Makassar - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan akhirnya angkat bicara terkait penangkapan nelayan dan mahasiswa yang melakukan unjuk rasa penolakan tambang pasir laut oleh PT. Boskalis di perairan laut Pulau Kodingareng, kota Makassar. Polisi sebut mereka ditangkap karena melakukan pelemparan bom molotov kapal pengeruk pasir laut Queen Off Netherland.
Mereka diamankan karena melempari bom molotov dan merusak kapal pengeruk pasir.
Menurut Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahim Tompo, 12 orang yang diamankan dalam unjuk rasa penolakan tambang pasir, Sabtu 12 September 2020, kemarin. Mereka ini, nelayan, pers mahasiswa dan aktivis.
"Mereka diamankan karena melempari bom molotov dan merusak kapal pengeruk pasir," kata Ibrahim dalam keterangan tertulisnya, Minggu 13 September 2020.
Penangkapan ini bermula, ketika kapal ini bertolak dari Makasar New Port menuju titik lokasi quarry di Taka Copong Takalar. Kemudian, didatangi oleh puluhan nelayan menggunakan kapal jolloro dan katinting (Kapal tradisional Makassar).
Kedatangan nelayan dan sejumlah aktivis lingkungan ini untuk mendesak kapal agar menghentikan penambangan. Kemudian, mereka melakukan pelemparan batu dan bom molotov ke atas dek kapal.
Akibatnya, menimbulkan kebakaran di beberapa titik, serta melakukan pemotongan kabel listrik peneumatic sehingga tidak bisa melakukan pengerukan di satu sisi.
"Setelah diserang nelayan, pihak kapal ini melapor ke Polairud. Kemudian Tim Intel dan kapal Taktikal Polairud menuju ke lokasi yakni, 11 mil barat daya dari pulau Kodingareng dan mengamankan beberapa orang yang diduga menjadi provokator dari aksi demonstrasi anarkis itu," jelasnya.
Kabid Humas berharap, masyarakat agar jangan terprovokasi oleh upaya-upaya orang tertentu yang akhirnya akan menimbulkan efek Kamtibmas dan hukum. []