Kisah dari Tempat Pengungsian Gunung Agung

Kisah dari tempat pengungsian Gunung Agung. 4.855 orang tersebar di 50 lokasi pengungsian di Karangasem dan Gianyar.
Kisah dari Tempat Pengungsian Gunung Agung | Sejumlah pengungsi letusan Gunung Agung beristirahat di Kantor UPTD Rendang, Karangasem, Bali, Selasa (3/7/2018). (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Karangasem, Bali, (Tagar 8/7/2018) – Mereka meninggalkan rumah masing-masing sesaat setelah Gunung Agung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut itu meletus dengan melontarkan lahar pijar pada Senin (2/7) pukul 21.04 Wita.

Selain pria dan wanita dewasa, para pengungsi itu juga terdiri atas warga lanjut usia, balita dan anak-anak serta ibu hamil.

Hingga kini jumlah pengungsi Gunung Agung tercatat 4.855 orang tersebar di 50 lokasi pengungsian di enam kecamatan di Kabupaten Karangasem dan satu lokasi di Kabupaten Gianyar.

Jumlah tersebut akan terus berkembang dan dinamis dengan kemungkinan bertambah atau berkurang.

Ratusan warga asal Banjar Temukus dan Kesimpar, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali, yang berada di kawasan seputar Gunung Agung, berdatangan di Kantor UPTD Rendang, Karangasem, untuk mengungsi sejak Selasa (3/7).

"Kami mengungsi karena letusan Senin (2/7) malam itu terdengar keras dan langsung terlihat api yang besar," ujar Nyoman Suara, warga asal Kesimpar yang mengungsi di kawasan tersebut, Selasa malam (3/7), mengutip Antara.

Ketika terjadi letusan tersebut, katanya, ia bersama keluarga sudah tidur. Namun, mereka terbangun setelah mendengar suara dentuman dari kawah Gunung Agung tersebut.

"Suaranya kencang seperti bom. Kami langsung lari turun gunung menyelamatkan diri. Barang-barang semua kami tinggal di rumah," katanya.

Komang Putri, warga pengungsi lainnya mengatakan ia bersama keluarga memilih mengungsi di Kantor UPTD Rendang, karena takut akan terjadi letusan lagi.

"Kami takut, makanya memilih mengungsi saja. Waktu erupsi tahun lalu kami juga mengungsi di sini," ujarnya.

Sebelum menempati lokasi pengungsian di Kantor UPTD tersebut, para pengungsi tampak membersihkan halaman UPTD dan mulai memberi batas-batas tempat yang akan digunakan beristirahat.

"Saya dulu enam bulan mengungsi di sini, jadi yang saya bersihkan ini ya tempat saya dulu," kata Nyoman Suara.

Pengungsi Gunung AgungSejumlah warga pengungsi Gunung Agung memilah bantuan logistik di Kantor UPT Pertanian Rendang, Karangasem, Bali, Kamis (5/7/2018). (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Makanan, Air Bersih, Selimut

Para pengungsi ini membutuhkan pasokan makanan, air bersih, selimut dan matras untuk memenuhi kebutuhan selama berada di lokasi pengungsian sementara.

"Kalau logistik belum, bantuan makanan juga belum ada, mudah-mudahan nanti itu ada," kata seorang pengungsi Made Subawa (42) yang ditemui di lokasi pengungsian sementara di Balai Banjar Dinas Bangbang, Rendang, Karangasem, Selasa (3/7).

Subawa mengungsi bersama dengan sekitar 30 kepala keluarga atau sekitar 70 jiwa di balai banjar (dusun) yang berlokasi kurang dari satu kilometer dari Pos Pantau Gunung Gunung Agung.

Menurut dia, para pengungsi di lokasi itu baru didatangi oleh beberapa petugas yang melakukan pendataan seperti SatPol PP Karangasem dan petugas kesehatan.

Untuk memenuhi kebutuhan makan hingga Selasa siang, petani sayur dari Dusun Telung Buana Desa Sebudi Kecamatan Selat itu membeli makanan dengan uang pribadi yang tersisa di dompet.

Pengungsi lain yakni Made Kariartha (32) juga mengaku membutuhkan pasokan makanan termasuk untuk anak-anak dan balita.

Subawa dan Kariartha merupakan pengungsi dari dusun yang berjarak sekitar 4 kilometer dari Gunung Agung.

Keduanya bersama sekitar 70 orang lainnya menumpang truk dan sebagian lainnya mengendarai sepeda motor, kemudian langsung menuju Balai Banjar Dinas Bangbang untuk mengungsi sementara.

Mereka mengungsi secara mandiri dan langsung menuju balai desa itu karena sebelumnya pernah mengungsi sementara di lokasi tersebut.

Kepala BPBD Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa mengatakan, untuk sementara ini, kebutuhan dasar pengungsi masih mencukupi di antaranya seperti matras dan selimut yang masih tersedia di posko induk.

Sedangkan untuk makanan, kata dia, sudah dipenuhi oleh bagian logistik Dinas Sosial termasuk menggelar dapur umum oleh BPBD Karangasem, BPBD Provinsi Bali serta Dinas Sosial dan instansi lainnya.

Meski demikian, pihaknya mengakui kebutuhan makanan khususnya untuk anak-anak masih dibutuhkan.

Apalagi makanan, kata dia, tidak bisa distok dalam jangka waktu yang lama.

"Cuma makanan lain terutama anak-anak banyak itu saja yang kami butuhkan tetapi kebutuhan dasar sudah kami penuhi termasuk dapur umum sudah kami gelar," katanya.

Pengungsi Gunung AgungSejumlah warga pengungsi Gunung Agung memilah bantuan logistik di Kantor UPT Pertanian Rendang, Karangasem, Bali, Kamis (5/7/2018). (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Pengungsi di Gianyar

Pada Rabu (4/7) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gianyar kembali memberdayakan tempat pengungsian di bekas Posko Pengungsian Lapangan Sutasoma, Sukawati, mengntisipasi kemungkinan kedatangan pengungsi akibat Gunung Agung meletus yang membakar sebagian hutan di puncak gunung tertinggi di Pulau Bali itu.

"Sebanyak 14 personel telah menyiapkan hal itu sehingga dapat dimanfaatkan jika diperlukan," kata Kepala BPBD Kabupaten Gianyar Anak Agung Gde Oka Digjaya di Gianyar .

Ia mengatakan, persiapan itu dilakukan sebagai langkah antisipasi jika terjadi kedaruratan terkait perkembangan Gunung Agung menyusul letusan yang terjadi pada Senin (2/7) pukul 21.04 Wita.

Dengan demikian jika nantinya status Gunung Agung meningkat, Pemkab Gianyar sudah siap menerima para pengungsi warga Karangasem. Diperkirakan, Eks Posko Pengungsian Sutasoma mampu menampung sekitar 1.500 pengungsi.

"Atas instruksi dari Sekda Gianyar, kami antisipasi lebih awal, dengan membersihkan Eks Posko Pengungsian Sutasoma. Kami berharap tidak terjadi, tetapi jika terjadi kedaruratan, kami sudah siap," ujar A A Gde Digjaya.

Ia menjelaskan, pihakanya pada hari Selasa (3/7) kedatangan pengungsi sebanyak 18 jiwa (lima KK) yang berasal dari Banjar Lusuh Kangin, Desa Pering Sari, Kecamatan Selat, Karangasem. Ke-18 warga yang terdiri dari sembilan laki-laki dan sembilan perempuan, termasuk dua orang di antaranya lansia dan dua orang anak-anak.

Mereka saat ini tinggal sementara di Balai Peyadnyan, Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Tampaksiring.

"Setelah mendapat laporan, kami datang bersama petugas Dinas Kesehatan, Dinsos, PMI dan Satpol PP untuk melakukan pengecekan sekaligus pemeriksaan kesehatan kepada warga tersebut," ujar Oka Digjaya.

Sementara itu, Sekdakab Gianyar I Made Gede Wisnu Wijaya mengatakan, bersih-bersih dan penataan untuk memberdayakan kembali Eks Posko Pengungsian Sutasoma sebagai langkah antisipasi bencana alam meletusnya Gunung Agung.

Hal itu dilakukan mengingat sudah ada 18 warga Karangasem yang mengungsi di tempat saudaranya di Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Tampaksiring.

Atas dasar itu pihaknya melakukan antisipasi jika Kabupaten Gianyar dijadikan sasaran para pengungsi dari Kabupaten Karangasem.

Pemkab Gianyar juga telah menginstruksikan kepada organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk melakukan persiapan-persiapan baik dari segi tempat pengungsian, logistik maupun obat-obatan sebagai langkah antisipasi jika terjadi kedaruratan..

"Setidaknya jika terjadi kedaruratan terkait status Gunung Agung, Pemkab Gianyar sudah siap untuk itu. Mulai dari menyediakan tempat yang layak bagi para pengungsi nantinya, maupun dari segi losgitik dan obat-obatan," ujar Wisnu Wijaya.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Ginyar I Made Watha bersama utusan dari PDAM setempat menyerahkan bantuan berupa alat-alat dapur dan sembako kepada lima kepala keluarga pengungsi di Balai Peyadnyan Basangambu Tampaksiring.

Ia mengimbau kepada tokoh masyarakat Basangambu agar menerima dengan baik kedatangan para pengungsi.

"Mari kita bersama-sama memohon agar diberikan keselamatan, dan semoga Gunung Agung menurunkan aktivitasnya. Kalaupun Gunung Agung nantinya erupsi kembali semoga tidak ada korban jiwa," ujar Made Watha.

Kadek Sutini seorang pengungsi mengatakan ia telah mengungsi di sejak delapan bulan lalu bersama keluarganya. Ia enggan pulang lantaran tidak ada pekerjaan di kampung halamannya.

"Suami saya buruh bangunan, jika saya pulang ke Karangasem di sana tidak ada pekerjaan karena tidak ada yang berani mendirikan bangunan," cerita Sutini.

Sutini mengaku selama tinggal di Balai Peyadnyaan Basangambu semua bersikap ramah padanya, bahkan pengurus desa memberikan suaminya pekerjaan.

Pengungsi Gunung AgungSeorang balita ikut mengungsi bersama ibunya di Kantor UPTD Rendang, Karangasem, Bali, Selasa (3/7/2018).(Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Membangun Hunian Sementara

Pada Kamis (5/7) ratusan pengungsi Gunung Agung, asal Dusun Kesimpar, Desa Besakih, membangun hunian sementara (huntara) dari bambu yang dilakukan secara swadaya di halaman UPTD Pertanian, Desa Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.

Kadek Dana seorang pengungsi asal Dusun Kesimpar, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kadek Dana yang rumahnya berada di radius 4 kilometer dari Puncak Gunung Agung, memilih mengungsi bersama keluarganya, karena khawatir dengan aktivitas Gunung Agung yang tidak menentu saat ini.

"Kami membangun hunian sementara secara swadaya dan memilih mengungsi karena was-was dengan kondisi aktivitas Gunung Agung yang terus mengalami erupsi," ujarnya.

Ia mengatakan, meskipun di halaman UPTD Pertanian, Desa Rendang telah disediakan rumah tinggal atau wantilan, namun merasa kedinginan karena tempatnya terlalu terbuka.

"Saat malam hari angin terasa kencang, belum lagi lantai wantilan terasa dingin saat malam hari, sehingga kami memilih membangun tenda mandiri," katanya.

Ia mengatakan, pembangunan hunian sementara ini dilakukan bersama pengungsi dari Dusun Kesimpar secara bergotong-royong.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem, I Wayan Supandi mengatakan, pemerintah tidak melarang pengungsi membangun hunian sementara di tempat itu, namun diharapkan tidak merusak tanaman cabai dan gumiti yang ditanam petugas setempat.

"Namun, untuk luas lahan mendirikan rumah hunian sementara untuk 172 orang pengungsi dari Dusun Kesimpar ini tidak seluas saat para pengungsi Gunung Agung pada September 2017," katanya.

Namun, apabila aktivitas Gunung Agung semakin tidak menentu, pihaknya tidak akan melarang banyaknya pengungsi datang ke tempat itu.

"Kami tidak menutup pintu untuk pengungsi yang mau datang ke UPTD Pertanian ini karena kami lebih mementingkan kemanusiaan untuk dibangun hunian sementara di kebun ini," katanya.

Pengungsi Gunung AgungMemakai jaket untuk menghalau hawa dingin pada malam hari. Pengungsi di Kantor UPTD Rendang, Karangasem, Bali, Selasa (3/7/2018). (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Memasak Sendiri

Sejumlah pengungsi Gunung Agung di tempat penampungan, Kantor UPT Pertanian Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, mengeluh sebab dari dapur umum hanya mendapat nasi bungkus pada sore hari, sedangkan untuk sarapan dan makan malam harus masak sendiri.

"Kami harus masak makanan sendiri karena bantuan dari dapur umum itu hanya jatah makanan satu nasi bungkus dalam sehari," ujar pengungsi asal Banjar Kesimpar, Desa Besakih, Putu Apriyani, Kamis (5/7).

Putu Apriyani mengatakan, biasanya bantuan nasi bungkus kepada para pengungsi tersebut dibagikan saat sore hari sekitar pukul 15.00 Wita.

"Kalau makanan yang dibagikan dapur umum hanya sore hari, untuk sarapan dan makan malam kami harus membeli atau memasak sendiri," katanya.

Komang Suwini, pengungsi lain asal Desa Kesimpar mengaku, dirinya harus membeli sendiri bahan makanan yang akan dimasak karena tidak ada bantuan bahan-bahan makanan.

"Ini saya untuk membeli bahan makanan harus pinjam uang ke teman. Ke sini mengungsi tidak bawa bekal uang. Harapan saya agar ada bantuan bahan makanan yang dapat dimasak sendiri oleh pengungsi," ujarnya.

Pada Kamis (5/7) siang itu juga tampak bantuan logistik berupa beras dan sejumlah bahan pangan, seperti sayuran dan lauk pauk mulai disediakan di lokasi pengungsian tersebut.

"Bantuan bahan makanan seperti ini sebelumnya tidak pernah ada, baru siang ini kami mendapat bantuan ini," kata pengungsi lain asal Kesimpar, Ketut Mudi.

Ketut mengaku, sudah selama tiga hari ini mengungsi di Kantor UPT Pertanian Rendang dan belum sempat kembali ke rumahnya.

"Bantuan bahan makanan baru hari ini dapatkan. Selama tiga hari ini saya mengungsi, belum ada bantuan logistik bahan-bahan makanan yang dapat dimasak. Jadi kami membeli sendiri makanan di warung dekat sini," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah pada hari yang sama, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Karangasem, Ni Ketut Puspa Kumari, mengatakan Pemkab telah menyalurkan bantuan logistik bahan makanan dan menyiapkan dapur mandiri di lokasi pengungsian tersebut.

"Kalau nasi bungkus yang sekali sehari, itu hanya tambahan dari dapur umum. Pengungsi kami persilakan untuk masak sendiri di dapur mandiri dengan kebutuhan logistik pangan yang sudah rutin kami salurkan setiap dua hari sekali mulai 29 Juni kemarin," ujarnya.

Kasi Perlindungan Sosial Korban Bencana Pemkab Karangasem, Ngurah Ketut Arnawa menjelaskan, pihaknya siap menyediakan logistik bagi para pengungsi.

"Stok logistik ada yang kami ambil dari Pos Tanah Ampo yang merupakan sisa logistik erupsi sebelumnya," katanya.

Kepala BPBD Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa di Amlapura, Karangasem, bersama dinas sosial, BPBD Provinsi Bali dan instansi terkait lainnya, pihaknya mendirikan dapur umum di lokasi pengungsian.

Arimbawa juga mengapresiasi sejumlah pengungsi yang ingin membuat dapur umum secara mandiri seperti di Desa Duda.

"Kami harapkan untuk selanjutnya mereka bisa mendiri sehingga ada aktivitas masyarakat biar seolah-olah di rumah sendiri. Kami ciptakan semua suasana bersifat mandiri," ucap Arimbawa.

Ignasius JonanMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan (kiri) didampingi Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri (kanan) dan Sekda Karangasem Gede Adnya Mulyadi saat melakukan kunjungan ke Pos Pemantauan Gunung api Agung, Rendang, Karangasem, Bali, Kamis (5/7/2018). Kunjungan tersebut dilakukan untuk memantau perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Agung yang saat ini berstatus Siaga dengan zona perkiraan bahaya dalam radius 4 kilometer. (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Empat Kilometer

Pada Kamis (5/7) Menteri ESDM Ignasius Jonan melakukan koordinasi dengan petugas PVMBG Gunung AGung di Desa Rendang, Karangasem.

Usai melakukan koordinasi, ia menginstruksikan pengungsi Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, yang kediamannya berada di luar radius empat kilometer dari puncak gunung tertinggi di Pulau Dewata itu, agar kembali ke rumah masing-masing.

"Jadi pengungsi yang rumahnya berada di luar radius empat kilometer agar kembali pulang saja," ujarnya.

Meskipun warga mendengar suara gemuruh dari puncak Gunung Agung, pihaknya meyakini warga yang pemukimannya di luar radius empat kilometer dari puncak gunung tertinggi di Bali ini tidak akan terpapar material vulkanik yang membahayakan masyarakat.

Hal ini sudah didiskusikan dengan petugas PVMBG Gunung Agung, Pemerintah Karangasem, Dandim sebagai komandan satgas, Polres dan BNPB bahwa ada tim vulkanologi Kementerian ESDM untuk melakukan upaya sosialisasi bersama terkait hal ini.

"Kami sudah mengerahkan petugas psikologi ke lapangan yang memberikan sosialisasi terkait hal ini dan saya minta diperbanyak petugasnya untuk para pengungsi. Apabila informasi dari petugas ini sudah bagus, saya yakin tidak ada kekhawatirkan dari masyarakat yang tetap memaksakan mengungsi karena takut," jelasnya.

Pihaknya juga menegaskan, hingga saat ini tidak ada perluasan radius zona bahaya Gunung Agung dan status Gunung Agung juga masih siaga atau level tiga.

"Meskipun potensi erupsi Gunung Agung masih cukup tinggi, kami belum mengetahui kapan erupsi itu kembali timbul," ujarnya.

Yang bisa diketahui petugas PVMBG Gunung Agung, kata Jonan, bagaimana aktivitas Gunung Agungnya saja yang terpantau dari seismograf dan kemungkinan erupsi akan terjadi terus menerus yang sangat kecil.

Saat ditanya awak media, terkait perasaan Menteri ESDM melihat secara langsung erupsi Gunung Agung dengan ketinggian abu mencapai 2.800 meter dari puncak gunung pada Pukul 16.35 Wita, diakuinya hanya biasa saja karena sudah terbiasa melihat situasi gunung di Indonesia seperti itu.

Pihaknya memperbolehkan kegiatan sosial pasemetonan jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung di Karangasem yang memberikan informasi kepada masyarakat setempat terkait kondisi Gunung Agung di lokasi pemukimannya masing-masing. Namun, apabila tidak memahami secara keilmuan tentang Gunung Agung, diharapkan tidak menjelaskan secara subjektif.

"Saya kira informasi dari Pasebaya juga mendapat informasi dari petugas kami di pos pengamatan Gunung Agung, jadi sudah satu pintu untuk memberikan informasi kepada masyarakat," ujarnya.

Hal ini juga ditegaskan bahwa, Kementerian ESDM juga menurunkan tim vulkanologi yang memberikan penjelasan kepada masyarakat kondisi Gunung Agung secara proporsional.

Pengungsi Gunung AgungAda perempuan lanjut usia di antara para pengungsi, Selasa (3/7/2018). (Foto: Antara/Nyoman Budhiana)

Bertahan

Namun, walaupun sudah mendapat imbauan dari Menteri ESDM agar pulang ke rumah masing-masing, sampai keesokan harinya sejumlah warga Dusun Kesimpar yang berjarak empat kilometer dari puncak Gunung Agung memilih bertahan di posko pengungsian UPTD Pertanian Kecamatan Rendang. Mereka tidak mau kembali ke rumah masing-masing.

Wayan Mukun, seorang warga Dusun Kesimpar, Desa Besakih saat ditemui di posko pengungsian di Karangasem, Jumat (6/7), mengaku memilih mengungsi karena kondisi Gunung Agung masih sering erupsi dan jalur menuju pemukimannya sulit dijangkau kendaraan karena rusak berat.

"Kalau pun pemerintah mengimbau kepada warga yang di luar radius empat kilometer agar kembali ke rumah, tapi saya memilih tetap mengungsi karena saya khawatir seluruh anggota keluarga kami tidak bisa menyelamatkan diri karena jalan utama di rumah kami rusak berat," ujarnya.

Hal itu, dipertegas dia bahwa jalur dusunnya juga menjadi satu-satunya jalur utama dengan kondisi rusak berat, sehingga saat ingin mengevakuasi diri jika terjadi erupsi Gunung Agung akan berat dilakukan.

"Jadi kami belum berencana pulang sebelum kondisi gunung betul-betul normal dan aman untuk warga bisa kembali ke rumah. Kami mengetahui imbauan dari Bapak Menteri ini, tapi kami tetap menunggu kondisi gunung normal," ujarnya.

Ia membenarkan bahwa petugas sampai saat ini belum menyampaikan imbauan bahwa kondisi Gunung Agung aman untuk warga pulang.

"Kalau betul-betul aman saya pulang, tapi seperti ini kondisinya lebih baik saya mengungsi, karena takut juga kalau erupsi besar semua keluarganya tidak bisa menyelamatkan diri," katanya.

Hal senada diungkapkan Nengah Merta, seorang warga Dusun Kesimpar. Ia juga memilih tetap bertahan di pengungsian karena jalur desanya menuju dusun Tuak Tabia merupakan satu-satunya jalan utama yang dilalui warga Dusun Kesimpar.

"Jadi kalau tiba-tiba meletus, pasti kami tidak bisa sampai di pengungsian, karena itu satu-satunya jalan utama untuk melakukan evakuasi ke tempat aman," ujarnya. Dusun tempat tinggalnya berada di bawah kaki Gunung Agung.

Apabila para pengungsi tidak diperbolehkan tinggal di posko UPTD Pertanian, pihaknya akan mencari lokasi tempat lain untuk mengungsi agar keluarganya tetap aman.

"Kami memilih tetap bertahan di pengungsian, karena pada malam hari di dusun kami suara gemuruh Gunung Agung sangat keras," katanya.

Ia mengaku akan mengusahakan sendiri kebutuhan logistik selama di pengungsian jika memang tidak ada penangangan dari pemerintah.

"Kalau misalnya kami para pengungsi di sini tidak diberikan bantuan logistik, kami akan beli sendiri. Yang terpinting kami aman ditempat ini," ujarnya.

Pengungsi Gunung AgungSejumlah warga mengasuh anaknya di pengungsian, Selasa (3/7/2018). (Foto: Antara/Nyoman Budhiana)

Pemeriksaan Tim Medis

Tim medis di Kabupaten Karangasem, Bali, memeriksa kondisi kesehatan para pengungsi Gunung Agung yang tersebar di beberapa lokasi pengungsian.

"Sebagian besar pengungsi mengeluh sakit kepala, sakit persendian dan rasa tidak enak badan," kata dokter dari Puskesmas Rendang Made Ayu Gina ketika memeriksa kondisi kesehatan pengungsi yang berada di UPT Pertanian Rendang, Karangasem, Rabu (4/7).

Menurut dokter umum itu, keluhan tersebut muncul karena kondisi cuaca di daerah setempat yang cukup dingin dan berangin.

Apalagi, lanjut dia, para pengungsi tidur di balai terbuka dengan matras seadanya di lantai yang cukup dingin.

Sedangkan, penanganan yang diberikan dengan obat-obatan serta pemberian vitamin untuk menjaga kondisi tubuh.

Pengungsi anak-anak, wanita hamil dan lanjut usia mendapat perhatian khusus karena mereka yang paling rentan tertular penyakit mengingat daya tahan tubuh kurang prima.

"Kalau mereka lama di pengungsian, biasanya penyakit yang sering timbul yakni infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). apalagi anak-anak yang mudah tertular. Ini menjadi prioritas antisipasi," ujarnya.

Para petugas medis juga memeriksa kondisi mata beberapa pengungsi lansia, yang beberapa di antaranya terindikasi mengalami katarak.

Pengungsi Gunung AgungBanyak balita di pengungsian, Selasa (3/7/2018). (Foto: Antara/Nyoman Budhiana)

Relawan 

Sejumlah relawan dari Taruna Siaga Bencana (Tagana) membantu menyiapkan makanan untuk para pengungsi Gunung Agung salah satunya di unit pelaksana teknis (UPT) Pertanian di Desa Rendang, Karangasem dengan memanfaatkan dapur umum keliling.

"Kami memfasilitasi kebutuhan pengungsi tiap pos," kata Kadis Sosial Kabupaten Karangasem, Ni Ketut Puspa Kumari di Desa Rendang, Karangasem, Rabu (4/7).

Para relawan Tagana itu membagi tugas seperti mengolah bumbu dapur, memasak nasi, mengolah lauk pauk, hingga menyiapkan alat makan.

Di UPT Pertanian Desa Rendang, Kabupaten Karangasem terdapat 122 orang pengungsi dari Desa Kesimpar, Kecamatan Abang yang berjarak sekitar 4 KM dari puncak Gunung Agung.

Para pengungsi sudah berada di penampungan sementara itu sejak Senin (2/7) malam, sesaat setelah Gunung Agung mengalami erupsi strombolian dengan melontarkan lava pijar dan abu vulkanik sekitar pukul 21.04 Wita.

Adanya dapur umum tersebut disambut antusias para pengungsi karena meringankan beban mereka selama meninggalkan tempat tinggalnya.

Meski demikian, beberapa pengungsi juga membawa peralatan memasak dengan alasan tertentu.

"Saya memasak sendiri karena membawa peralatan. Soalnya bersama anak-anak sehingga membeli setiap hari kan membutuhkan dana besar.Sekarang belum dapat membeli apa-apa, sehingga bersyukur karena membawa mie dan telor dari rumah," ujar seorang pengungsi, Wayan Sudiasih.

Idrus MarhamMenteri Sosial Idrus Marham (kiri) mengamati foto erupsi Gunung Agung saat melakukan kunjungan ke Pos Pemantauan Gunung api Agung, Rendang, Karangasem, Bali, Sabtu (7/7/2018). Kunjungan tersebut dilakukan untuk memantau perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Agung sekaligus meninjau persediaan dan menyerahkan bantuan logistik bagi para pengungsi. (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Sabtu 7 Juli

Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial menyerahkan bantuan pokok untuk 4.894 orang pengungsi Gunung Agung yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Sabtu (7/7).

"Saat ini kami menyerahkan bantuan senilai Rp156,6 juta, meskipun tidak cukup besar. Namun, yang paling pokok adalah kebutuhan makanan, selimut dan obat-obatan pengungsi sudah kami siapakan," kata Menteri Sosial, Idrus Marham saat ditemui di Pos Pemantauan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem.

Bentuk bantuan dana itu dalam bentuk logistik seperti 20.000 picis masker, 60 dos biskuit malkis, 30 dos biskuit rose, 20 dos kecap, 20 dos sambel, 60 paket kid were, 60 paket family kit, 20 paket sandang, 200 lembar selimut dan lauk pauk masing-masing berupa 240 paket A, B dan C.

Untuk kebutuhan para pengungsi Gunung Agung yang belum tercover, pihaknya meminta kepada Pemkab Karangasem membuat perincian barang-barang yang dibutuhkan pengungsi secara cepat kepada Kementerian Sosial.

"Saya pastikan segala kebutuhan pengungsi akan dipenuhi untuk mengisi gudang-gudang yang ada dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang diluar dugaan," ujarnya.

Meskipun petugas PVMBG menjelaskan kepada Mensos bahwa indikasi-indikasi bahaya dari Gunung Agung belum signifikan dan mengkhawatirkan, namun pihaknya menegaskan segala kebutuhan logistik baik itu makanan dan obat-obatan untuk pengungsi harus selalu siap.

"Kedatangan saya kesini juga ingin mendapat penjelasan dari petugas PVMBG dan penjelasan dari pomerintah daerah terkait apa saja kebutuhan para pengungsi, apakah sudah dilayani atau tidak," katanya.

Untuk proyeksi tambahan kebutuhan pokok pengungsi ke depan, pihaknya meminta pemerintah daerah segera mengajukan kepada Kementerian Sosial. "Kami tinggal menunggu surat dari bupati, itu saja," katanya.

Terkait adanya arahan para pengungsi agar kembali ke rumahnya masing-masing di luar radius empat kilometer, kata Idrus, semua tergantung pada indikasi-indikasi dampak aktivitas Gunung Agung.

"Jadi semua masyarakat saya harap berhati-hati, karena masalah erupsi atau tidak Gunung Agung ini kadang-kadang susah diprediksi. Namun, indikasinya belum mengkhawatirkan," katanya.

Pada hari yang sama PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang mengelola jaringan ritel Alfamart menyalurkan paket bantuan kepada para pengungsi yang terdampak erupsi Gunung Agung di wilayah Kabupaten Karangasem, Bali.

Branch Manager Alfamart Cabang Bali Kristanto Inwahyudi di Denpasar, mengatakan pengiriman bantuan tersebut merupakan aksi quick respons Alfamart terkait kondisi di lapangan terkait peningkatan aktivitas di Gunung Agung.

"Pemberian bantuan tersebut merupakan bentuk kepedulian kami terhadap saudara-saudara kita yang mengungsi akibat aktivitas vulkanik Gunung Agung yang meningkat," ujarnya.

Ia mengatakan bantuan yang diberikan itu berupa puluhan kardus air mineral, mi instan, woman care (deodorant, parfum, pasta gigi), biskuit, susu cair, dan baju FIFA.

"Bantuan tersebut disalurkan di Posko Induk Siaga Bencana Gunung Agung di Pasebaya dan Rendang Kabupaten Karangasem," katanya.

Selain memberikan bantuan untuk Gunung Agung, kata Kristanto, pihaknya juga telah menyalurkan bantuan berupa 100 paket sembako untuk dhuafa di wilayah Kabupaten Tabanan.

"Bantuan untuk dhuafa itu terdiri dari beras ukuran lima kilogram, minyak goreng, gula dan mi instan. Sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk peduli kepada masyarakat yang juga konsumen kita," ucapnya.

Koordinator Posko Induk Pasebaya, I Gede Pawana mengapresiasi kepedulian yang diberikan Alfamart, mengingat kantor desa setempat menampung 839 pengungsi.

Ia mengatakan bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh para pengungsi, apalagi aktivitas Gunung Agung juga terus menjadi pantauan pimpinan Alfamart.

Senada dengan itu, Koordinator Posko Siaga Bencana Gunung Agung di Kecamatan Rendang, I Wayan Sudiarta, mengakui jika bantuan yang diberikan itu sangat membantu warga yang terdampak aktivitas Gunung Agung.

"Bantuan langsung kami salurkan kepada mereka yang mengungsi. Bantuan tersebut sangat bermanfaat, terutama bagi anak-anak dan perempuan. Mereka senang mendapat kaus FIFA dan peralatan perawatan dari Alfamart," katanya.

Cuci Darah

Sabtu (7/7) malam sekitar pukul 22.00 Wita giliran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo bersama anggota Ikatan Jurnalis Lintas Media mengunjungi para pengungsi Gunung Agung di UPTD Pertanian, Desa Rendang, Karangasem.

"Kegiatan ini spontan kami lakukan bersama teman-teman wartawan untuk berkunjung ke pengungsian dan memberikan bantuan yang terkumpul Rp 90 juta untuk kebutuhan pengungsi," ujar Eko Putra usai bertatap muka dengan para pengungsi Gunung Agung di UPTD Pertanian, Desa Rendang, Karangasem.

Kehadiran dirinya bersama anggota Ikatan Jurnalis Lintas Media itu sebagai bentuk keprihatinan sesama warga Indonesia atas kejadian yang menimpa saudara yang berada di Kabupaten Karangsem, khususnya warga Dusun Kesimpar yang banyak tinggal di pengungsian UPTD Pertanian.

Dari dana sukarela yang terkumpul itu, nantinya akan didata kembali jika diperlukan untuk membeli barang-barang sesuai kebutuhan pengungsi. 

"Hari ini kami memberikan bantuan berupa selimut tidur, popok bayi dan susu untuk bayi yang diberikan secara simbolis," ujarnya.

Dia menuturkan, mendapat laporan dari Wakil Bupati Karangasem Arta Dipa bahwa Kementerian Sosial bersama BNPB juga siap membantu segala kebutuhan pengungsi di daerah itu.

"Tadi kami juga sudah berbicara dengan pendamping desa untuk melakukan musyawarah desa agar dana desanya dapat digunakan untuk penanggulangan atau membantu para pengungsi," katanya.

Dalam kunjungannya itu, Eko juga memberikan dukungan semangat kepada warga pengungsi yang berada di UPTD Pertanian agar tabah menghadapi cobaan ini.

"Saya yakin Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang lebih berat dan menaikkan derajat bapak dan ibu di tempat ini. Kami mendoakan masyarakat lebih baik dari hari ini," ujarnya.

Eko juga sempat berdiskusi dengan keluarga pengungsi yang menderita gagal ginjal, Wayan Reni yang berada di pengungsian dimana anaknya bernama Ketut Karmawan sudah tidak pernah mendapat jadwal cuci darah.

Dengan sigap Eko langsung menghubungi Menteri Kesehatan agar segera memberikan solusi dan membantu warga pengungsi yang mengalami gagal ginjal itu.

"Kami telah berkoordinasi dengan Menkes langsung untuk memerintahkan petugasnya membantu pengungsi ini agar bisa segera menjalani cuci darah," ujar Eko. (af)

Berita terkait
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.