Membumikan Roh Marhaenisme di Hari Lahir Pancasila

Hari lahir Pancasila diperingati 1 Juni. Banteng Muda Indonesia DIY mengajak elemen masyarakat membumikan ruh marhaenisme
Pengurus BMI DIY sekaligus Ketua Panitia peringatan hari Llahir Pancasila Sukabiwata (kiri) saat memberikan keterangan pers di Sleman, Jumat 31 Mei 2019 malam. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman - Hari lahir Pancasila tepat diperingati hari ini, 1 Juni. Banteng Muda Indonesia (BMI) DIY mengajak elemen masyarakat membumikan roh marhaenisme.

Untuk membumikan ajaran Bung Karno itu, BMI DIY menggelar serangkaian kegiatan, di antaranya sarasehan tentang marhaenisme.

Ketua Panitia Sukabiwata mengatakan, acara diisi edukasi serta aktualisasi Pancasila untuk marhaenisme. "Kita gelar wayang kulit dengan lakon Sengkuni Larung," ujarnya dalam keterangan pers di Sleman, 31 Mei 2019 malam.

Dia mengatakan, marhaenisme yang digagas Bung Karno sejak 1927 tetap relevan, tak lekang dimakan zaman. "Marhaenisme menentang segala bentuk penindasan di muka bumi ini," tegasnya.

Menurut dia, dalam mengawal ajaran marhaenisme itu, PDIP punya tanggung jawab moral. "Bagaimana agar pembangunan bangsa ini punya keberpihakan terhadap wong cilik, tempat lahirnya marhaenisme," jelasnya.

Menurut dia, PDIP yang lahir dari ideologi marhaenisme, perlu membumikan ajaran di tengah-tengah masyarakat. Semangat yang terkandung dalam kelima sila Pancasila harus dikumandangkan dan dijalani.

Menurut dia, semangat marhaenisme seperti toleransi, kemanusiaan, keadilan untuk semua, persatuan bangsa, kerakyatan, kebersamaan harus terus dibangkitkan lagi. "Semangat ini yang menjadi penangkal disintegrasi bangsa," tegasnya.

Muara dari marhaenisme adalah kemandirian ekonomi, yang sampai saat ini sama sekali belum dirasakan wong cilik. Marhaenisme menangis melihat buruh dan petani terus tertindas secara ekonomi.

"Bagaimana mungkin, Indonesia yang luas dan subur tapi masih impor. Bagaimana mungkin Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia ternyata impor garam," papar Sukabiwata.

Anggota BMI DIY Ternalem mengatakan, Indonesia memiliki banyak keberagaman. Tidak hanya beragam suku, golongan, ras, agama. Tapi dalam konteks pilihan politik juga beragam, buktinya adalah banyak partai politik di Indonesia.

Semua partai politik berasaskan Pancasila. Namun banyak kader partai politik yang belum menjiwai Pancasila. "Kalau beda partai, lalu saling membenci dan menyerang itu berarti belum Pancasilais," tegasnya.[]

Baca juga:

Berita terkait