Yogyakarta (Tagar, 25/01/2018) - Prof. Dr Sardjito tidak hanya berjasa bagi UGM dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namun, perannya luar biasa semasa masa penjajahan.
Bahkan, sampai saat ini namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit milik pemerintah pusat di Yogyakarta, yakni Rumah Sakit Umum Pusat Prof.Dr. Sardjito.
Atas dasar itu, Prof. Dr. Sardjito diusulkan mendapat penghargaan gelar pahlawan nasional. Usulan tersebut mengemuka dalam Seminar Regional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional bagi Prof. Dr. Sardjito yang digelar UGM Yogyakarta, Kamis (25/1).
Seminar tersebut diikuti 250 peserta dari berbagai kalangan. Hasil seminar menjadi masukan naskah akademik pengusulan Prof.Dr. Sardjito sebagai Pahlawan Nasional.
Wakil Gubernur DIY Paku Alam X mengatakan, Prof. Dr Sardjito sangat layak diusulkan mendapar gelar pahlawan. Bahkan, Prof. Dr Sardjito sudah beberapa kali mendapat penghargaan, salah satunya pada 10 Nov 1958 menerima penganugerahan tanda jasa Pahlawan dari Presiden.
Menurut dia, Prof. Dr. Sardjito merupakan sosok yang sederhana dan tekun. Pada zamannya, Sardjito sebagai dokter muda yang terdepan. Beberapa penelitian menemukan sejumlah vaksin, antara lain untuk influenza, baksiler, disentri, lepra serta menemukan obat batu ginjal dari bahan tempuyung yang terkenal dengan calcusol.
Dia mengatakan, Sardjito juga memiliki sisi kemanusiaan yang luar biasa. Obat yang ditemukannya tidak dijual dengan harga mahal. "Karena obat yang ditemukan untuk rakyat," katanya.
Rektor UGM Prof.Ir. Panut Moelyono.M.Eng, D.Eng mengatakan, Prof.Dr.M. Sardjito mempunyai segudang prestasi saat bangsa Indonesia masih dijajah. Dengan segala keterbatasan karena kondisi perang saat itu, Prof.Dr. Sardjito mampu membuat multivitamin dalam bentuk biscuit.
Mulitivitamin yang terkenal dengan diskuit Sardjito ini untuk para pejuang Republik Indonesia yang sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, Sardjito mampu memproduksi serum dan vaksin untuk kebutuhan kesehatan Tentara Republik saat menghadapi tentara penjajah," jelasnya.
Rektor mengatakan, Prof.Dr. Sardjito pernah menjabat Ketua PMI Klaten pada Januari 1946. Jabaran yang elit pada saat itu, tidak membuat Sardjito berhenti membantu para Tentara Republik Indonesia melawan Jepang termasuk Agresi Belanda II ke Yogyakarta. (ans)