Jutaan Anak di Dunia Terutama di India dan Indonesia Tidak Dapat Imunisasi Rutin

Kasus paling banyak ancaman infeksi difteri, polio, campak dan rubella terhadap anak-anak ditemukan antara lain di India dan Indonesia
Kegiatan imunisasi anak yang di gelar di rumah salah satu anggota kader posyandu Harapan Jaya di Kampung Buaran, Serpong, Tangerang Selatan pada Senin, 20 September 2021 (Foto: Tagar/Dokumen Pribadi – Sadiah Fazira)

TAGAR.id, Jakarta - Tertundanya program imunisasi rutin selama pandemi virus corona (Covid-19) menempatkan 25 juta anak-anak di bawah ancaman infeksi difteri, polio, campak dan rubella.

Kasus paling banyak ancaman infeksi difteri, polio, campak dan rubella terhadap anak-anak ditemukan antara lain di India dan Indonesia, ini dikatakan oleh pejabat UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund - Dana Darurat Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Sekitar 25 juta anak-anak di dunia dilaporkan melewatkan vaksinasi difteri, tetanus dan pertusis akibat terhentinya layanan kesehatan selama pandemi. Laporan lembaga anak PBB, UNICEF, yang dirilis Jumat, 15 Juli 2022, itu juga menunjuk misinformasi dan hoaks terkait vaksin sebagai penyebab kemunduran.

"Situasi ini adalah tanda bahaya bagi kesehatan anak,” kata Catherine Russell, Direktur Eksekutif UNICEF. "Kita menyaksikan kemunduran besar dan konstan dalam program imunisasi anak sejak satu generasi,” imbuhnya, sembari menegaskan betapa konsekuensinya adalah kematian.

Data menunjukkan sebagian besar anak yang melewatkan jadwal imunisasi rutin hidup di negara berkembang, yakni India, Indonesia, Etiopia, Nigeria dan Filipina. Menurut UNICEF, kemunduran terbesar program imunisasi global tercatat di Asia Timur dan Pasifik.

Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, sebanyak 800.000 anak-anak di Indonesia terancam oleh infeksi difteri, tetanus, campak, rubella dan polio. Penyebabnya adalah anjloknya angka vaksinasi di masa pandemi, dari 84,2 persen pada 2020 menjadi 79,6 persen pada 2021.

Pakar PBB mengatakan ancaman bagi kesehatan anak saat ini semakin diperbesar oleh lonjakan angka malnutrisi akibat kelangkaan pangan. Dalam kasus ini, anak-anak menjadi sangat rentan terhadap infeksi penyakit mematikan.

"Kemunculan krisis pangan dan ketimpangan imunisasi yang membesar, berpotensi menciptakan krisis kesehatan bagi anak-anak,” tulis UNICEF dalam laporannya.

Ilustrasi Imunisasi AnakIlustrasi Imunisasi Anak. (Foto: vaccinationcouncil.org)

Disrupsi selama pandemi

Menurut ilmuwan, rendahnya cakupan imunisasi saat ini pun sudah menimbulkan wabah campak dan polio di sejumlah wilayah dunia. Padahal, kemunculan kedua penyakit bisa dicegah dengan mudah.

Pada Maret 2020 silam, WHO meminta negara-negara di dunia untuk menunda program vaksinasi polio dan mendahulukan imunisasi virus corona. Sejak itu, wabah polio dilaporkan muncul di 30 negara.

"Situasi ini sangat tragis karena sebelum pandemi Covid, kita telah membuat kemajuan pesat dalam meningkatkan level vaksinasi anak-anak di dunia,” ujar Helen Bedford, guru besar Ilmu Kesehatan Anak di University College London, Inggris.

Menurutnya, laporan UNICEF tidak mengejutkan, lantaran layanan imunisasi berulangkali menjadi "yang pertamakali dikorbankan,” dalam bencana ekonomi dan sosial.

David Elliman, dokter anak di rumah sakit anak, Great Ormond Street Hospital, Inggris, mendesak pemerintah di dunia agar secepat mungkin memulihkan program imunisasi anak. Menurutnya, kemunduran tersebut bisa memicu efek jangka panjang.

"Dampak dari apa yang terjadi di satu bagian Bumi akan ikut mempengaruhi seisi dunia,” kata Elliman, merujuk pada pandemi Covid-19 dan wabah cacar monyet yang belakangan marak.

"Entah atas dasar etika atau melindungi kepentingan pribadi, kita harus menempatkan kesehatan anak-anak sebagai prioritas tertinggi.” [rzn/hp (ap,afp)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Kemenkes Dorong Imunisasi Lanjutan pada Anak-anak
Kemenkes RI mencanangkan program Imunisasi Kejar, yang menyasar anak-anak yang belum diimunisasi