Malala Yousafzai, Penerima Nobel Termuda yang Dipuja dan Dikecam

Malala Yousafzai mengunjungi Pakistan untuk pertama kalinya. Belum jelas apa pertimbangan keamanan akan memungkinkannya kembali ke Lembah Swat, tanah kelahirannya.
Malala Yousafzai, penerima Nobel termuda dalam sejarah pada 2014 pada usia 17 tahun. (Foto: Istimewa)

Mingora, Pakistan, (Tagar 31/3/2018) - Di tanah kelahiran pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai di Pakistan, sering terngiang-ngiang soal putri dari Lembah Swat barat laut yang selamat dari serangan senjata, dan begitu juga ingatan akan peraturan kejam oleh Taliban.

Yousafzai mengunjungi Pakistan untuk pertama kalinya sejak Taliban Pakistan, sekarang dalam pelarian tetapi masih mampu melancarkan serangan, menembak kepalanya pada 2012 karena pembelaannya untuk pendidikan anak perempuan dan menentang militansi Islam.

Pada Jumat malam (30/3/2018), belum jelas apakah pertimbangan keamanan akan memungkinkan Yousafzai kembali ke Lembah Swat, tetapi banyak yang menantikannya.

"Kami sangat senang Malala telah datang ke Pakistan. Kami menyambut Malala," kata Arfa Akhtar, seorang siswa kelas tiga di sekolah tempat Yousafzai pernah belajar. "Aku juga Malala. Aku bersama Malala dalam misi ini," tambahnya.

Barkat Ali, 66, mengatakan dia ingat memangku Malala ketika dia masih kecil di Mingora. Dia bangga dengan perjuangan 20 tahun untuk mendukung pendidikan anak perempuan, seperti halnya penolakannya 10 tahun yang lalu untuk menyerahkan putranya ketika Taliban meminta petempur baru.

"Mereka adalah orang-orang tua yang buta huruf yang akan mengatakan bahwa putri kami tidak akan pergi ke sekolah," kata Ali, mengingat dua tembakan mortir mendarat di jalananya, yang sering diawasi oleh Taliban.

"Sekarang orang-orang menjadi bijaksana. Mereka mendidik anak-anak perempuan mereka," tambahnya.

Taliban Pakistan mengambil alih sebagian besar lembah mulai 2007, melarang pendidikan bagi anak-anak perempuan, membunuh penduduk, mencambuk wanita dan menggantung mayat dari tiang listrik untuk memaksakan interpretasi keras mereka terhadap hukum Islam sebelum tentara Pakistan mengusir mereka keluar pada 2009.

Meskipun demikian, tidak semua orang di Swat, memiliki penghormatan untuk Yousafzai yang menjadi penerima Nobel termuda dalam sejarah pada 2014 pada usia 17 tahun.

Penduduk Swat Mohammad Nisar Khan mengatakan selebritas internasional dan perlindungan resmi yang diberikan kepada wanita muda itu membayangi pengorbanan yang dilakukan oleh orang-orang lainnya di Swat.

"Kami adalah orang-orang yang melawan Taliban. Empat paman dan dua sepupu saya dibantai oleh Taliban di Matta. Mereka secara brutal disiksa. Namun, tidak ada yang bertanya tentang saya," kata Khan.

"Bisakah seseorang menunjukkan kepada saya satu tindakan pemberani yang dilakukan Malala Yousafzai, yang belum kami lakukan pada usia 50 tahun?" ungkapnya.

Di tempat lain di beberapa bagian negara Pakistan, kedatangannya disambut dengan permusuhan terang-terangan dari orang-orang yang menuduhnya membangun karier di luar negeri dengan menyebutkan gambaran negatif tentang tanah airnya.

Di wilayah timur Kota Lahore, sekelompok sekolah swasta mengadakan protes dengan para guru dan siswa mereka, meneriakkan "Saya bukan Malala", beberapa di antaranya memakai ban lengan hitam.

Penyelenggara protes, Kashif Mirza, mengatakan puluhan rantai sekolah swasta berpartisipasi dan para guru mengatakan kepada siswa di kelas "bahwa Malala tidak mewakili Pakistan yang sebenarnya."

"Dia memfitnah Pakistan, Islam dan tentara Pakistan setelah pergi ke luar negeri," kata Mirza, yang memimpin Presiden Federasi Semua Sekolah Swasta Pakistan.

Dia mengatakan kelompoknya mengutuk serangan senjata terhadap Yousafzai, tetapi mengatakan sejak kepergian Malala ke luar negeri, Malala telah dipengaruhi oleh kekuatan asing.

Namun, sekolah swasta lainnya menolak untuk bergabung dengan protes anti-Malala.

"Tidak ada hari semacam itu seperti yang diamati di salah satu cabang kami, karena kami tidak mendukung acara yang menyebarkan kebencian," kata Tabraiz Bokhari, juru bicara "Beacon House School System," dengan 200 afiliasi di seluruh Pakistan.

Dalam sembilan tahun sejak tentara mengusir Taliban, sebagian besar Swat telah menjadi wilayah yang damai, meskipun masih ada serangan militan sesekali, termasuk satu beberapa minggu lalu yang menargetkan militer.

Banyak warga Swermasuk Jawad Iqbal, berharap Malala akan dapat kembali dalam perjalanan ini. "Orang-orang Swat dan seluruh Pakistan bersama Malala," kata Iqbal sambil berdiri di depan potret Yousafzai dengan ayahnya, yang merupakan seorang guru.

"Insya Allah, kita akan melawan terorisme dan ekstremisme di wilayah kita dengan senjata pendidikan, dengan senjata pena, dengan senjata para guru dan dengan senjata-senjata buku," katanya.

Di sepanjang jalan di mana Malala pernah ditembak di bus sekolahnya, warga bernama Amir Zeb juga mengatakan dia berharap Malala akan mengunjungi kampung halamannya.

"Malala Yousafzai adalah putri Pakistan," katanya, menambahkan. "Kami bangga padanya," ungkapnya. (ant)

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.