TAGAR.id, Jakarta - Jumlah serdadu Jerman yang menolak penugasan perang naik 5 kali lipat pada tahun 2022. Lonjakan ditengarai berkaitan dengan perang di Ukraina. Bundeswehr kini didesak menyesuaikan janji perekrutan agar lebih realistis.
Konflik di Ukraina dinilai membuka mata banyak serdadu Jerman tentang realita perang. Fenomena ini diyakini mendorong lonjakan jumlah tentara yang menolak ditugaskan di medan perang pada tahun 2022, seperti tertulis dalam laporan Badan Federal untuk Keluarga dan Bakti Sosial (BAFzA) 6 Januari 2023.
Sejak wajib militer dicabut pada 2011 silam, pemerintah Jerman membuka jalur birokrasi bagi serdadu Bundeswehr untuk menolak penugasan perang.
"Pada tahun 2021, serdadu yang menolak penugasan perang masih berjumlah 201 permohonan. Pada tahun 2022, jumlahnya mencapai 951 permohonanm” kata seorang juru bicara BAFzA. "
Hingga bulan September, angka permohonan yang masuk sudah berkisar 650 kasus. Saat itu, juru bicara Bundeswehr juga mengakui, "jumlah peminat dinas militer di Bundeswehr terus berkurang sejak awal tahun 2022.”
Dalam permohonannya, sebagian besar serdadu merujuk pada invasi Rusia di Ukraina, dengan dalih bahwa mereka tidak menyangka besarnya kemungkinan eskalasi perang di Jerman.
Permohonan itu harus disetujui Bundeswehr terlebih dahulu sebelum bisa diserahkan ke pemerintah Jerman.
"Serdadu yang, dalam krisis geopolitik saat ini, menyadari tidak ingin menembak, melukai atau bahkan membunuh manusia lain, harus diberikan jalan keluar dari militer,” kata Michael Schulze, pegiat anti-perang di Jerman.
Menurutnya, "banyak anggota Bundeswehr saat ini yang terpancing oleh iklan dan janji karir yang tidak berhubungan dengan realita. Sekarang banyak yang tidak puas dan ingin keluar.”
Namun militer sejauh ini menolak mengakui adanya serdadu yang menolak penugasan di medan perang. Jika sudah begitu, "pilihan terakhir adalah melakukan desersi,” imbuh Schulze.
Reformasi struktural
Agustus 2022 silam, militer Jerman merombak iklan perekrutan dengan moto baru, "bersama kita lindungi negeri.”
Kampanye di media sosial antara lain memuat profil sejumlah serdadu yang menjelaskan motivasinya bergabung dengan Bundeswehr, antara lain demi "melindungi kemakmuran dan kebebasan.”
Sejak beberapa dekade terakhir, Jerman giat mengirimkan militernya untuk melakoni misi damai PBB. Penugasan terbesar dan paling mematikan adalah Afganistan, sebelum NATO menarik diri secara mendadak pada 2021 lalu.
Menurut Bundeswehr, sebanyak 116 serdadu Jerman tewas dalam penugasan antara 1992 hingga 2022. Angka tersebut mencakup kasus kematian yang tidak berkaitan dengan dinas perang, seperti kasus bunuh diri atau pembunuhan.
Namun sejak pecahnya perang di Ukraina, Jerman didesak untuk membenahi militernya agar sepadan dengan tuntutan NATO. Untuk itu, Kanselir Olaf Scholz menambahkan anggaran pertahanan dan menggulirkan reformasi struktural.
Kamis (5/1) kemarin, Menteri Pertahanan Christine Lambrecht, menerbitkan buku putih keamanan yang mencakup 200 perubahan kebijakan, antara lain mengurangi target penambahan jumlah pasukan menjadi 203.300 serdadu pada 2031.
Menurut Kemenhan Jerman, target tersebut menuntut regenerasi sekitar 20.000 tentara setiap tahun. Jumlah total serdadu Jerman saat ini sekitar 183.000 orang. "Sasaran ini sangat ambisius dan tidak mungkin bisa dicapai tanpa langkah-langkah dramatis.” [rzn/as (kna,dpa)]/dw.com/id. []