Untuk Indonesia

Jokowi, Abu Bakar Ba'asyir dan Nelson Mandela

Memaafkan itu membebaskan jiwa. - Tulisan Denny Siregar
Presiden Joko Widodo. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Oleh: Denny Siregar*

"Memaafkan itu membebaskan jiwa...."

Begitu kata Nelson Mandela saat ditanya, kenapa ia tidak dendam pada pemerintahan kulit putih yang memenjarakannya selama 27 tahun.

Sistem Apartheid di Afrika Selatan yang sudah berlangsung puluhan tahun lamanya, sudah memakan korban jiwa ribuan warga kulit hitam karena politik.

Tetapi Nelson Mandela tidak hanya berurusan dengan dirinya saja. Ia juga harus merekonstruksi hati jutaan warga kulit hitam yang dendam kepada warga kulit putih karena kerabat dan sahabat mereka mati. Dan ini bukan pekerjaan mudah, karena satu picu saja, maka perang saudara akan kembali membara di negaranya.

Karena itulah ia mengambil keputusan-keputusan politik supaya ada pembauran antara mereka yang berkulit hitam dan kulit putih. Salah satunya dengan tetap membiarkan klub bola kebanggaan Afrika Selatan untuk tetap memainkan mereka yang berkulit putih.

Peristiwa ini terekam dalam film Invictus yang tidak terlupakan.

Apakah Nelson Mandela tidak dicaci?

Jelas dicaci. Ia dianggap lemah, tidak mampu memimpin negara, disetir oleh kulit putih yang dulu memenjarakannya dan segudang makian diterimanya. Bahkan istrinya, Winnie Mandela, menceraikan Nelson karena menolak konsep rekonsiliasi yang dilakukan suaminya.

Nelson tidak mundur. Baginya, persatuan negerinya lebih penting dari rumah tangganya.

"Ketika aku melangkah keluar gerbang penjara menuju kebebasanku, aku tahu, jika aku tidak meninggalkan rasa sakit hati dan benciku di dalamnya, aku akan tetap berada di penjara...."

Nelson menghadapi tahun-tahun pahit dalam masa pemerintahannya ketika ia harus menghadapi rakyat yang sama kulitnya dengannya menentangnya habis-habisan.

"Memaafkan itu membebaskan jiwa. Juga menghapus rasa takut. Itulah kenapa memaafkan adalah senjata yang paling berbahaya...."

Meski begitu, perlahan-lahan apa yang Nelson Mandela lakukan berbuah. Afrika Selatan mulai melupakan sakit hati dan perbedaan mereka. Meski masih ada percik-percik api rasisme, tapi secara keseluruhan Afrika Selatan telah melupakan masa lalunya.

"Waktu berubah. Kita juga harus berubah...." Kata Mandela.

Saya adalah pengagum Nelson Mandela dan banyak belajar dari sikapnya juga kata-katanya. Dan saya yakin Jokowi begitu juga. Itulah kenapa saat ia memegang kekuasaan, ia mengambil jalan yang sama dengan yang dilakukan Nelson Mandela. Memaafkan.

"Hari dimana aku takut mengambil keputusan untuk memaafkan, itu adalah hari dimana aku sudah tidak mampu lagi memimpin negara...."

Nelson Mandela meninggal tahun 2013, dan dirinya tetap hidup dalam cinta rakyat Afrika Selatan, termasuk diriku juga.

Seruput kopinya dulu, kawan... ☕☕

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Patung Dewa Hindu Asal Kamboja Dipamerkan di Amerika
Hampir 1.500 tahun lalu, sebuah patung monumental Dewa Krishna dalam agama Hindu diukirkan pada gunung suci Phnom Da di Kamboja selatan