Menlu Blinken Peringatkan India Atas Pelanggaran HAM

Menlu Blinken ingatkan India bahwa HAM tidak boleh alami kemunduran, menindak perbedaan pendapat dan mendiskriminasi penduduk Muslim
Menlu AS, Antony Blinken (kiri), dan Menlu India Subrahmanyam Jaishankar (kanan) saat memberikan pernyataan bersama usai pertemuan di India (Foto: dw.com/id)

New Delhi - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, memperingatkan India bahwa HAM tidak boleh alami kemunduran. Kritik tengah meningkat karena pemerintah India menindak perbedaan pendapat dan mendiskriminasi penduduk Muslim.

Menlu Blinken memperingatkan India pada Rabu, 28 Juli 2021, bahwa demokrasi tidak boleh mengalami kemunduran, di tengah meningkatnya kritik dari kelompok hak asasi manusia (HAM) terkait adanya penyerangan terhadap kebebasan sipil.

Dalam kunjungan pertama ke India sejak bergabung dengan pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, Blinken mengadakan pembicaraan tentang pasokan vaksin Covid-19, kerja sama keamanan, China, dan Afghanistan.

Namun, diplomat tinggi AS itu menggunakan pertemuan sebelumnya dengan para pemimpin masyarakat sipil untuk menekan pemerintah India mengenai catatan dugaan pelanggaran HAM pemerintahan Perdana Menteri India, Narendra Modi.

"Demokrasi kami (India dan AS) sedang dalam proses," kata Blinken. "Terkadang proses itu menyakitkan. Terkadang buruk. Tapi kekuatan demokrasi adalah dengan menerimanya dengan sungguh."

"Pada saat meningkatnya ancaman global terhadap demokrasi dan kebebasan internasional, kami berbicara tentang resesi demokrasi, sangat penting bahwa kami dua negara demokrasi terkemuka dunia terus berdiri bersama untuk mendukung cita-cita ini," tambahnya.

Kemudian pada Rabu, 28 Juli 2021, Blinken bertemu dengan Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi, dan Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar.

blinken dan pm indiaMenlu AS, Antony Blinken, saat bertemu dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi (Foto: dw.com/id)

1. Apa Kata AS Tentang Catatan HAM India?

Laporan HAM terbaru oleh Departemen Luar Negeri AS terhadap negara demokrasi terbesar di dunia itu, dirilis pada bulan Maret, dengan mengutip sejumlah pelanggaran HAM.

Laporan itu menunjuk pada "pembunuhan yang melanggar hukum dan sewenang-wenang, termasuk pembunuhan di luar proses hukum yang dilakukan oleh polisi" dan "pembatasan kebebasan berekspresi dan pers" termasuk penggunaan undang-undang pencemaran nama baik kriminal ke media sosial polisi.

Awal bulan ini, seorang pendeta dan aktivis hak suku berusia 84 tahun, yang didakwa melakukan pelanggaran terorisme, meninggal setelah sembilan bulan ditahan.

Hal itu memicu kemarahan internasional termasuk dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet.

Undang-undang kewarganegaraan berbasis agama baru-baru ini juga secara luas dipandang diskriminatif terhadap umat Islam.

Pemerintah India membantah menindak perbedaan pendapat dan mengatakan orang-orang dari semua agama memiliki hak yang sama.

2. Bagaimana Dengan Afghanistan?

Para pejabat India menyatakan kekhawatiran tentang penarikan militer AS dari Afghanistan.

New Delhi khawatir bahwa Taliban dapat memperoleh keuntungan besar setelah semua pasukan AS meninggalkan negara itu.

Blinken mengatakan kepada wartawan bahwa Afghanistan akan menjadi "negara pariah" jika kelompok militan itu merebut kekuasaan sekali lagi.

"Hanya ada satu jalan, dan itu ada di meja perundingan, untuk menyelesaikan konflik secara damai," kata Blinken.

"Taliban mengatakan bahwa kelompok itu mencari pengakuan internasional, menginginkan dukungan internasional untuk Afghanistan. Agaknya Taliban ingin para pemimpinnya dapat bepergian dengan bebas di dunia, sanksi dicabut, dll," katanya. "Pengambilalihan negara dengan paksa dan menyalahgunakan hak-hak rakyatnya bukanlah jalan untuk mencapai tujuan tersebut."

Jaishankar menyerukan "Afghanistan yang independen, berdaulat, demokratis, dan stabil yang berdamai dengan pihak-pihak di negaranya sendiri dan dengan tetangganya." Dia memperingatkan bahwa "kemerdekaan dan kedaulatan Afgganistan hanya akan dipastikan jika bebas dari pengaruh buruk."

AS memimpin koalisi internasional dalam invasi ke Afghanistan setelah serangan 9/11 pada tahun 2001.

Pasukan negara Barat bergerak untuk menggulingkan Taliban dengan alasan bahwa Al-Qaeda telah menggunakan negara itu sebagai basis pengawasan mereka.

3. Sepakat Perluas Kemitraan Multilateral

Dalam pertemuan Blinken berikutnya dengan Menlu Subrahmanyam Jaishankar, mereka sepakat untuk memperluas kemitraan keamanan multilateral dan berusaha memperkuat dorongan regional terhadap China.

"Ada beberapa hubungan di dunia yang lebih penting daripada hubungan antara AS dan India. Kami adalah dua negara demokrasi terkemuka di dunia dan keragaman kami mendorong kekuatan nasional kami," kata Blinken pada konferensi pers bersama.

Dalam pertemuan terpisah dengan Modi, Blinken membahas pandemi virus corona, kerja sama keamanan dan pertahanan, menurut juru bicara Departemen Luar Negeri. Diskusi ini termasuk aliansi regional Quad yang juga mencakup Jepang dan Australia, serta "nilai-nilai bersama dan prinsip-prinsip demokrasi."

Blinken mengumumkan dana 25 juta dolar AS (Rp 362 miliar) untuk mendukung program vaksinasi Covid-19 India [pkp/gtp (AFP, AP, Reuters)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Blinken Berbicara dengan Para Pejabat Tinggi India
Menlu AS, Antony Blinken, berbicara dengan para pejabat tinggi India diperkirakan memperdalam hubungan antara sekutu
Menlu Blinken di India Terkait Gejolak Afghanistan dan China
Menlu Antony Blinken di India untuk pembicaraan yang didominasi oleh gejolak di Afghanistan dan kekhawatiran umum tentang China
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.