Ketua NU Papua: NKRI Sah dan Final Bagi Papua

Ketua NU Papua H Tonny Wanggai mengatakan NKRI adalah sebuah kesepakatan yang sah atau final dari para putra-putri terbaik Papua
Ciri khas penduduk Papua (Foto: nytimes)

Jayapura, (Tagar 15/9/2017) - Ketua Nahdatul Ulama (NU) Provinsi Papua DR H Tonny Wanggai mengatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah kesepakatan yang sah atau final dari para putra-putri terbaik Papua bersama pemuda dari berbagai daerah di Indonesia.

"Cikal bakal berdirinya NKRI, karena peran pemuda yang datang dari berbagai daerah di Indoensia dan telah menyepakati untuk bergabung dalam Sumpah Pemuda 1928, termasuk dari Papua," kata Tonny Wanggai di Kota Jayapura, Papua, Jumat (15/9).

Pernyataan ini sengaja dilontarkan oleh salah satu akademisi di kampus ternama di Jayapura itu guna menegaskan kepada kaum muda di Bumi Cenderawasih, bahwa peran mereka sangat penting dalam perjuangan masa kini dengan menjadi aktor dalam pembangunan di tiap bidang.

"Jadi, berkaca pada putra dan putri Papua yang sejak dulu telah mengikrarkan untuk menjadi satu nusa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia pada tahun 1928 di Jakarta," katanya.

Menurut dia, hal ini perlu diketahui bahwa sejak 28 Oktober 1928, putra-putri terbaik Papua juga ikut terlibat dalam Sumpah Pemuda.

"Hal ini bisa diketahui lewat orang tua (ayah dan ibu) dari Ramses Ohee yang sekarang menjabat sebagai Ketua Umum Barisan Merah Putih (BMP) Papua, dan juga kakek saya, Pak Atai Karubaba ikut di dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Jakarta," katanya.

Ini membuktikan bahwa sejak 1928 sebelum masa kemerdekaan hingga 1945, putra-putri Papua juga ikut berjuang dalam mendirikan NKRI, dan beberapa nama diantaranya yang kini menjadi pahlawan nasional adalah Frans Kaisepo, Silas Papare, Marten Indey dan Abraham Dimara.

"Keempat orang ini menunjukkan ada pahlawan bangsa Indonesia asal Papua. Ini menjadi bukti sejarah bahwa NKRI ini berdiri atas keterlibatan dari tokoh-tokoh papua pada saat itu," katanya.

Sejarah lain mencatat secara hukum pada 19 November 1969, keluar resolusi PBB bahwa Papua yang waktu itu Irian Barat merupakan bagian dari Republik Indonesia yang sah. Hal itu didukung oleh banyak negara luar dan tidak ada yang menolak, salah satunya dari Mesir.

Kini, lanjut dia, Papua mendapatkan hak keistimewaan berupa Otsus, yang bertujuan mempercepat pembangunan di segala bidang sehingga ini merupakan kewenangan penuh untuk mengelola kekayaan yang ada dengan penuh bertanggungjawab dan hikmat.

"Kita menjadi pemimpin di negeri sendiri, saya rasa itu sudah solusi terbaik untuk masyarakat Papua," katanya.

Sebagai salah satu tokoh agama dan juga anak dari Yan Wanggai, pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera 1969 yang ikut menentukan bergabungnya Papua ke NKRI dari 1.025 orang dan juga sebagai pendiri Gerakan Merah Putih di Manokwari, Papua Barat.

"Saya, Tonny Wanggai mengajak kepada pemuda pemudi Papua, mari kita belajar dengan baik agar menempuh pendidikan yang tinggi, karena sebuah peradaban akan berkembang dengan ditopang oleh pendidikan yang baik dan para pemuda pemudi Papua harus memahami sejarah berdirinya NKRI," katanya.

Ia menambahkan sudah sangat arif dan bijaksana pemerintah pusat memberikan Otsus yang luar biasa kepada rakyat Papua bahkan adanya lembaga setingkat wakil rakyat, MRP yang merupakan penghargaan kepada kultur budaya Papua yang tidak ada pada provinsi lain.

"Begitu juga dengan dana yang diberikan sangat luar biasa sehingga menimbulkan kecemburuan dari provinsi lain. Tinggal bagaimana para pemimpin daerah mengelola dana Otsus ini dengan baik sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya," katanya. (Fet/Ant)

Berita terkait