yang memakainya. Ini menjadi beban pemerintah," ungkapnya.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dalam beberapa kali kesempatan mengusulkan agar pembangunan tol Yogyakarta-Solo dibuat elevated. Desainnya tol melayang di atas jalan eksisting yang sudah ada, yakni di atas sebagian Ring Road serta di atas Jalan Raya Yogya-Solo.

Raja Keraton Yogyakarta ini mengungkapkan, pembangunan jalan tol elevated salah satunya untuk mengurangi dampak sosial saat pembebasan lahan. Jalan tol ini melewati kawasan Prambanan yang banyak candi dan situs sejarah. Banyak arkheolog memperkirakan banyak candi dan situs sejarah yang masih terkubur di sekitar Prambanan. 

"Kalau (tol) dibuat melayang, tidak perlu pembebasan lahan. Tidak merusak situs-situs di sekitarnya (Prambanan)," kata Sultan. []

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.