Ketika Warga Lereng Merapi Terbiasa Mendengar Suara Gemuruh

Gunung Merapi, Senin (25/2) siang, kembali memuntahkan awan panas atau wedhus gembel.
Awan panas atau wedhus gembel Gunung Merapi pada Kamis (7/2) malam kembali meluncur sejauh 2 kilometer yang teramati dari CCTV milik BPPTKG Yogyakarta. Awan panas meluncur ke arah hulu Kali Gendol, amplitudo 70 dengan durasi 215 detik. (Foto : BPPTKG Yogyakarta/Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman, (Tagar 25/2/2019) - Gunung Merapi, Senin (25/2) siang, kembali memuntahkan awan panas atau wedhus gembel. Jarak luncur wedhus gembel sejauh 1.100 meter mengarah ke Kali Gendol.

Muntahan wedhus gembel tidak terpantau melalui CCTV karena kondusi awan mendung. Namun keberadaannya terbaca melalui seismograf, dimana muntahan wedhus gembel ini diikuti dengan kegempaan.

Warga lereng gunung teraktif di Indonesia ini sudah terbiasa mendengar suara gemuruh, khususnya sejak terbentuknya kubah lava pada 29 Januari 2019 lalu. "Kami sudah terbiasa mendengar suara gemuruh, jadi sudah tidak kaget," kata Heri Timbul (40), warga Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Senin (25/2).

Menurut dia, sebelum terjadi guguran awan panas, sejumlah warga mendengarnya. "Saya sendiri tidak mendengar karena sedang di kota, jauh dari Merapi. Tapi keluarga di rumah bilang mendengar suara gemuruh," ungkapnya.

SeismografAlat seiamograf yang menandakan kegempaan guguran pada Gunung Merapi. Awan panas yang keluar Senin (25/2) siang tidak terpantau melalui CCTV karena cuaca berkabut. (Foto: BPPTKG Yogyakarta/Tagar/Ridwan Anshori)

Heri menjelaskan, akhir-akhir ini warga sekitar Merapi sering mendengar suara gemuruh. Namun, tidak selalu berasal dari dalam perut Merapi atau berhubungan dengan aktivitas gunung tersebut.

"Ada empat macam. Bisa dari gemuruh di kawah Merapi, gemuruh karena petir, gemuruh dari deru mesin truk pengangkut pasir atau gemuruh dari truk yang terperosok ke jurang," papar dia.

Yang jelas, kata dia, warga sekitar Merapi sudah mendapat pemahaman mitigasi bencana jika sewaktu-waktu Gunung Merapi erupsi. Warga juga sudah tidak mudah terpancing informasi hoaks seputar Merapi. "Perangkat desa mengakses informasi dari sumber resmi lalu disebarluaskan ke warga," kata dia.

Menurut dia, warga sudah tahu apa yang harus dilakukan termasuk stok masker di masing-masing rumah saat wedhus gembel terkadang disertai hujan abu vulkanik di sekitar Merapi. "Begitu ada hujan abu, warga langsung memakai masker kalau beraktivitas di luar rumah," jelasnya.

Sementara itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida membenarkan pada Senin (25/2) siang Gunung Merapi mengeluarkan awan panas. "Awan panas tidak teramati dari CCTV karena cuaca berkabut," katanya.

Akun Twitter resmi BPPTKG juga menginformasikan wedhus gembel tersebut. "Telah terjadi awan panas guguran di Gunung Merapi pada pukul 11.24 WIB dengan durasi 110 detik. Jarak luncur 1.100 meter, mengarah ke Kali Gendol. Awan panas tidak teramati dari CCTV karena cuaca berkabut".

Menurut Hanik, jarak luncur awan panas  Gunung Merapi terjauh 2.000 meter sejak memasuki fase pembentukan guguran lava pada 29 Januari 2019 lalu. Artinya pemukiman penduduk masih aman, karena terdekat dari puncak Merapi sekitar 4,5 Km. []


Berita terkait
0
Mendagri Lantik Tomsi Tohir sebagai Irjen Kemendagri
Mendagri mengucapkan selamat datang, atas bergabungnya Tomsi Tohir menjadi bagian keluarga besar Kemendagri.