Kronologi Nasib 1.400 Karyawan Prabowo yang Terkatung-katung 60 Bulan

Selama 60 bulan, perusahaan yang memproduksi bubur kertas itu menggantungkan upah karyawannya.
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ke-20 di Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (6/2/2019). (Foto: Antara/Putra Haryo Kurniawan)

Jakarta, (Tagar 27/2/2019) - Sedikitnya 1.400 karyawan PT Kertas Nusantara, milik calon presiden nomor urut dua (02) Prabowo Subianto dan adiknya Hashim Djojohadikusumo, di Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur menuntut upah yang tak kunjung dibayarkan. Selama 60 bulan, perusahaan yang memproduksi bubur kertas itu menggantungkan upah karyawannya.

Sejak lima tahun lalu, perusahaan milik Prabowo itu memang mengklaim mengalami masalah keuangan dan berhenti beroperasi. Bukannya tidak mau menyatakan pailit, tapi manajemen mengaku asetnya tak mampu untuk membayar utang.

"Perusahaan ini sudah tidak beroperasi, bertahun tahun sehingga gagal membayar gaji karyawan," ujar Koordinator Dinas Tenaga Kerja Kaltim Pengawas Wilayah Utara, Sab'an, Senin (25/2).

Namun masalahnya, perusahaan masih terikat hubungan kontrak kerja dengan karyawan sejak dirumahkan lima tahun lalu. Perusahaan menjanjikan karyawan tetap menerima gaji pokok kisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.

"Perusahaan menjanjikan karyawan tetap menerima gaji pokok saja. Namun tidak pernah diterima hingga kini," beber salah seorang karyawan.

Lalu, bagaimana kronologi peristiwa PT Kertas Nusantara yang berujung menggantungkan ribuan karyawannya tersebut?

Kiani Kertas 1991-1998

Dari penelusuran Tagar News, PT Kertas Nusantara sebelumnya bernama PT Kiani Kertas yang didirikan pada tahun 1991. "Dan salah satu pabrik pulp jalur tunggal terbesar di dunia dengan kapasitas terpasang 525.000 Adt per tahun atau1.500 Adt per hari dengan 350 hari periode operasi tahunan," dikutip dari website kertas-nusantara.com

Ternyata, pengusaha bernama Muhammad Hasan atau Bob Hasan pada 4 April 1991 yang mendirikan perusahaan tersbut. Tujuh tahun beroperasi, Kiani Kertas diambil negara karena Bank Umum Nasional miliknya berutang kepada negara sebanyak Rp 8,917 triliun. Ia pun terpaksa menandatangai perjanjian penyelesaian utang (MSAA) senilai Rp 8,91 triliun dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 1998.

Diambil alih PT Bank Mandiri dan Prabowo Subianto

Sekitar bulan Oktober 2003, PT Bank Mandiri Tbk pun mengambil alih aset kredit Kiani Kertas senilai utang yang mampu dibayar dengan arus kas Kiani, yaitu 201,242 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,8 sekitar triliun. Pembeliannya dilakukan bersama anggota konsorsium PT Anugra Cipta Investa milik Prabowo Subianto.

Kiana Kertas pun menjadi milik Prabowo Subianto secara penuh, meski sebagai investor PT Bank Mandiri Tbk mengelontorkan dana sebesar 170 juta dollar AS.

Jadi, sejak awak perusahaan Kiani Kertas yang jadi milik Prabowo memang berutang ke PT Bank Mandiri Tbk. Jabatan komisaris utama dipegang oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.

Bermasalah sejak awal

Pada tahun 2004, utang yang jadi beban perusahaan sejak awal berbuntut permasalahan setahun kemudian. Kiani Kertas mengajukan permohonan penundaan pembayaran utang kepada Bank Mandiri. Masalah operasional dan modal kerja sekitar 50 juta dollar AS pun turut merongrong perusahaan.

Hashim Djojohadikusumo beri angin segar

Pada Januari 2005, melalui perusahaan Novel, adik dari Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menyuntikan dana segar sebesar 50 juta dollar AS ke kas Kiani Kertas. Pada saat yang sama, Bank Mandiri pun sepakat untuk menunda utang dari Kiani Kertas.

Ternyata pada April 2005, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempersoalkan pengambil alihan PT Bank Mandiri Tbk, terhadap kredit Kiani Kertas dari BPPN. Karena PT Bank Mandiri Tbk tidak hati-hati dalam menganalisa risiko dan persetujuan dewan komisaris baru diberikan seminggu setelah aksi korporasi.

Tiga bulan kemudian, yaitu sekitar Juli 2005, BPK membawa persoalan ambil alih PT Bank Mandiri ke Kejaksaan untuk diselidiki. Karena Tim Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung menduga adanya tindak pidana korupsi dalam proses ambil alih utang Kiani Kertas.

Sebagai pemilik, nama Prabowo Subianto pun terseret dalam kasus kasus kredit macet Bank Mandiri di Kiani Kertas. Namun, hanya sebagai saksi.

"Saya pemegang saham, jadi saya bertanggung jawab sekarang," ucap Prabowo tahun 2005 silam.

Karena PT Bank Mandiri tersangkut kasus, pada Maret 2007 nama Kiani Kertas pun diubah menjadi Kertas Nusantara.

Setelah itu, sebulan kemudian April 2007 Kejaksaan Agung menetapkan tiga mantan direksi Bank Mandiri yakni Direktur Utama Edward Cornelis William Neloe, Wakil Direktur Utama I Wayan Pugeng, dan Direktur Corporate M Sholeh Tasripan, sebagai tersangka kasus korupsi pengalihan aset kredit ke Kiani Kertas.

Mulai berhenti operasi

Setahun kemudian, sekitar bulan Oktober 2008, PT Nusantara Kertas berhenti beroperasi. Alasannya karena harga bubur kertas di pasar dunia 560 dollar AS setara dengan biaya produksinya. Jika terus beroperasi, tetap saja perusahaan akan mengalami kerugian.

Kemudian pada Desember 2008, sebanyak 270 karyawan masih dipekerjakan, tapi sebagian besar buruh dirumahkan. Dengan syarat karyawan berjabatan supervisor ke bawah yang diberi upah pokok, tunjangan lokasi, sewa rumah, dan separuh dari uang fasilitas kebutuhan penunjang.

Nyatanya, kewajiban perusahaan hanya terpenuhi sampai Juni 2009. Sebab, upah buruh bulan Juli, hanya dibayar separuh dari upah pokok pada 31 Agustus.

"Upah bulan Agustus dan September memang belum kami penuhi, tetapi sedang diupayakan," ungkap Superintendent Community Affair PT Kertas Nusantara, Jakariya, di Mangkajang, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, 23 Oktober 2009 lalu.

Lalu, pembayaran gaji dikabarkan sudah dibayarkan hingga tahun 2014 saat Prabowo mencalonkan diri menjadi calon presiden bersama Hatta Rajasa.

Kala itu, Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Fadli Zon menegaskan tunggakan gaji karyawan PT Kertas Nusantara sudah diselesaikan semuanya sehingga sudah tidak ada lagi permasalahan tunggakan gaji yang belum dibayarkan.

"Sudah selesai itu. Sudah tidak ada masalah. Itu yang mengerjakan profesional. Bertahun-tahun Pak Prabowo tidak pernah mengerjai itu kok," tegas Fadli di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, pada Selasa 1 Agustus 2014.

Karyawan menuntut lagi

Namun, lima tahun berlalu, pada Februari 2019 muncul lagi tuntutan karyawan terkait gaji yang tak dibayarkan. Total kewajiban sebesar Rp 9 miliar per bulan diperuntukan 1.400 karyawan belum dibayarkan.

Pemerintah daerah pun menginisiasi pertemuan antara ribuan karyawan PT Kertas Nusantara dengan pihak manajemen.

"Rencananya akan ada gelar perkara membahas nasib karyawan Kertas Nusantara bulan depan nanti," ungkap Koordinator Dinas Tenaga Kerja Kaltim Pengawas Wilayah Utara, Sab'an, Senin (25/2).

Pihak manajemen perusahaan mengklaim tidak mampu membayar gaji yang menjadi tuntutan karyawan. Namun, PT Nusantara Kertas masih terikat hubungan kontrak kerja dengan karyawan sejak dirumahkan lima tahun lalu. "Istilahnya, argo gaji terus berjalan selama prosesnya tidak diselesaikan," terang Sab'an.

Tapi, perusahaan tidak bisa menyatakan pailit karena aset perusahaan tak mampu untuk menutup utang perusahaan.

"Kalau menyatakan pailit, asetnya juga tidak mampu untuk membayar utang. Saya dengar perusahaan sedang negosiasi memulihkan bisnisnya. Mereka menyebut ada investor yang tertarik, namun belum ada titik temu dengan pemilik," jelasnya.

Perjuangan karyawan pun dibantu oleh Pengurus Serikat Pekerja PT Kertas Nusantara dengan berbagai aksi demo di Tanjung Redeb (Berau), Samarinda (Kaltim) hingga Jakarta. Tuntutan karyawan hingga kini meliputi kewajiban gaji 1.400 karyawan, premi asuransi kesehatan, dan kerja karyawan.

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.