Masalah yang Jadi Isu Penting Bagi Uni Eropa Tahun 202

Masalah yang dihadapi Uni Eropa tahun 2021 merupakan psu utama yang diprediksi masih sama dengan tahun 2020
Bendera negara-negara anggota Uni Eropa (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Setiap tahun, Komisi Eropa akan mengevaluasi keadaan di blok Uni Eropa. Presiden dari negara anggota menyampaikan pidato di depan parlemen. Isu utama tahun ini diprediksi sama dengan tahun 2020. Bernd Riegert menuliskannya untuk DW.

Temuan dalam survei Eurobarometer yang ditugaskan oleh Uni Eropa (UE) baru-baru ini sangat jelas: Warga di blok itu percaya bahwa masalah utama yang harus ditangani adalah perubahan iklim, pandemi Covid-19, perawatan kesehatan, situasi ekonomi, dan ketidaksetaraan sosial. Inilah tema-tema yang akan diangkat oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato kenegaraannya yang kedua di hadapan Parlemen Eropa pada Rabu (15/09). Di saat yang sama ia juga akan menyampaikan pencapaian tahun lalu dan mengumumkan langkah-langkah baru. Berikut sejumlah persoalan yang masih dihadapi Uni Eropa:

1. Pandemi Covid-19

Saat ini di Eropa tersedia cukup banyak vaksin Covid-19. Namun seiring musim gugur yang sudah di ambang pintu, tingkat vaksinasi dinilai masih terlalu rendah. Target untuk memastikan bahwa 70% orang dewasa divaksinasi memang telah tercapai, tetapi ini tidak cukup mengingat penyebaran varian Delta yang sangat menular. Selanjutnya, masalah lain adalah tingkat vaksinasi sangat bervariasi di antara negara-negara anggota UE, dari hanya 20% di Bulgaria hingga hampir 90% di Malta.

Komisi Eropa akan menangani masalah ini dalam beberapa bulan mendatang, ujar Komisaris Kesehatan Stella Kyriakides kepada DW. Sementara itu, von der Leyen telah meluncurkan badan UE baru, yakni Otoritas Tanggap Darurat Kesehatan Eropa (HERA), yang bertujuan mengantisipasi dan mengendalikan epidemi dengan lebih baik di masa mendatang. Otoritas ini akan mencoba untuk membatasi pendekatan tanpa koordinasi yang saat ini diterapkan oleh 27 negara anggota dengan standar berbeda.

2. Kemunduran Ekonomi

Salah satu konsekuensi langsung dari pandemi adalah kemunduran ekonomi dalam tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ursula von der Leyen berencana memulihkan ekonomi di kawasan UE dengan program rekonstruksi lewat kucuran dana pemulihan sebesar €750 miliar (Rp 12,6 kuadriliun). Dana ini untuk pertama kalinya akan didanai oleh utang bersama, dan akan menjadi fokus kebijakan ekonomi UE selama beberapa tahun mendatang.

Ursula von der LeyenPresiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, berpidato di depan Palemen Eropa di Strasbourg, Prancis, 15 September 2021 (Foto: dw.com/id)

Mayoritas warga UE mengaku menderita kerugian ekonomi akibat pandemi. Karena itu, ekspektasi UE dalam program pemulihan ini dinilai terlalu ambisius. Selain itu, langkah ini juga punya risiko tersendiri. Negara-negara anggota akan menanggung lebih banyak utang dan inflasi akan meningkat seiring dengan tumbuhnya permintaan. Saat ini di semua negara anggota telah dimulai diskusi dan perdebatan tentang bagaimana menangani peningkatan utang yang begitu tajam.

3. Perubahan Iklim

Komisi menginginkan sebagian besar uang dari dana pemulihan eknomi untuk digunakan di bidang investasi "hijau". Idenya adalah bahwa "Kesepakatan Hijau" di antara negara UE akan mengubah Eropa menjadi benua netral iklim pertama tanpa kontribusi emisi CO2 yang signifikan pada tahun 2050.

Ursula von der Leyen telah mampu mencapai tujuan ambisius ini. Sekarang, tugasnya adalah menerapkan transisi ke energi terbarukan, elektromobilitas, dan pekerjaan digital modern dengan serangkaian undang-undang dan tindakan lainnya. Masih belum jelas sejauh mana setiap negara anggota harus mengurangi emisi gas berbahaya dan bagaimana target akan dicapai.

4. Perbedaan Visi dan Nilai Uni Eropa

Kekuatan yang memecah belah di dalam UE meningkat. Contohnya pemerintah Polandia dan Hungaria yang menolak upaya Komisi dan Pengadilan Eropa dalam mencegah berlanjutnya erosi supremasi hukum di negara itu.

Tampaknya, tidak semua negara anggota memiliki persepsi yang sama tentang nilai-nilai dan hak-hak dasar Eropa. Ini bisa terlihat dalam kebijakan yang bersifat homofobik di Polandia, Hongaria, dan negara-negara anggota baru lainnya.

bendera uni eropaBendera Uni Eropa terpampang di luar markas organisasi tersebut di Brussel, Belgia, pada 5 Mei 2021 (Foto: voaindonesia.com - Reuters/Yves Herman)

Pertanyaan tentang solidaritas Uni Eropa sehubungan dengan migrasi juga masih belum terselesaikan. Di seluruh blok, opini masyarakat sangat terpecah dalam cara menangani migran dan pencari suaka yang kemungkinan besar akan datang dari Afganistan.

5. Masalah Masih Sama dengan Tahun 2020 Lalu

Membandingkan isu-isu Uni Eropa pada September ini dengan isu-isu yang dibahas tahun lalu dalam pidato kenegaraan pertama Ursula von der Leyen, tampaknya secara garis besar masalah ini identik. Namun Ketua Komisi akan mempresentasikan langkah-langkah yang sekarang telah diambil untuk menetapkan kebijakan iklim, menciptakan dana pemulihan, dan mempromosikan digitalisasi ekonomi sebagai jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Pidato von der Leyen di depan Parlemen Eropa pada Rabu pagi akan diikuti dengan debat ekstensif yang akan kembali memulai musim politik di Strasbourg dan Brussels setelah liburan musim panas. Namun para ahli memperkirakan tidak akan ada kemajuan nyata dalam hal terciptanya undang-undang baru sampai rampungnya pemilihan umum di Jerman - yang merupakan negara terbesar di blok ini (ae/gtp)/dw.com/id. []

Peraturan Masuk ke Negara Uni Eropa Mulai Diperketat Kembali

70% Penduduk Dewasa Uni Eropa Sudah Terima Vaksin Covid-19

Uni Eropa Luncurkan Sertifikat Perjalanan Covid-19 Digital

Amerika Dihapus Dari Daftar Perjalanan Aman di Uni Eropa

Berita terkait
Kepala Negara Uni Eropa Bahas Tantangan Virus dan Vaksinasi
Para kepala negara Eropaserukan negara-negara kawasan itu bersama-sama memberikan contoh bagi dunia tentang vaksinasi global
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.