Labuhan Merapi, Wujud Syukur Keraton Yogyakarta

Menurut dia, Labuhan Merapi ini wujud kedekatan antara raja dengan rakyatnya yang dimaknai dengan masih adanya kepercayaan, penghargaan, dan penghormatan kepada rajanya.
Ratusan warga berebut gunungan dan ubo rampe dalam tradisi Labuhan Merapi dalam rangka memperingati Jumenengan Ndalem Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X di Kinahrejo, Kecamatan Umbulahrjo, Sleman, Selasa (17/4) (Ans)

Sleman (Tagar 17/4/2018) - Keraton Yogyakarta menggelar syukuran dalam memperingati Jumenengan Ndalem Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X berupa Upacara Adat Labuhan Merapi, Selasa (17/4). Upacara tradisi adat ini dipusatkan di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman.

Keraton Yogyakarta dengan Gunung Merapi dan Pantai Selatan Jawa merupakan satu sisi yang tidak bisa dilepaskan. Dalam falsafah Jawa, ketiga lokus ini sering disebut sebagai sumbu imajiner.

Juru Kunci Gunung Merapi Mas Asih mengatakan, upacara adat ini merupakan wujud rasa syukur Keratobn Yogyakarta dan warga Yogyakarta kepada Sang Pencipta. "Labuhan Merapi ini untuk memohon perlindungan dan keselamatan untuk seluruh warga Yogyakarta," katanya, Selasa (17/4).

Kedekatan Pemimpin dan Rakyatnya

Pria yang mendapat gelar Keraton Yogyakarta Mas Lurah Kliwon Suraksohargo ini berharap tradisi Labuhan Merapi dapat lestari di tengah gencarnya arus modernisasi. "Generasi muda harus bisa melestarikan dan mengembangkan tradisi budaya ini," pintanya.

Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman, Purwatno Widodo mengatakan, upacara ini merupakan bentuk rasa syukur dan doa bagi keselamatan Raja Keraton Ngayogkarto Hadiningrat. "Agar beliau selalu mengayomi dan memimpin rakyatnya dengan penuh cinta," ungkapnya.

Menurut dia, Labuhan Merapi ini wujud kedekatan antara raja dengan rakyatnya yang dimaknai dengan masih adanya kepercayaan, penghargaan, dan penghormatan kepada rajanya.

Purwatno menjelaskan, Labuhan Merapi ini didasari oleh pandangan hidup yang terwujud dalam etika keseharian bagaimana masyarakat Jawa berbuat. "Sehingga dari aktivitas tersebut tercipta keselarasan dengan alam dan lingkungan," kata dia.

Dia berharap, meski pengaruh budaya modern yang masuk, tradisi Labuhan Merapi harus terus dipupuk dan dikembangkan. Labuhan Merapi merupakan aset kekayaan budaya yang tidak dimiliki daerah lain.

Prosesi adat dimulai dengan mengarak gunungan dan ubo rampe dari Kantor Kecamatan Cankringan menuju Petilasan Rumah Mbah Maridjan. Setelah itu gunungan dan ubo rampe yang berisi bermacam-macam hasil bumi diperebutkan warga. (ans)

Berita terkait