TAGAR.id, Beijing, China - Ketika pelonggaran terbesar sejak pandemi mulai berlaku di China, warga saling mengimbau untuk tetap waspada. Analis meyakini otoritas kesehatan tidak memiliki kapasitas untuk merespons ledakan jumlah kasus penularan.
Tiga tahun sejak pandemi, aksi protes warga China sepanjang bulan November 2022 memaksa Beijing menyesuaikan kebijakan nol-Covid-19 miliknya dengan negara lain di dunia. Alhasil, pembatasan pandemi di berbagai kota mulai melunak.
Puncaknya adalah ketika Otoritas Kesehatan Nasional (NHC) mengumumkan pelonggaran pandemi secara nasional, Rabu, 7 Desember 2022, kemarin.
Sejak itu, pusat-pusat hiburan dan wisata kebanjiran pesanan tiket, lapor media pemerintah. Netizen juga lebih berani mengaku terinfeksi Covid-19, tanpa harus mengkhawatirkan jemputan aparat keamanan.
Meski begitu, sebagian penduduk tetap merawat kewaspadaan.
"Saya tahu Covid tidak lagi menakutkan. Tapi virusnya masih menular dan memicu penyakit,” tulis seorang pengguna di Weibo, platform media sosial China. "Rasa takut di hati kami tidak bisa dengan mudah dihilangkan.”
"Ada terlalu banyak kasus positif,” timpal pengguna lain.
Minim kapasitas
China melaporkan 21.439 kasus infeksi baru pada Rabu, 7 Desember 2022. Pada 27 November silam, angka penularan harian mencapai lebih dari 40.000 kasus. Jumlah infeksi saat ini menyusut drastis seiring kebijakan pemerintah mengurangi kewajiban tes secara nasional.
Rencana pembangunan laboratorium Covid-19 di berbagai wilayah juga dibatalkan pemerintah China, lapor harian pelat merah Shanghai, The Paper.
Sejumlah analis dan pakar kesehatan mengatakan China tidak punya kapasitas untuk merespons ledakan jumlah kasus penularan. Penyebabnya adalah antara lain rendahnya tingkat vaksinasi di kalangan lansia dan rapuhnya sistem kesehatan nasional.
"China mungkin harus membayar mahal karena telat menerapkan pendekatan lunak untuk hidup dengan Covid,” menurut laporan Nomura, sebuah jasa konsultan asal Jepang. Saat ini, status imun baru berlaku untuk hanya 0,13% penduduk, "Jauh dari level yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan kelompok,” lanjut perusahaan tersebut.
Hidup dengan virus
Feng Zijian, bekas kepala Pusat Pengendalian Penyakit mengatakan kepada harian China Youth Daily bahwa hingga 60 persen populasi China bisa tertular pada tsunami infeksi pertama. "Pada akhirnya, sekitar 80 sampai 90 persen penduduk akan terinfeksi,” kata dia.
Sebanyak 5.235 kasus meninggal dunia terkait Covid-19 di China tergolong kecil dibandingkan populasinya yang mencapai 1,4 miliar manusia. Angka tersebut juga jauh lebih rendah dari rata-rata global.
Analis mewanti-wanti, angka kematian bisa mencapai 1,5 juta kasus jika pelonggaran dilakukan secara terburu-buru.
Namun begitu, sebagian warga bersedia menerima risiko infeksi demi kembalinya kehidupan normal. "Tidak mungkin untuk bisa memusnahkan virus ini, mungkin kita harus hidup bersamanya dan berharap virus ini akan berevolusi menjadi flu biasa,” kata Yan, seorang pengangguran berusia 22 tahun di Beijing. [rzn/yf (rtr,ap)]/dw.com.id. []