Pakar PBB Sebut Proyek Mandalika di NTB Langgar HAM

Pakar HAM PBB mengatakan mega-proyek pariwisata Mandalika di NTB telah menggusur penduduk lokal dan pribumi yang merupakan bentuk pelanggaran HAM
Proyek pembangunan pesisir Mandalika, NTB, yang akan menjadi lokasi lomba motor MotoGP di sirkuit jalan raya yang dibuat khusus di Mandalika, Lombok selatan, 23 Februari 2019 (Foto: voaindonesia.com - AFP/Arsyad Ali)

Jakarta – Pakar hak asasi manusia (HAM) PBB mengatakan mega-proyek pariwisata Mandalika di Nusa Tenggara Barat telah menggusur penduduk lokal dan pribumi, dan menghancurkan rumah, ladang, sungai, dan situs keagamaan di daerah tersebut.

Proyek Mandalika meliputi pembangunan sirkuit balap motor Grand Prix, hotel, dan lapangan golf, dan merupakan bagian dari strategi "10 Bali Baru" yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2016 untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata.

Dalam mengembangkan area seluas 2 hektare itu, "Penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi, dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi,” kata Olivier De Schutter, pelapor khusus PBB tentang kemiskinan ekstrem dan HAM.

Sejumlah bisnis dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (the Asian Infrastructure Investment Bank/AIIB) yang mendanai proyek yang masih dalam taraf pembangunan itu, gagal melakukan uji kelayakan "untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi dan mempertanggungjawabkan bagaimana mereka mengatasi dampak buruk hak asasi manusia,” katanya dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir dari Kantor Berita Reuters, 2 April 2021.

mandalika2Proyek pembangunan pesisir Mandalika, NTB, yang akan menjadi lokasi lomba motor MotoGP di sirkuit jalan raya yang dibuat khusus di Mandalika, Lombok selatan, 23 Februari 2019 (Foto: voaindonesia.com - AFP/Arsyad Ali)

AIIB mengatakan operasinya mematuhi pedoman lingkungan dan sosial, dan telah menanggapi "dengan cepat" keluhan terkait proyek. Lembaga tersebut telah menugaskan konsultan independen untuk terlibat dengan pemerintah Indonesia, bisnis dan penduduk setempat.

"Laporan akhir tidak menemukan bukti dugaan pemaksaan, penggunaan kekerasan langsung, dan intimidasi terkait dengan pembebasan tanah dan pemukiman kembali," katanya dalam sebuah pernyataan Kamis, 1 April 2021, malam.

AIIB dan BUMN PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC) telah menyepakati rencana "untuk meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan, dengan orang-orang yang terkena dampak proyek, kepala desa dan pejabat pemerintah daerah, dan lebih luas lagi dengan masyarakat sipil dan masyarakat Lombok yang lebih luas,” tambahnya.

ITDC dan Asosiasi Grand Prix Mandalika, yang keduanya terlibat dalam pengembangan Mandalika, tidak menanggapi permintaan komentar.

Secara global, ada peningkatan kesadaran masyarakat terkait dampak negatif dari pariwisata, termasuk kerusakan lingkungan dan kehancuran wilayah, sementara penduduk setempat terpaksa pindah karena tak mampu membayar biaya hidup yang semakin mahal.

Dalam laporan Badan amal Inggris The Travel Foundation tahun 2019, disebutkan negara-negara miskin di Asia Tenggara sangat tidak siap untuk membatasi "beban tak terlihat" dari overtourisme atau fenomena kepadatan turis.

Setelah pandemi virus corona (Covid-19) menghancurkan ekonomi pulau-pulau yang bergantung pada pariwisata, seperti Bali dan Phuket di Thailand, pihak berwenang memprioritaskan pekerja industri pariwisata untuk mendapatkan vaksinasi guna menarik wisatawan asing. Langkah tersebut dikritik kelompok hak asasi manusia.

Mandalika disebut-sebut oleh pihak berwenang sebagai hal penting dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan mata pencaharian di NTB. Namun, aktivis hak asasi manusia mengatakan proyek tersebut -seperti banyak pembangunan pariwisata lainnya- telah merugikan masyarakat adat.

“Masyarakat adat tidak memiliki perlindungan hukum atas tanah mereka dan tidak diajak berkonsultasi atau dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang proyek-proyek yang tidak menguntungkan mereka,” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

"Pemerintah ingin menarik investor di industri, pertambangan dan pariwisata untuk menghidupkan kembali ekonomi, tetapi ini adalah solusi palsu yang merugikan masyarakat adat, dan juga memiliki dampak lingkungan yang besar," katanya kepada Thomson Reuters Foundation.

pembukaan bukitPembukaan bukit di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, menjadi jalur sirkuit MotoGP 2021 (Foto: voaindonesia.com/Petrus Riski)

De Schutter mengatakan pembangunan Mandalika "Menginjak-injak hak asasi manusia (dan) secara fundamental tidak sesuai" dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

“Sekarang sudah bukan waktunya untuk melakukan proyek infrastruktur pariwisata transnasional besar-besaran yang hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi, bukan penduduk secara keseluruhan,” kata De Schutter.

Sebaliknya, pemerintah yang ingin membangun kembali pasca Covid-19 "Harus fokus pada pemberdayaan masyarakat lokal", meningkatkan mata pencaharian, dan memungkinkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan,” ujar De Schutter (ah/vm/ft)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Pemkab Lombok Tengah Luncurkan E-Tourism Go Mandalika
Pemkab Lombok Tengah meluncurkan program E-Tourism Go Mandalika untuk mempromosikan dan membangkitkan kembali pariwisata.
Penonton MotoGP Mandalika 2021 Ditaksir Ratusan Ribu Orang
Jumlah penonton balap MotoGP di sirkuit Mandalika pada 2021 diperkirakan mencapai 160 ribu orang.
Infografis: Sirkuit Mandalika Jelang MotoGP 2021
Indonesia dengan Sirkuit Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat, siap menjadi tuan rumah ajang bergengsi MotoGP 2021. Sejauh mana persiapannya?
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.