Untuk Indonesia

Kenapa Film 'Hanum & Rangga' Sepi?

Baru kali ini pertarungan politik masuk ke gedung bioskop. - Ulasan Denny Siregar
Poster film 'Hanum & Rangga' vs 'A Man Called Ahok'. (Foto: Instagram/Hanum Rais/Official A Man Called Ahok)

Oleh: Denny Siregar*

Baru kali ini pertarungan politik masuk ke gedung bioskop....

Setelah lewat protes Fadli Zon terhadap iklan pencapaian pemerintah yang disebutnya iklan Jokowi, kini pertarungan seru ada di balik pertarungan penonton film A Man Called Ahok dan Hanum & Rangga.

Harus diakui, ini bukan sekadar masalah kualitas film, tetapi ada unsur "perang mental" di dalamnya. Ahokers - sebutan bagi para pendukung garis keras Ahok - bergelombang memenuhi kursi film A Man Called Ahok sehingga pihak bioskop menambah jam tayang di banyak tempat.

Yang untung jelas produser film dan pihak bioskop. Tapi bukan menjadi masalah, karena urusannya bukan lagi masalah keuntungan, tapi propaganda untuk menjatuhkan mental lawan. Dan pada sisi ini Ahokers menang.

Kenapa?

Ada dua hal. Pertama, para pendukung Ahok rata-rata dari kalangan berduit sehingga mereka mampu memborong sampai sekian puluh tiket sekali nonton. Dan di sana ada spirit perlawanan, bisa juga pembalasan, atas apa kisah tragis yang menimpa Ahok ketika Pilgub DKI lalu.

Sedangkan penonton Hanum & Rangga, kurang jelas target marketnya. Terlalu lebar. Mau menyasar kelompok pendukung 212, mereka juga dari kalangan payah. Jangankan untuk nonton, untuk makan saja menunggu isu demo supaya bisa dapat jatah.

Kedua, film Ahok mempunyai tema yang jelas tentang perjuangan seseorang yang sangat dikenal. Kisahnya yang sebenarnya sudah berulang-ulang dimuat, ternyata masih mengena ketika dibangun dalam bentuk visual.

Sedangkan film Hanum & Rangga kurang jelas mau ke mana. Ceritanya juga kurang menarik atau membumi. Hanum dan Rangga yang katanya tokoh nyata, juga tidak dikenal. Orangnya saja nggak, apalagi perjuangannya.

Jadi wajarlah dalam beberapa hari pemutaran, film Hanum & Rangga sepi peminat. Yang nonton hanya beberapa gelintir saja. Itupun kemungkinan mereka hanya cari tempat sepi untuk pacaran.

Apa pun modelnya, perang propaganda antara kedua kubu ini sangat menarik dan membangkitkan gairah industri perfilman. Belum ada kabar berapa pemasukan kedua film dan ratingnya. Tapi dari penampakan sesaat, jelas filmnya Ahok lebih laku dari film Hanum dan Rangga.

Mungkin satu saat bisa dibuat model film perang politik yang sama. Misalnya film Jokowi bersaing dengan film Prabowo. Atau film Banser NU disaingkan dengan film HTI. Jadi produser dan pemilik bioskop bisa menangguk untung besar jika kedua model film yang berbeda dan bersaingan disandingkan. Dan itu akan membuat perfilman nasional kembali menggeliat sesudah mati suri beberapa saat.

Satu pesan untuk produser film Hanum & Rangga. Lain kali cobalah bikin film dengan alur cerita menarik tentang kisah hidup orang lain. Bukan kisah sendiri, difilm-filmkan sendiri. Dipuji-puji sendiri. Nanti yang nonton bisa-bisa keluarga sendiri.

Secangkir kopi panas siap memulai hari yang indah....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Nama
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya