Meme Hampir Membuat Seorang Warga India Keluar Dari WhatsApp

Grup WhatsApp keluarga di India belakangan ini jadi tempat yang menyedihkan karena Covid-19 terus-menerus memicu ribuan kematian setiap hari
Ilustrasi (Foto: bbc.com/indonesia - AISHWARYA)

Jakarta - Grup WhatsApp keluarga di India belakangan ini menjadi tempat yang menyedihkan karena Covid-19 terus-menerus memicu ribuan kematian setiap hari di negara itu. Namun, bagi keluarga yang sejauh ini tidak terdampak pandemi, grup Whatsapp kerap tegang karena lelucon dan meme yang tidak menyenangkan.

Ini adalah cerita koresponden BBC untuk isu identitas dan gender. Saat saya mengarahkan kursor ke pilihan "keluar dari grup", saya sadar ini adalah pertama kalinya saya secara serius mempertimbangkan meninggalkan grup WhatsApp keluarga besar saya.

Saya sering tanpa rasa bersalah keluar dari grup pesan instan yang tidak digunakan sesuai fungsinya. Tapi tidak satu pun dari grup Whatsapp itu berisi anggota keluarga saya.

Bayangkan betapa berisiknya grup Whatsapp yang anggotanya tinggal di tiga benua berbeda. Faktanya, grup ini lebih berisik dari yang Anda pikirkan.

Setiap hari ada konten yang dibagikan ke grup, pada zona waktu yang berbeda. Saat yang tinggal di India tengah menyelami jam tidur, anggota grup yang berada di Amerika mengambil alih kendali untuk memastikan aliran meme, video keponakan, dan terkadang pendapat pakar tentang peristiwa global seperti pemilu atau perceraian selebriti.

Saya kerap kali menjadi anggota grup yang hanya berperan memberi respons. Secara teratur saya membagikan emoji hati pada foto anak-anak dan hewan peliharaan keluarga. Saya jarang memulai percakapan sampai akhirnya beberapa pekan lalu, saya membagikan foto sampul New York Times yang menawan ke grup keluarga.

Koran itu menjadikan kasus Covid-19 di India sebagai berita utamanya. Ada foto udara yang memperlihatkan prosesi kremasi jenazah dan beberapa pelayat yang memakai perlengkapan pelindung.

Judul koran itu berbunyi, 'Kremasi Tanpa Akhir'.

Anggota keluarga lainnya lalu membagikan tautan artikel tentang Australia yang menuduh Perdana Menteri India, Narendra Modi, memimpin negaranya ke semacam 'kiamat'. Tak lama setelahnya, sepupu saya yang tinggal di India angkat bicara.

"Setiap negara menderita dan tidak ada pemerintah yang berhasil mengelolanya," tulisnya. “Sebagian besar media massa bias, media di seluruh dunia memiliki agenda mereka sendiri," ucapnya.

Sepupu saya yang lain menimpali percakapan itu dengan meme. Meme itu berbunyi, "Seluruh dunia mengkhawatirkan India, tapi orang India khawatir apakah asisten rumah tangga mereka akan datang hari ini atau tidak."

Emoji wajah tertawa dengan air mata yang berlinang menyertai kata-kata saudara saya itu.

ilus2 wa indiaIlustrasi (Foto: bbc.com/indonesia - AISHWARYA MULLAMURI/INSTAGRAM @JFFPIX)

Belakangan saya mulai merasakan kemarahan setelah menghabiskan waktu terlalu lama berselancar di media sosial. Saya menatap ponsel di apartemen saya di London. Saya juga mendapatkan vaksin di sini. Tapi saya marah karena keluarga saya di India mengirim meme dan mengejek saya.

Sebagai jurnalis, saya memutuskan tidak membagikan pendapat tentang anggapan bahwa media massa bersikap bias. Berita utama tentang India di Inggris didominasi foto-foto yang memperlihatkan bangsal rumah sakit yang seperti dalam kondisi perang. Ada juga berita tentang kelangkaan oksigen, ribuan kematian setiap hari, puncak pandemi yang tidak terlihat.

Untungnya anggota keluarga saya, yang semuanya menempuh pendidikan tinggi dan kelas menengah, belum tersentuh virus itu.

Banyak tajuk berita menyebutkan bahwa krisis Covid-19 di India membuat masyarakat miskin sangat rentan. Tapi banyak orang kaya di India mengaku tidak bisa mendapatkan tempat tidur rumah sakit, salah satunya Ashok Amrohi, mantan duta besar India untuk Brunei, Mozambik dan Aljazair.

Amrohi meninggal di parkiran rumah sakit, April lalu, saat menunggu pihak rumah sakit menyediakan ruangan untuknya.

Menurut Gerakan Pekerja Rumah Tangga Nasional, lebih dari empat juta orang bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga kaya seperti keluarga saya. Namun jumlah faktualnya diperkirakan mencapai 50 juta orang.

Rekan kerja saya di Delhi berkata, sebagian besar pekerja ini telah kehilangan pekerjaan. Banyak di antara mereka tidak menerima pesangon. Itulah mengapa meme tentang asisten rumah tangga tadi membuat saya kesal.

Dan tepat pada saat itu saya melihat tweet dari seorang penulis yang berbasis di New York. "Saya hampir siap untuk meninggalkan grup WhatsApp keluarga di India," begitu cuitannya.

"Saya tidak bisa menerima lelucon tentang Covid-19," kata penulis itu.

Setelah pencarian singkat di media sosial, saya menemukan sejumlah pengguna WhatsApp yang juga tidak memahami lelucon Covid-19 dari keluarga mereka. Kebanyakan dari mereka adalah orang India.

India adalah pasar terbesar WhatsApp, dengan sekitar 340 juta pengguna aktif. Warga India juga merupakan diaspora terbesar di dunia. Menurut PBB, terdapat 18 juta orang India tinggal di luar negeri.

ilus3 wa indiaIlustrasi (Foto: bbc.com/indonesia - AISHWARYA MULLAMURI/INSTAGRAM @JFFPIX)

"Ini berkaitan erat dengan perbedaan dalam mengambil sudut pandang," kata Charusmita, pakar studi media yang tinggal di Delhi. "Seandainya meme itu dikirim ke orang kelas menengah lain yang tinggal di India, kemungkinan besar mereka akan melihatnya secara berbeda.

"Ini bukan untuk merendahkan kemanusiaan, tetapi untuk menyoroti, dan sering mengejek, hak istimewa mereka sendiri. "Bagi sebagian orang, ini adalah cara yang cukup aman untuk menemukan humor di tengah bencana besar.

"Beberapa humor seperti itu beredar di seluruh grup WhatsApp. Beberapa orang menganggapnya menjijikkan," kata Charusmita.

Namun, Charusmita menyebut orang-orang yang tinggal di desa tak senang disinggung tentang perbedaan gaya hidup dan nilai-nilai mereka. Alasannya, mereka menganggapnya humor semacam itu merendahkan harga diri.

Charusmita menerima beberapa meme yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat Barat, seperti kartun orang-orang yang berswafoto dengan pasien yang sekarat. Ini menunjukkan bagaimana kematian sekarang menjadi komoditas untuk media sosial.

Ada juga humor yang lebih ringan tapi memicu adu argumentasi dalam grup keluarga WhatsApp.

Salah satunya adalah foto Perdana Menteri India, Narendra Modi, yang sedang melakukan yoga napas satu lubang hidung, Nadi Shodhana Pranayama. Ada yang bilang, "Modi bernapas dari satu lubang hidung agar orang lain mendapatkan lebih banyak oksigen."

"Ada banyak laporan misinformasi yang tersebar luas di grup WhatsApp di India, tapi tidak banyak tentang humor gelap di sana," kata Rohit Dasgupta dari Universitas Glasgow, yang meneliti budaya digital India.

"Saat kita tertawa, ada harapan, dan harapan itu mengalihkan perhatian dari rasa sakit."

Beberapa rasa sakit juga datang dari rasa frustrasi karena dianggap sebagai negara dunia ketiga ketika India berstatus pengekspor utama vaksin AstraZeneca.

Menurut pemerintah India, lebih dari 90 negara, dari Suriah hingga Inggris, sudah menerima vaksin buatan India, yang berjumlah lebih dari 60 juta dosis.

ilus4 wa indiaIlustrasi (Foto: bbc.com/indonesia - AISHWARYA MULLAMURI/INSTAGRAM @JFFPIX)

"Ada kebanggaan juga di sana," kata Dasgupta. "Meskipun jelas bahwa India membutuhkan bantuan, orang India yang tinggal di negara itu ingin Anda tahu bahwa mereka juga dapat membantu diri mereka sendiri."

Belakangan, sepupu saya yang membagi meme tentang asisten rumah tangga mengirim pesan kepada saya secara pribadi. Dia mengklarifikasi bahwa dia sama sekali tidak bermaksud untuk tidak menghormati pekerja domestik di India.

Dia bilang itu adalah lelucon yang mungkin tidak terlalu lucu, tapi menunjuk ke masa depan yang lebih penuh harapan, di mana kondisi 'normal' akan kembali.

Kehidupan tidak berlangsung seperti biasanya. Saat itu, hampir jam dua pagi di India dan saudara saya itu baru saja menyelesaikan jam tugas di rumah sakit, tempat dia bekerja sebagai dokter dan merawat pasien Covid-19.

Saya kemudian berbicara dengan seorang jurnalis di Delhi. Dia berkata, grup WhatsApp miliknya nya dalam beberapa pekan terakhir telah berubah menjadi pengumuman kematian.

Teman-temannya di grup itu membagikan kabar kematian anggota keluarga. Ada juga yang memohon bantuan mencari tempat tidur rumah sakit untuk yang terkena Covid.

Pembicaraan di antara warga India, kata teman saya itu, suram. Saya akhirnya batal meninggalkan grup WhatsApp keluarga, tentu saja.

Foto salah satu anak yang memotret diri dengan sejumlah pakaian sambil membersihkan lemari dan lusinan emoji hati membanjiri grup. Ketegangan akibat meme sebelumnya sudah terlupakan.

Humor Gelap

• Sebuah kajian dari sudut pandang psikologi menyebut humor gelap menggunakan "teori pelanggaran ringan".

• Dalam penelitian yang sama dikatakan bahwa lelucon itu lucu dalam jarak psikologis tertentu. Seseorang harus merasa ada cukup ruang atau waktu fisik dari peristiwa tersebut untuk menemukan humor di dalamnya.

• Sebuah studi tahun 2017 terhadap 156 orang di jurnal Cognitive Processing menemukan bahwa kecerdasan berperan kunci dalam apresiasi humor gelap. Orang dengan IQ lebih tinggi lebih menghargai lelucon gelap.

• Sebuah studi tahun 2003 di International Journal of Emergency Mental Health menemukan bahwa humor gelap yang digunakan oleh responden pertama memiliki efek menguntungkan secara keseluruhan pada pasien. (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
India Kini Berjuang Menghadapi Infeksi Jamur yang Mematikan
Pasca varian baru Covid-19 ini India harus berjuang memerangi infeksi jamur yang mematikan juga berdampak pada pasien yang sudah sembuh
Di India Pandemi Covid-19 Menyebar ke Pedesaan
Infeksi virus Covid-19 menyebar di daerah pedesaan di mana layanan kesehatan publik sulit dan sudah melampaui batas
Akibat Pandemi Warga India Alami Gangguan Kesehatan Mental
Pandemi Covid-19 berdampak pada kesehatan mental orang-orang di India, ahli menilai krisis tersebut kemungkinan akan bertahan lebih lama
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara