Mengenal Wisata Halal di Lombok

Sebanyak 127 wisatawan dari 13 negara berkunjung ke Kabupaten Lombok Tengah, NTB, untuk melihat kondisi pariwisata dengan konsep wisata halal di daerah itu.
Pantai Tanjung Aan di Desa Pengembur, Sengkol, Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. (Foto: Istimewa)

Lombok Tengah, (Tagar 26/3/2018) - Sebanyak 127 wisatawan dari 13 negara berkunjung ke Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, untuk melihat secara langsung kondisi pariwisata dengan konsep wisata halal di daerah itu.

Kehadiran wisman itu diterima langsung Pelaksana Tugas Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri, di Pendopo Bupati Lombok Tengah bersama Sekda Lombok Tengah HM Nursiah, Asisten I Setda Lombok Tengah H Muhammad Amin, Asisten III Setda Lombok Tengah HL Idham Khalid dan segenap jajaran Satuan Kerja Pelayan Masyarakat Lombok Tengah, Minggu (25/3).

Di hadapan wisman yang dibawa oleh Federasi Of Asean Travel Associations (FATA) Malaysia, Lalu Pathul Bahri menyampaikan terima kasih atas kunjungannya ke Lombok Tengah sebagai salah satu tujuan wisata mereka.

"Perlu diketahui beberapa tahun terakhir setelah pemerintah pusat mencanangkan satu kawasan ekonomi khusus, tiga kawasan di Indonesia yakni Borobudur, Danau Toba dan kawasan ekonomi khusus Mandalika Resort yang paling siap. Seperti dilihat ketika berkunjung ke sana," kata Pathul Bahri.

Selain itu, dijelaskan Pathul, sudah banyak perusahaan yang berinvestasi di kawasan tersebut, seperti Sasa, Club Map, Pullman dan lainnya. Sehingga, bila ada yang berminat berinvestasi di Lombok Tengah maka pemerintah setempat terbuka. Bahkan, soal izin tidak perlu dikhawatirkan karena sudah dipermudah.

"Dalam waktu tiga jam sudah jadi. Sistem ini sudah dicoba langsung oleh Presiden Joko Widodo," ujarnya.

Tiga belas negara asal wisman yang hadir langsung di antaranya, Malaysia, Kamboja, Vietnam, Serbia, Kosovo, Jordania, Filipina, Syria, Irak, Mesir, Singapura. Mereka di Lombok Tengah berkunjung ke beberapa destinasi wisata di wilayah itu, seperti Rumah Adat Sade, Kuta dan Meresek yang masuk dalam kawasan ekonomi khusus Mandalika.

Sementara President FATA, Datuk Hj Hamzah Rahmat mengatakan tujuan dari kunjungan itu untuk melihat konsep wisata halal. Alhasil, sudah bagus dan berjalan baik. Apalagi, dukungan masyarakat cukup tinggi, bahkan kultur, budaya dan alam yang ada di pantai sudah luar biasa. Hanya saja, semua itu harus dijaga dan dirawat dengan baik.

"Kami berharap pantai terus dijaga, jangan buang sampah sembarangan sehingga ekosistem yang ada di pantai tidak rusak. Kalau sudah rusak apa lagi yang akan diandalkan," kata Datuk Hj Hamzah Rahmat.

Wisata Halal

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal (TP3H) Rijanto Sofyan menjelaskan, wisata halal sebenarnya wisata yang biasa saja, dalam arti menyediakan fasilitas dan layanan menghibur wisatawan, seperti hotel, tempat makan, objek dan atraksi wisata.

"Hanya saja, wisata halal dituntut menyediakan semua hal tersebut sesuai aturan syariah Islam,” ujar Rijanto.

Misalnya hotel membolehkan tamu lawan jenis yang belum menikah untuk menginap dalam satu kamar, sedangkan hotel syariah akan bertanya terlebih dulu mengenai status hubungan tamu tersebut. Kalau bisa menunjukkan bukti suami istri atau keluarga, maka tamu baru boleh menginap dalam satu kamar.

Hotel syariah juga tidak boleh menyediakan alkohol, tidak boleh menyajikan makanan dengan bahan baku non-halal, dan memiliki ruang beribadah.

Di Indonesia, aturan pariwisata syariah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Mereka telah menerbitkan Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 yang mengatur segala sesuatunya.

Sudah mengikuti aturan DSN MUI bukan berarti sebuah tempat sudah memiliki ‘cap halal’. Hotel atau tempat makan tetap harus mendapatkan sertifikasi halal yang diterbitkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Bagi hotel, ada dua jenis ‘cap halal’, Basic Requirement dan Full Requirement. Untuk Basic, baru sekadar menyediakan menu halal dan tempat ibadah. Sedangkan Full, seluruhnya halal dari menu sampai pilihan saluran televisi.

Secara umum, jelas Sofyan, penerapan syariah sama di setiap negara. Intinya wisatawan harus diberi informasi sejelas-jelasnya mengenai kehalalan fasilitas dan layanan yang dinikmati. (ant/sa)

Berita terkait