Kemajuan Perawatan Alzheimer dan Vaksin Malaria Jadi Terobosan di Bidang Kesehatan Tahun 2023

Vaksin-vaksin baru untuk mengatasi penyakit-penyakit yang tampaknya sulit disembuhkan seperti malaria dan Alzheimer sedang diluncurkan
March Gauthier, pasien pertama yang menjalani perawatan neuroprostethic untuk mengatasi penyakit Parkinson yang ia derita, berlatih berjalan di Laussane, Swiss, pada 2 November 2023. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Denis Balibouse)

TAGAR.id - Pandemi virus corona (Covid-19) mungkin telah berakhir, namun kemajuan di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan terus melaju dengan kecepatan yang terus meningkat.

Vaksin-vaksin baru untuk mengatasi penyakit-penyakit yang tampaknya sulit disembuhkan seperti malaria dan Alzheimer sedang diluncurkan di seluruh dunia. Demikian pula teknologi baru yang memungkinkan orang yang lumpuh dapat berjalan.

Ketika para dokter merilis rekaman video Gert-Jan Oskam, usia 40 tahun, yang berjalan di luar Swiss Federal Institute of Technology (EPFL) pada bulan Mei lalu, hal tersebut langsung menjadi sensasi medis. Oskam lumpuh setelah kecelakaan ketika ia bersepeda 12 tahun lalu yang merusak sumsum tulang belakangnya. Dokter mengatakan ia tidak akan pernah bisa berjalan lagi, jadi dapat berjalan beberapa langkah walaupun lambat sangat berarti baginya.

Pencapaian itu merupakan hasil kerja tim multidisiplin yang terdiri dari ahli bedah, ahli saraf dan ahli elektronik dari beberapa institusi, termasuk Rumah Sakit Universitas Lausanne. Mereka membuat koneksi nirkabel antara implan di otaknya dan di tulang belakangnya, yang mengirimkan sinyal untuk menstimulasi gerakan di kakinya sehingga memungkinkannya berjalan.

"Implan otak menangkap apa yang saya lakukan dengan pinggul saya, sehingga hasil yang saya dapatkan adalah hasil yang terbaik," ujar Oskam.

Tim yang sama juga melakukan operasi pertama lainnya pada bulan November yang memungkinkan pasien penyakit Parkinson, Marc Gauthier, untuk berjalan tanpa bantuan di Lausanne. Laki-laki Prancis berusia 62 tahun asal Bordeaux itu didiagnosis menderita penyakit Parkinson saat ia masih berusia 30-an. Ketika penyakitnya semakin parah, ia merasa semakin sulit untuk berjalan, ia menjadi semakin mudah tersandung atau jatuh.

Ketika ia ditawari teknik eksperimental di RS Universitas Lausanne pada tahun 2021, ia takut meninggalkan rumahnya. Dokter bedah menempatkan 16 elektroda di atas tulang belakangnya, yang dihubungkan dengan kabel ke alat pacu jantung di perutnya. Alat pacu jantung itu terhubung ke perangkat yang dapat dikenakan yang membaca sinyal dari komputer di luar tubuh. Ini berarti alat ini dapat dinyalakan dan dimatikan sesuka hati. Ketika dimatikan, jelas terlihat betapa penyakit Parkinson yang diderita Gauthier telah membuatnya menjadi lemah.

Nakes  menyutikkan vaksin COVID-19 Inavac di JakartaSeorang petugas kesehatan menyutikkan vaksin COVID-19 Inavac di kantor Dinas Kesehatan Jakarta pada 19 Desember 2023. (Foto: voaindonesia.com/AFP/Bay Ismoyo)

Perkembangan vaksin

Selama pandemi COVID-19, menjadi jelas betapa pentingnya peran yang akan dimainkan oleh obat-obatan genetik.

Pada bulan Oktober, Katalin Karikó dan Drew Weissman diumumkan sebagai pemenang hadiah Nobel Kedokteran. Komunitas medis memuji keteguhan hati para ilmuwan yang penelitiannya itu mengarah pada pengembangan vaksin mRNA yang sangat efektif selama pandemi.

Vaksin mRNA untuk COVID-19 tidak dibuat dengan virus corona yang sebenarnya. Sebaliknya, vaksin tersebut mengandung sepotong kode genetik untuk lonjakan protein yang menempel di permukaan virus corona. Dengan menyuntikkan zat yang mengandung kode yang disebut mRNA itu, sel-sel tubuh akan membuat protein yang tidak berbahaya. Sistem kekebalan tubuh belajar untuk mengenalinya, dan siap untuk menyerang jika virus yang sebenarnya datang.

Memasuki musim dingin, banyak negara di belahan bumi utara mendesak kelompok pasien yang rentan untuk kembali diberi vaksi penguat COVID-19. Namun pada bulan Agustus, varian COVID-19 yang menyebar dengan cepat mendorong Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendeskripsikan EG5 sebagai "varian menarik" dan mengingatkan sejumlah negara untuk tidak menyudahi langkah-langkah pengawasan. Penasihat pakar WHO untuk COVID-19 Maria Van Kerkhove mengingatkan "virus ini terus bergerak dan kini telah bermutasi."

Tahun ini beberapa vaksin juga menjadi piranti penting dalam perawatan sebagian penyakit kanker.

Para dokter di Seattle meluncurkan uji coba untuk melihat apakah vaksin yang melatih sistem kekebalan tubuh untuk memburu kanker dapat mengecilkan tumor. Todd Pieper, yang menjadi salah seorang partisipan uji coba itu, menderita kanker yang menyebar ke otaknya. Ia mengatakan "Intinya adalah saya tidak akan rugi dan saya akan mendapatkan segalanya.

pasien yang menderita penyakit ALSSeorang pasien yang menderita penyakit ALS menggunakan Stentrode brain-computer untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. (Foto: voaindonesia.com/Synchron, Inc. via AP)

Bantuan teknologi

Perkembangan lain yang menarik adalah di bidang diagnosis kanker. Sebuah tim di Imperial College London sedang melakukan uji klinis pada tes napas untuk mendeteksi kanker. Tes tersebut bekerja dengan mengumpulkan senyawa yang mudah menguap dalam napas pasien melalui tabung khusus. Para dokter mengatakan uji coba sebelumnya telah menunjukkan bahwa tes itu mempunyai tingkat akurasi hingga 90% dan dapat mendeteksi kanker usus, pankreas, dan kerongkongan pada tahap yang lebih awal, sehingga membuat pengobatan menjadi lebih efektif.

Ilmuwan utama tim itu, Profesor George Hanna, menjelaskan bahwa setiap tumor mengeluarkan gas yang berbeda sehingga dapat diidentifikasi melalui napas.

"Jadi, mendeteksi senyawa-senyawa ini memberikan indikasi jenis kanker apa yang sedang dihadapi oleh para dokter dan 'apakah seorang pasien mengidap kanker atau tidak,'" kata Hanna.

Fatoumata Jawara, 14 tahun, memulai hidup baru bersama ayahnya di Spanyol tahun ini, tetapi remaja ini tidak tahu ketika ia pindah ke Zaragoza bagaimana hidupnya akan berubah. Saat berusia tujuh tahun, ia ditabrak truk yang menyebabkan lengannya rusak parah sehingga harus diamputasi. Teman-teman sekelasnya mengkaji cara membuat lengan palsu baginya, dah hasilnya memenangkan hadiah teknologi dan membentuk hubungan yang lebih erat antara Fatoumata dan teman-teman barunya.

Sementara seorang perempuan yang menderita ALS, sebuah kondisi langka yang menyebabkan pengecilan otot, yang lama-kelamaan dapat menyebabkan seseorang tidak dapat menelan atau berbicara, kini menjalani uji coba dengan kecerdasan buatan. Uji coba di dua universitas di Amerika Serikat telah menggunakan perangkat lunak komputer untuk memungkinkan seseorang berbicara dengan menggunakan kecerdasan buatan. Pidato dibuat menggunakan suara, yang disebut fonem, yang membentuk kata-kata.

Secara sederhana, sinyal dari sel-sel otak pasien diperkuat melalui perangkat baja tahan karat yang keluar di kulit kepala. Perangkat itu dijalankan melalui algoritma perangkat lunak pembelajaran mesin, yang mengasosiasikan aktivitas otak dengan bunyi ucapan atau fonem bahasa Inggris. Para ilmuwan di Universitas Stanford mengatakan mereka mampu memecahkan kode 125.000 kosakata dengan tingkat kesalahan 24%. Penelitian lain juga menciptakan avatar untuk menyampaikan ekspresi emosional pasien.

Setelah beberapa dekade percobaan yang gagal, para ilmuwan akhirnya menghasilkan obat yang dapat memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer.

Lecanemab – yang dipasarkan dengan nama Leqembi oleh perusahaan farmasi Eisai, dan donanemab yang dibuat oleh Eli Lilly – telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah di beberapa wilayah.

Obat-obatan itu menargetkan plak amiloid yang terbentuk di otak penderita penyakit Alzheimer. Obat tersebut membantu memecahnya. Uji coba menunjukkan donanemab memperlambat kemunduran daya ingat sebesar 20% dan penurunan aktivitas sehari-hari sebesar 40%. Sementara Lacanemab terbukti efektif dalam memperlambat perkembangan Alzheimer sebesar 27%.

Dr Stephanie Fowler, seorang ahli saraf di UCL's UK Dementia Research Institute and Drug Discovery Institute, mengatakan untuk pertama kalinya para dokter melihat adanya kemajuan dalam pengobatan Alzheimer.

"Kami memiliki jalan yang sangat jelas untuk mengurangi keparahan dan memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer," katanya.

Ada pula terobosan embrio manusia yang menjadi formasi kehidupan yang paling awal. Semua embrio dikembangkan dari sel punca di laboratorium di Institut Sains Weizmann di Rehovot Israel. Meskipun mereka tidak identik dengan embrio manusia di dalam rahim, tetapi mereka adalah model yang lengkap menurut sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal sains Nature.

Embrio-embrio tersebut tidak dapat digunakan untuk membuat bayi, tetapi mereka memungkinkan para ilmuwan untuk melihat sekilas tahap-tahap awal perkembangan. Penelitian serupa lainnya diterbitkan tahun ini oleh Universitas Oxford. Para ilmuwan mengatakan bahwa mempelajari tahap awal perkembangan manusia ini dapat membantu memahami mengapa keguguran terjadi.

Vaksin malaria kedua

Pada tahun 2021, WHO mengesahkan vaksin malaria pertama yang disebutnya sebagai upaya "bersejarah" untuk mengakhiri dampak buruk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Afrika, yang merupakan tempat sebagian besar dari sekitar 200 juta kasus malaria di dunia dan 400.000 kematian. Vaksin tersebut dinamakan RTS, S dan dipasarkan sebagai Mosquirix oleh GSK. Dalam penelitian, vaksin ini dianggap efektif sekitar 30%.

Tahun ini, WHO juga telah menyetujui vaksin malaria kedua yang disebut R21 Matrix M. Penelitian menunjukkan bahwa vaksin dengan tiga dosis ini lebih dari 75% efektif dan perlindungan terhadap malaria dapat dipertahankan setidaknya selama satu tahun lagi dengan pemberian vaksin penguat.

Kedua vaksin tersebut diharapkan akan diluncurkan di beberapa negara Afrika pada tahun 2024.

WHO juga mengesahkan vaksin pertama untuk demam berdarah yang menandai kemajuan besar dalam memerangi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Organisasi ini mengatakan bahwa vaksin tersebut menandai titik balik dalam pengobatan penyakit-penyakit ini, beberapa di antaranya adalah yang tertua yang diketahui manusia.

perawat memberikan vaksin malaria di KenyaSeorang perawat memberikan vaksin malaria kepada seorang balita di Rumah Sakit Lumumba di Kisumu, Kenya, Afrika, 1 Juli 2022. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Baz Ratner)

Selain vaksin demam berdarah, para ilmuwan tahun ini juga mengumumkan bahwa mereka memperluas penelitian lain untuk mengatasi penyebaran penyakit ini. Di laboratorium di Brasil, para ilmuwan menginfeksi larva nyamuk dengan bakteri yang disebut Wolbachia. Meskipun nyamuk-nyamuk itu masih dapat menggigit, penelitian menunjukkan bahwa mereka tidak menularkan demam berdarah.

Honduras adalah negara terbaru yang menggunakan serangga yang dikembangbiakkan secara khusus. Para ilmuwan mengatakan bahwa infeksi demam berdarah tampaknya menurun dengan cepat di masyarakat di Indonesia, Vietnam, Brasil, dan Australia, yang semuanya telah melepaskan nyamuk yang dikembangbiakkan secara khusus.

Sementara itu, jumlah penderita penyakit kronis seperti diabetes semakin meningkat menurut para dokter seiring dengan obesitas dan gaya hidup manusia yang semakin tidak aktif.

Pada tahun ini, para peneliti kesehatan masyarakat dari London School of Hygiene and Tropical Medicine memperingatkan bahwa meskipun Anda tidak menderita diabetes, kadar gula darah yang sedikit lebih tinggi saja dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Penelitian tersebut mengamati catatan 420.000 orang yang terdaftar di UK Biobank, yang menyimpan data biomedis, seperti pemindaian dan hasil tes darah.

Kelompok tersebut dilacak selama lima belas tahun. Penulis utama Dr Christopher Rentsch mengatakan bahwa laki-laki yang berada di bawah ambang batas diabetes masih memiliki risiko 30% lebih tinggi terkena penyakit ini dan perempuan menghadapi kemungkinan yang lebih tinggi lagi.

"Risiko-risiko ini muncul pada laki-laki dan perempuan (dengan kadar gula darah yang cukup tinggi) di bawah ambang batas diabetes," katanya.

Swedia, yang memiliki tingkat perokok terendah di Uni Eropa, hampir mendeklarasikan diri sebagai negara "bebas rokok." Ketika dunia memperingati Hari Tanpa Tembakau pada bulan Mei, Swedia hampir mendeklarasikan bahwa kurang dari 5% penduduknya merokok.

Merokok telah dilarang di halte bus dan peron kereta api serta di luar pintu masuk rumah sakit dan bangunan umum lainnya. Seperti di sebagian besar negara Eropa lainnya, merokok dilarang di dalam bar dan restoran, tetapi sejak tahun 2019, larangan merokok di Swedia juga berlaku di area tempat duduk di luar ruangan.

Swedia memiliki tingkat perokok terendah di Uni Eropa. Namun, warga Swedia masih menyukai produk tembakau yang disebut "snus." Produk tersebut tidak berasap dan dilarang di tempat lain di Uni Eropa, namun dipasarkan di Swedia sebagai alternatif rokok.

Para pengguna mengkonsumsi snus dengan cara memasukkan kantung kecil berisi tembakau lembab di bawah bibir atas mereka. Selama sepuluh tahun terakhir, warga Swedia telah meningkatkan penggunaan snus dan kantong nikotin, yang tidak mengandung tembakau, dari 11,2% menjadi 13,7% menurut Universitas Stockholm.

WHO mengatakan penggunaan tembakau di Swedia mencapai lebih dari 20% dari populasi orang dewasa, mirip dengan rata-rata global, jika Anda memasukkan snus dan produk serupa.

Saat ini ada lebih banyak cara untuk memeriksa statistik organ vital Anda. Kini ada toilet yang dilengkapi piranti kecil yang disebut U-Scan yang memungkinkan Anda untuk menganalisis urin Anda. Hasilnya terhubung ke ponsel cerdas Anda yang dapat memberikan saran bermanfaat tentang diet Anda. Aplikasi ponsel pintar yang disebut Caducy ini mempelajari wajah Anda untuk membuat diagnosis.

Sesuatu yang mungkin menarik bagi orang tua baru yang kurang tidur adalah monitor bayi pintar Chillax yang memeriksa posisi tidur bayi. Jika ada sesuatu yang terlihat salah, orang tua akan diberi tahu. (em/rs)/Associated Press/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Kabari Baik dari Uji Coba Vaksin Malaria Beri Harapan Bagi Dunia
Peringatan tahun 2023 disambut gembira oleh negara-negara di mana penyakit malaria masih menjadi ancaman bagi masyarakat