Mudik Anti Mainstraim, Gowes Sepeda Menuju Kampung Halaman

Mudik anti mainstraim, gowes sepeda menuju kampung halaman, dari Ciledug ke Wonogiri, dari Bandung ke Solo.
Mudik Anti Mainstraim, Gowes Sepeda Menuju Kampung Halaman | Pemudik Warisno mengayuh sepeda di kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/6/2018). Warisno yang berdomisili di Bandung memilih mudik ke kampung halaman di Kebumen menggunakan sepeda onthel yang memerlukan waktu tempuh dua hari. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)

Tagar News – Mudik pakai bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang atau mobil pribadi sudah mainstraim. Yugo Purwanto dan Adhiet memilih mudik anti mainstraim, gowes sepeda menuju kampung halaman masing-masing.

Pada Afut Syafril dari Antara, mereka membagikan pengalaman serunya.

Yugo Purwanto akrab disapa Yugopus, ayah tiga anak, menempuh jarak sepanjang 704 km dengan bersepeda. Berawal dari Ciledug, Jakarta menuju Wonogiri, Jawa Tengah saat cuaca yang cukup terik pada siang hari.

"Butuh waktu lima hari untuk satu kali perjalanan, karena saya mampir di beberapa komunitas sepeda lain setiap kota yang dilewati," katanya.

Tidak singkat jarak yang dia tempuh dengan bersepeda yang hampir menyentuh 1.000 km apabila ditotal dengan jarak jalur keloknya.

Mudik dengan sepeda kali ini merupakan pengalaman ketiga baginya.

Ia mengaku tidak memiliki alasan khusus melakukan hal tersebut, hanya berdasarkan kecintaan terhadap sepeda.

"Sebenarnya tidak ada proses khusus karena saya terbiasa bike to work dan sangat menikmati bersepeda," katanya.

Berbagi Jalan

Yugo tidak sendirian. Ia bersama rekan lain satu komunitas juga mudik menggunakan sepeda, hanya mereka berpencar ketika berbeda jalur karena memiliki tujuan kampung yang berbeda-beda.

Ia mengatakan tidak ada persiapan khusus, hanya berusaha membiasakan diri dengan aktivitas sepeda.

Bersepeda bagi sebagian orang merupakan olahraga atau hobi yang menyenangkan. Bagi Yugo dan komunitasnya, bersepeda adalah salah satu media kampanye.

"Saya bergabung dalam komunitas 'Bike2work' dan 'Fedtangs' (Federalist Tangerang)," katanya.

Melalui komunitasnya tersebut ia memiliki tujuan kampanye dalam menjalani lebih dari ribuan kilometer setiap tahunnya.

"Jujur saja saya tidak hanya mudik dengan menggunakan sepeda, tetapi juga kampanye untuk 'Berbagi Jalan'," katanya.

Menurut Yugo, selama ini para pengguna sepeda kurang mendapatkan haknya dalam menggunakan jalan raya dalam bersepeda. Sepeda masih belum dianggap sebagai salah satu sarana transportasi sehingga kesadaran para pengguna sepeda motor dan mobil masih kurang mengenai keberadaan sepeda di jalan raya.

Kerap kali menurutnya pesepeda justru lebih terancam di jalan raya.

"Pesepeda juga punya hak yang sama dalam memakai jalan," tegasnya.

Yugo menyukai kegiatan bersepeda sejak berada di bangku SMP. Hingga kini, dia terus berupaya mengampanyekan hal tersebut.

Mudik Sepeda 2017

Adhiet seorang pekerja lepas instalasi listrik. Ia rekan Yugo, sesama pencinta sepeda, namun ia tidak mudik tahun ini karena sedang ada keperluan lain. Tapi, ia sudah tiga kali mudik dengan sepeda dari Bandung ke Solo sejauh 550 km, yaitu tahun 2015, 2016, dan 2017.

Ayah empat anak ini menceritakan bahwa banyak rekannya yang tahun ini mudik menggunakan sepeda.

"Ada banyak teman yang gowes lewat pantura (pantai utara), ada tiga orang dari Cikarang ke Solo, kemudian dari Tangerang menuju Wonogiri satu orang," katanya.

Ketika mudik dengan sepeda pada 2017 ia menempuh perjalanan tiga hari dari Bandung ke Solo. Menurutnya itu adalah waktu yang wajar.

Adhiet tergabung dalam klub sepeda yang dia sebut FBI (Federal Bandung Indonesia). Ia aktif dalam berbagai event.

Ia biasanya melakukan persiapan sebelum mudik. Seminggu sebelum berangkat, memeriksa Federal merah miliknya. Saat itu tiga hari pertama sepedanya bermasalah, membuatnya nyaris kehilangan semangat. Tapi berhubung Adhiet juga seorang mekanik sepeda, ia akhirnya mampu mengatasi kendala tersebut.

"Bersepeda jangan pernah dipaksakan. Sekuatnya. Kalau capek, ya harus istirahat," katanya.

Dua jalur di Pulau Jawa telah ia lalui untuk mudik, yaitu jalur selatan dan pantura.

Selama mudik bersepeda, biasanya ia bermalam dua kali, pertama di Brebes dan kedua di Alas Roban. Kendala yang dia hadapi bermacam-macam, dari mulai cuaca hingga macet.

"Kalau macet, ya saya turun, saya tuntun sepeda dengan jalan kaki. Dinikmati saja," katanya.

Manfaat Bersepeda

Sama seperti Yugo, Adhiet mudik bersepeda juga membawa misi kampanye. Ia ingin mengampanyekan manfaat bersepeda. Mengayuh sepeda sudah ia lakukan setiap hari dalam aktivitas pekerjaan.

"Saya dulu menderita rematik parah. Alhamdulillah, dengan bersepeda, sembuh. Dengan bersepeda, bisa mengurangi risiko sakit jantung," katanya.

Dengan bersepeda, Adhiet juga ingin memelihara lingkungan dengan sebaik-baiknya, sebab sepeda tidak menghasilkan polusi.

Setiap gowes dari Bandung menuju Solo, pulang pergi Adhiet memasang bendera tinggi di sepeda bagian belakang. Ia sebut itu sebagai pemberi semangat.

Bawaan Adhiet relatif cukup banyak, dua tas ransel di sisi sepeda bagian belakang di kanan dan kiri, serta satu tas beserta matras tidur terlipat di setang depan. Ia mengutamakan keselamatan dengan menggunakan helm sepeda, lengkap dengan dua buah lampu di sepeda bagian depan.

Selama mudik menggunakan sepeda, ia mengaku tahun terberatnya pada Lebaran 2016 sebab pada tahun itu ia gowes secara konvoi.

"Kalau berombongan itu tambah repot. Saya harus mengawal mereka. Mau cepat, banyak yang ketinggalan. Kalau pelan, nanti juga tidak sampai-sampai 'kan," ucapnya sembari tertawa.

Biasanya waktu tempuhnya adalah tiga hari. Namun, pada tahun itu, karena berkelompok, akhirnya memakan waktu empat hari. Berbeda dengan rekannya Yugo yang lebih suka gowes berkelompok.

Didukung Keluarga

Meski mudik dengan cara tidak biasa, Adhiet mengaku tidak ada keberatan dari keluarga. Menurut dia, keluarga sangat mendukung kegiatannya bersepeda.

"Tidak ada keluhan, asalkan saya rutin mengirimkan kabar lewat foto. Mereka akan memahami, kok, toh ini hobi baik," ujarnya.

Ia membekali diri dengan pengetahuan teknis perawatan sepeda, dan pengetahuan perawatan kesehatan diri. Dua tas hitam dekat roda depan merupakan perlengkapan mekanik, berisi perbengkelan sepeda.

"Saya menyukai sepeda sejak kecil. Pada waktu itu ayah saya memberikan sepeda satu-satu kepada semua anaknya. Entah sejak saat itu saya hobi dengan sepeda, baik mengutak-atik maupun bersepeda jarak jauh," katanya. (af)

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.